Minggu, 02 September 2012

Menikmati Pemerkosaan Itu

Karena waktunya yang 4 hari itu cukup panjang, dia menyarankan aku untuk ambil cuti dari kantorku dan dia ngajak aku ikut serta sambil menikmati suasana kota Yogyakarta dimana penataran itu akan berlangsung. Di sela-sela waktunya nanti dia akan ajak aku untuk melihat sana-sini di seputar Yogyakarta, antara lain Keraton Yogya yang selama ini belum pernah aku melihatnya. Ah.. tumben suamiku punya idea yang brilyan, senyumku. Aku akan urus cutiku itu. Begitulah, pada hari Minggu, 25 Nopember malam aku bersama suami telah berada di restoran Novotel Yogyakarta yang terkenal itu. Aku perhatikan semua kursi dipenuhi pengunjung. Secara ala kadarnya aku diperkenalkan dengan teman-teman suamiku yang juga datang bersama istri mereka. Dalam kerumunan meja besar untuk rombongan suamiku ini kami nampaknya merupakan pasangan yang paling muda dalam usia. Dan tentu saja aku menjadi perempuan yang termuda dan nampaknya juga paling cantik. Sementara ibu-ibu yang lain rata-rata sudah nampak ber-cucu atau buyut barangkali. Dan akhirnya aku tidak bisa begitu akrab dengan para istri-istri yang rata-rata nenek-nenek itu. Mungkin duniaku bukan lagi dunia mereka. Cara pandang dan sikap kehidupanku sudah jauh beda dari masa mereka. Karena paling muda suamiku kebagian kamar yang paling tinggi di lantai 5, sementara teman-temannya kebanyakan berada di lantai 2 atau 3. Bagiku tak ada masalah, bahkan dari kamarku ini aku bisa lebih leluasa melihat Yogyakarta di waktu malam yang gebyar-gebyar penuh lampu warna-warni. Malam itu kami serasa berbulan madu yang kedua. Kami bercumbu hingga separoh malam sebelum tidur nyenyak hingga saat subuh datang. Pagi harinya kami sempat sedikit jalan-jalan di taman hotel yang cukup luas itu untuk menghirup udara pagi sebelum kami sarapan bersama. Jadwal penataran suamiku sangat ketat, maklum disamping setiap session selalu diisi oleh pembicara tamu atau ahli dari Jakarta, juga dihadiri oleh pejabat penting dari berbagai tingkatan dan wilayah setanah air. Setiap pagi suamiku harus sudah berada di tempat seminar di lantai 2 pada jam 7 pagi. Apalagi sebagai anggota rombongan yang termuda dia seperti kena pelonco, segala hal yang timbul selalu larinya ke dia. Untung suamiku bertype "positive thinking" dan selalu penuh semangat dalam melaksanakan semua tugasnya. Sesaat setelah suamiku memasuki ruang penataran aku sempatkan jalan-jalan di seputar hotel kemudian mencari book store untuk membeli koran pagi. Sesudah duduk sebentar di lobby aku balik ke kamar untuk mencoba telpon ke rumah sekedar 'check rechek' kegiatan pelayanku di rumah. Kemudian duduk santai membaca koran di balkon kamarku yang berpanorama atap-atap kampung Yogyakarta sambil minum coklat instant yang tersedia di setiap kamar Novotel ini. Bosan membaca koran aku buka channel TV sana-sini yang juga membosankan. Aku berpikir mau apa lagi, nih. Akhirnya sekitar jam 9 pagi aku berpikir sebaiknya aku turun ke lobby sambil mencuci mata melihat etalase toko di seputarnya. Aku keluar kamar melangkah di koridor yang panjang untuk menuju lift. Bersamaan dengan itu kulihat kamar di depan kamarku pintunya terbuka dan nampak sepintas di dalamnya ada seseorang setengah umur sedang sibuk menulis. Dia sempat menengok ke arahku sebelum aku bergerak menuju lift. Hal yang lumrah di dalam hotel yang tamunya dari segala macam orang dan asal. Tak terbersit pikiran apapun pada apa yang barusan tampak oleh mataku. Aku adalah type perempuan yang berpribadi dan paling teguh menjaga diri sendiri baik karena kesadaran sosial budayaku maupun kesadaran akan etika moral yang berkaitan dengan nilai-nilai kesetiaan seorang istri pada suaminya. Kembali aku jalan-jalan di seputar lobby, di shopping arcade yang menampilkan berbagai rupa barang dagangan pernik-pernik menarik, ada parfum, ada accessories, ada boutique. Ah.. aku nggak begitu tertarik dengan semua itu. Aku punya pandangan sendiri bagaimana membuat hidup lebih nyaman dan punya nilai. Aku memang tidak tertarik dengan pola hidup khalayak. Aku menyenangi keindahan yang serba alami. Kalau toh ada poles di sana, itu adalah 'touch' yang lahir dari sikap budaya sebagaimana manusia yang memang memiliki rasa dan pikir. Demikian pula yang berkaitan dengan kecantikan. Aku sangat menyadari bahwa basis tampilanku adalah perempuan yang cantik. Dan hal itu terbukti dari banyak orang yang sering secara langsung ataupun tidak langsung memberikan komentar dan penghargaan atas kecantikanku serta sikapku pada kecantikanku itu. Aku ingin kecantikkan yang juga memancar dari sikap budayaku. Dengan demikian aku akan selalu cantik dalam keadaan apapun. Oleh karenanya aku sangat menyukai 'touch' yang sangat mencerminkan kemuliaan pribadi. Buatku hidup ini sangat tinggi maknanya dan perlu disikapi secara mulia, khas dan penuh kepribadian. Sesudah 1 jam jalan dan lihat sana-sini kembali aku dilanda rasa bosan yang menuntunku untuk balik ke kamar saja. Aku memasuki kembali lift menuju kamarku di lantai 5.
Aku masih melihat kamar depanku yang tetap pintunya terbuka. Aku membuka pintuku dan masuk. Aku sedang hendak mengunci kembali kamarku ketika terdengar dari luar sapaan halus. "Selamat pagi" Yang spontan aku jawab selamat pagi pula sambil membuka sedikit pintuku. Kulihat lelaki dari kamar depanku itu dan begitu cepat menyisipkan tangannya ke celah pintu dan meraih daunnya, kemudian dengan sangat sigap pula masuk menelusup ke kamar sebelum aku menyadari dan mempersilahkannya. Hal yang sungguh sangat tidak mengenakkan aku. Aku tidak terbiasa berada dalam sebuah ruangan tertutup dengan lelaki lain yang bukan suamiku. Tetapi peristiwa itu rasanya berlangsung demikian cepat. Bahkan kemudian lelaki itu merapatkan dan langsung mengunci pintuku hingga kini benar-benar aku bersamanya dalam kamar tertutup dan terkunci ini. Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar. Aku langsung marah dan berusaha menolaknya keluar dengan meraih kunci di pintu. Tetapi kembali dia lebih sigap dari aku. "Tenang, zus, jangan takut. Aku nggak akan menyakiti zus, kok. Aku cuma sangat kagum dengan kecantikan yang zus miliki. Benar-benar macam kecantikan yang lahiriah maupun kecantikkan dari dalam batin. Inner beauty. Khayalanku menjadi melambung jauh setiap melihat zus. Sejak semalam di meja makan saat makan malam, kebetulan aku berada di samping meja makan rombongan suami zus, aku lihat tangan-tangan lentik zus. Aku pastikan zus sangat cantik. Dan pagi tadi saat zus jalan-jalan di taman bersama suami dan kemudian juga jalan-jalan di sekitar lobby kembali aku sangat mengagumi penampilan zus. Aku sangat terpesona dan tak mampu menahan diriku. Aku kepingin sekali tidur bersama zus, pagi ini". Orang itu memandangkan matanya tajam ke mataku. Omongan orang itu benar-benar biadab, tak punya malu. Apalagi rasa hormat. Dia seakan begitu yakin pasti menang atasku. Edan! Kok ada orang edan macam ini. Omongan panjangnya kurasakan sangat merendahkan diriku, kurang ajar, mengerikan dan menakutkan. Limbung dan ketakutan yang amat sangat langsung melanda sanubariku. Bulu kudukku merinding. Aku sepertinya jatuh dari ketinggian tanpa tahu akhirnya. Rasa sesak nafasku demikian menekan emosiku. Aku merasa begitu sangat lemah, terbatas dan tak punya pilihan. Jangan harap kebaikan dari lelaki biadab ini. Dia jelas tidak menyadari dan paham betapa aku mengagungkan nilai-nilai hidup ini. Dia tidak tahu betapa aku selalu takut pada pengkhianatan dan pengingkaran terhadap kesetiaanku pada suami. Aku sama sekali tak pernah siap akan hal-hal yang sebagaimana kuhadapi saat ini. Sungguh edan!! Kemudian dengan kalemnya dia raih tangan dan pinggangku untuk memelukku. Harga diri dan martabatku langsung bangkit marah. Aku berontak dan melawannya habis-habisan. Tanganku meraih apapun untuk aku pukulkan pada lelaki itu. Kutendangkan kakiku ke tubuhnya sekenanya, kucakarkan kukuku pada tubuhnya sekenanya pula. Tetapi.. Ya ampuunn.. Dia sangat tangguh dan kuat bagiku. Lelaki itu berpostur tinggi pula dan mengimbangi tinggiku, dan usianya yang aku rasa tidak jauh beda dengan usia suamiku disertai dengan otot-otot lengannya yang nampak gempal saat menahan pegangan tanganku yang terus berontak dan mencakarinya. Dia seret dan paksa aku menuju ke ranjang. Aku setengah dibantingkannya ke atasnya. Dan aku benar-benar terbanting. Kacamataku terlempar entah ke mana. Teriakanku sia-sia. Aku rasa kamar Novotel ini kedap suara sehingga suaraku yang sekeras apapun tidak akan terdengar dari luar. Karena perlawananku yang tak kenal menyerah dia dengan cepat meringkus tangan-tanganku dan mengikatnya dengan dasi suamiku yang dia temukan dan sambar dari tumpukan baju dekat ranjang hotel. Dia ikat tanganku ke backdrop ranjang itu. Aku meraung, menangis dan berteriak sejadi-jadinya hingga akhirnya dia juga sumpel mulutku, entah pakai apa, sehingga aku tak mampu lagi bergerak banyak maupun berteriak. Sesudah itu dia tarik tungkai kakiku mengarah ke dirinya. Dia nampak berusaha menenangkan aku, dengan cara menekan mentalku, seakan meniupi telingaku. Dia berbisik dalam desahnya, "Ayolah, zus, jangan lagi memberontak. Nanti lelah saja. Percuma khan, Waktu kita nggak banyak. Sebentar lagi suami zus istirahat makan siang. Dan bukankah dia selalu menyempatkan untuk menjemput zus untuk makan bersama?!". Aku berpikir cepat menyadari kata-katanya itu dan menjadi sangat khawatir. Ini orang memang betul-betul lihay. Mungkin memang tukang perkosa profesional. Dia seakan tahu dan menghitung semuanya. Dia bisa melemparkan isue yang langsung menekan. Dia tahu bahwa aku tidak mau kehilangan suamiku. Dan dia juga tahu, kalau toh kepergokpun, dia tak akan merugi. Hampir tak pernah dengar ada suami yang melapor istrinya diperkosa orang. Yang ada hanyalah seorang suami yang menceraikan istrinya tanpa alasan yang jelas. Disinilah bentuk tekanan lelaki biadab ini padaku. Sementara itu tindakan brutalnya terus dilakukannya. Dia robek blusku dengan kekerasannya untuk menelanjangi dadaku. Dia hentakkan kutangku hingga lepas dan dilemparkannya ke lantai. Kemudian dengan seringainya dia menelusurkan mukanya. Dia benamkan wajahnya ke ketiakku. Dia menciumi, mengecup dan menjilati lembah-lembah ketiakku. Dari sebelah kanan kemudian pindah ke kiri. Yang kurasakan hanyalah perasaan risih yang tak terhingga. Suatu perasaan yang terjadi karena tiba-tiba ada sesuatu, entah setan, binatang atau orang telah merangseki tubuhku ini. Tangan-tangannya menjamah dan menelusup kemudian mengelusi pinggulku, punggungku, dadaku. Tangannya juga meremas-remas susuku. Dengan jari-jarinya dia memilin puting-puting susuku. Disini dia melakukannya mulai dengan sangat pelan. Ah.. Bukan pelan, tt.. tetapi.. lembut. Dd.. dan.. dan demikian penuh perasaan. Kurang ajaarr..! D.. dd.. dia pikir bisa menundukkan aku dengan caranya yang demikian itu. Aku terus berontak dalam geliat.. Tetapi aku bagai kijang yang telah lumpuh dalam terkaman predatornya. Aku telah rebah ke tanah dan cakar-cakar predatorku telah menghunjam di urat leherku. Kini aku hanyalah seonggok daging konsumsi predatorku. Aku sesenggukan melampiaskan tangisku dalam sepi. Tak ada suara dari mulutku yang tersumpal. Yang ada hanya air mataku yang meleleh deras. Aku memandang ke-langit-langit kamar Novotel. Aku demikian sakit atas ketidak adilan yang sedang kulakoni. Kini lelaki itu melihati aku. Aku menghindarkan tatapan matanya. Dia menciumi pipiku dan menjilat air mataku, "Duhh, sayangkuu.. kamu cantik banget, siihh.. ", orang ini benar-benar kasmaran padaku. Dia juga menciumi tepian bibirku yang tersumpal. Kini kengerian dari kebiadaban berikutnya datang menyusul. Tangannya sigap menyibakkan gaun penutup wilayah rahasiaku. Tangan lainnya mencapai pahaku dan mulai meraba-raba kulitku yang sangat halus karena tak pernah kulewatkan merawatnya. Lelaki ini tahu kehalusan kulitku. Dia merabanya dengan pelan dan mengelusinya semakin lembut. Ucchh.. Betapa aku dilanda perasaan malu yang amat sangat. Aku yang tak pernah menunjukkan auratku selama ini, tiba-tiba ada seorang lelaki asing yang demikian saja merabaiku dan menyingkap segala kerahasiaanku. Kemudian dia kembali melanjutkan kebiadabannya, dia merenggut dan merobek gaunku. Dia tarik dari haribaan tubuhku. Dia campakkan ke lantai sebagaimana kutangku tadi. Dan kini aku hanyalah perempuan yang hina dengan setengah telanjang dan siap dalam perangkap lumatannya. Aku merasakan sepertinya dia telah merobeki jiwaku dan mencampakannya ke lantai kehinaan perempuan. Aku merasakan betisku, pahaku kemudian gumpalan bokongku dirambati tangan-tangannya. Berontakku sekali lagi hanyalah kesia-siaan. Dia menindih berat dengan dadanya. Wajahnya mendekat hingga kurasakan nafasnya yang meniupkan angin ke selangkanganku. Lelaki itu mulai menenggelamkan wajahnya ke selangkanganku. Bukan main. Belum pernah ada seorangpun berbuat macam ini padaku. Juga tidak begini suamiku selama ini. Edan. Edaann..!! Aku tak kuasa menolak semua ini. Segala berontakku kandas. Kemudian aku merasakan lidahnya menyapu pori-pori selangkanganku. Edaann..!! Lidah itu sangat pelan menyapu dan sangat lembut. Sesaat sepertinya aku berada di persimpangan jalan. Di depan mataku ada 2 potret. Aku membayangkan suamiku dan sekaligus lelaki ini. Salahkah aku? Dosakah aku? Siapa yang salah? Kenapa aku ditinggal sendirian di kamar ini? Kenapa mesti ada lelaki ini? Aku berpusing. Duniaku seakan-akan berputar dan aku tergiring pada tepian samudra yang sangat mungkin akan menelan dan menenggelamkan aku. Aku mungkin sedang terseret dalam sebuah arus yang sangat tak mampu kulawan. Aku merasakan lidah-lidah lelaki ini seakan menjadi seribu lidah. Seribu lidah lelaki ini menjalari semua bagian-bagian rahasiaku. Seribu lidah lelaki inilah yang menyeretku ke tepian samudra kemudian menyeret aku untuk tertelan dan tenggelam. Ammpuunn.. Bayangan kengerian akan ingkarnya kesetiaan seorang istri menerkam aku. Keringatku meluncur deras. Aku tak bisa pungkiri. Aku sedang jatuh dalam lembah nikmat yang sangat dalam.. Aku sedang terseret dan tenggelam dalam samudra nafsu birahiku. Aku sedang tertelan oleh gelombang nikmat syahwatku. Salahkah akuu..?? Salahkah..?? Dan saat kombinasi lidah yang menjilati selangkanganku dan sesekali dan jari-jari tangannya yang mengelusi paha di wilayah puncak-puncaknya rahasiaku, aku semakin tak mampu menyembunyikan rasa nikmatku. Isak tangisku terdiam, berganti dengan desahan dari balik kain yang menyumpal mulutku. Dan saat kombinasi olahan bibir dan lidah dipadukan dengan bukan lagi sentuhan tetapi remasan pada kemaluanku, desahanku berganti dengan rintihan yang penuh derita nikmat birahi. Aku telah tenggelam. Dan gelombang itu kini menggoyang pantatku. Aku menggelinjang. Aku histeris ingin.. Yaa.. Aku ingin! Aku punya ingin menjemputi ribuan lidah dan jari-jari lelaki ini. Ampuunn..!! Masih adakah aku?? Dan ah.. Pintarnya lelaki ini. Dia begitu yakin bahwa aku telah tenggelam. Dia begitu yakin bahwa aku telah tertelan dalam syahwatku. Dia renggut sumpal di mulutku. "Ayolah, sayang.. mendesahlah.. merintihlah.. Ambil nikmatmu. Teguk haus birahimu..", Aku mendesah dan merintih sangat histeris. Kulepaskan dengan liar derita nikmat yang melandaku. Aku kembali menangis dan mengucurkan air mata. Aku kembali berteriak histeris. Tetapi kini aku menangis, mengucurkan air mata dan berteriak histeris beserta gelinjang syahwatku. Aku meronta menjemput nikmat. Aku menggoyang-goyangkan pinggul dan pantatku dalam irama nafsu birahi yang menerjangku. Dan sejak saat itu aku memasuki wilayah tak terhingga, tanpa batasan norma sekaligus meninggalkan batasan-batasan yang selama ini kupertahankan dengan sangat teguhnya. Aku memasuki suatu wilayah yang terbersit sepintas, bahwa aku sebenarnya pernah menginginkan nilai macam ini, nilai dimana tak ada kekhawatiran, ketakutan, rasa salah dan rasa mengkhianati. Aku memasuki wilayah dimana aku eksis secara murni menjadi diriku. Mungkin semacam ini alamiahku, yang adalah mahkluk untuk dipenuhi keinginan nafsu dan birahi yang demikian bebas tanpa kendali. Bahkan aku merasa ini adalah hak. Hak-ku. Aku merasa ber-hak untuk mendapatkannya. Dan ke-tak terhingga-an serta ke-tak terbatas-an itu merayap menuju puncaknya ketika aku diterpa rasa dingin menggigil serta gemetar seluruh tubuhku yang disebabkan bibir lelaki itu merambah turun meluncur melewati perutku dan langsung menghunjam terperosok ke-kemaluanku. Aku tak mampu mengendalikan diriku lagi. Aku bergoncang-goncang mengangkati pantatku untuk mendorong dan menjemputi bibirnya karena kegatalan yang amat sangat pada kemaluanku. Dengan serta merta pula aku berusaha menjilati buah dadaku sendiri menahan gelinjang nikmat yang melanda nafsu birahiku. Dan kurasakan betapa kecupan, gigitan dan ruyak lidah lelaki ini membuat gigil dan gemetarku melempar aku ke lupa diri. Akhirnya karena tak mampu aku menahannya lagi aku merintih. "Hauss, mmaass.. Aku hauss.." Rintihan itu membuat lelaki itu mendekatkan wajahnya ke wajahku hingga bisa kuraih bibirnya. Aku rakus menyedotinya. Kehausanku yang tak bisa kubendung membuat aku ingin melumati mulutnya. Aku berpagut dengan pemerkosaku. Aku melumat mulutnya sebagaimana sering aku melumati mulut suamiku saat aku sudah sangat di puncak birahiku. Aku benar-benar dikejar badai birahiku. Aku benar-benar gelisah gelombang syahwatku. Biasanya kalau sudah begini suamiku langsung tahu. Dia akan menusukkan penisnya ke vaginaku untuk menutup kegairahanku. Dia akan menjejalkan kontolnya dan memekku pasti cepat menjemputnya. Dan kini aku benar-benar menunggu lelaki itu memasukkan kontolnya ke kemaluanku pula. Aku sebenar-benarnya berharap karena sudah tidak tahan merasakan badai birahiku yang demikian melanda seluruh organ-organ peka birahi di tubuhku. Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang sama sekali diluar dugaanku. Aku sama sekali tak menduga, karena memang aku tak pernah punya dugaan sebelumnya. Kemaluan lelaki ini demikian gedenya. Rasanya ingin tanganku meraihnya, namun belum lepas dari ikatan dasi di backdrop ranjang ini. Yang akhirnya kulakukan adalah sedikit mengangkat kepalaku dan berusaha melihati kemaluan itu. Ampuunn.. Sungguh mengerikan. Rasanya ada pisang tanduk gede dan panjang yang sedang dipaksakan untuk menembusi memekku. Aku menjerit tertahan. Tak lagi aku sempat memandangnya. Lelaki ini sudah langsung menerkam kembali bibirku. Dia kini berusaha meruyakkan lidahnya di rongga mulutku sambil menekankan kontolnya untuk menguak bibir vaginaku. Selama ini aku pikir kontol suamiku itulah pada umumnya kemaluan lelaki itu. Kini aku dihadapkan kenyataan betapa besar kontol di gerbang kemaluanku saat ini, yang terus berusaha mendesaki dan menembusi kemaluanku tetapi tak kunjung berhasil. Aku sendiri sudah demikian kehausan dan tanpa malu lagi mencoba merangsekkan lubang kemaluanku tetapi tak juga berhasil. Cairan-cairan yang mestinya melicinkanpun belum bisa membantu lincirnya kontol itu memasuki kemaluanku. Tetapi lelaki ini ada cara. Dia meludah pada tangannya untuk kemudian menambahi lumuran pelicin pada bibir kemaluanku. Dia lakukan 2 atau 3 kali. Dan sesudahnya dia kembali menyorongkan ujung kontolnya yang dengan serta merta aku menyambutnya hingga.. Blezzhh.. Ampuunn.. Kenapa sangat nikmat begini, ya, ampuunn.. Kemana nikmat macam ini selama ini..?? Kemana nikmat dari suamiku yang seharusnya kudapatkan selama ini..?? Kenapa aku belum pernah merasakan nikmat macam ini..?? Kombinasi ke-sesakkan karena cengkeraman kemaluanku pada bulatan keras batang besar kontol lelaki ini sungguh menyuguhkan sensasi terbesar dalam seluruh hidupku selama ini. Aku rasanya terlempar melayang kelangit tujuh. Aku meliuk-liukkan tubuhku, menggeliat-liat, meracau dan mendesah dan merintih dan mengerang dan.. Aku bergoncang dan bergoyang tak karuan.. Ya, ampuunn.. Orgasmeku dengan cepat menghampiri dan menyambarku. Aku kelenger dalam kenikmatan tak bertara. Lelaki ini langsung mematerikan nilai tak terhingga pada sanubariku. Aku masih kelenger saat dia mengangkat salah satu tungkai kakiku untuk kemudian dengan semakin dalam dan cepat menggenjoti hingga akhirnya muntah dan memuntahkan cairan panas dalam rongga kemaluanku. Uhh.. Nikmat inii.. Uucchh.. Kami langsung roboh. Hening sesaat. Aneh, aku tak merasa menyesal, tak merasa khawatir, tak merasa takut. Ada rasa kelapangan dan kelegaan yang sangat longgar. Aku merasakan seakan menerima pencerahan. Memahami arti nikmat yang sejati dari peristiwa ranjang. Demikian membuat aku seakan di atas rakit yang sedang hanyut dalam sungai dalam yang sangat anteng. Aku bahkan tertidur barang 5 menit. Aku bangun karena dering telpon. Itu pasti suamiku. Aku langsung cemas. Lelaki itu tak lagi berada di sampingku. Aku coba tengok ke kamar mandi sebelum menjawab telepon. Tak juga kutemui. Ternyata itu telepon dari kamar di depanku, telepon dari lelaki itu. "Zus, cepat mandi, 15 menit lagi suamimu kembali ke kamar, saatnya mereka istirahat". Ah, bijak juga dia. Aku rapikan ranjang dan sepreinya, kemudian cepat mandi. Siang itu aku usul pada suamiku untuk makan di kamar saja, badanku agak nggak enak, kataku. Memang badanku agak lemes sejak aku mendapatkan orgasmeku yang bukan main dahsyatnya tadi. Dan aku merasakan ada kelegaan sedikit, tak ada nampak bekas-bekas ulah lelaki itu pada bagian-bagian peka tubuhku. Saat ketemu di siang itu suamiku nampak menunjukkan sedikit prihatin padaku. Dia tahu aku dilanda rasa bosan menunggu. Dia sarankan aku jalan-jalan ke Molioboro atau tempat lainnya yang tak begitu jauh dari hotel. Aku mengangguk setuju. Ah.. Akhirnya aku dapat ide. Menjelang jam 1 siang suamiku kembali ke ruang penataran di lantai 2, dan jam 1 lebih 5 menit lelaki itu kembali menelponku, aku nggak menjawab langsung kututup. Aku kembali merasa ketakutan pada apa yang aku pahami selama ini. Aku tak akan melanggarnya lagi. Yang sudah, ya, sudah. Masak aku mesti sengaja mengulangi kesalahanku lagi. Tetapi tiba-tiba ada ketukan di pintu. Aku curiga, lelaki itu datang lagi. Dan aku nggak tahu, kenapa aku ingin tahu. Aku ingin tahu siapa yang mengetuk itu, walaupun aku sudah hampir pastikan dia sang lelaki yang tak kukenal itu. Kuintip dari lubang lensa kecil di pintu. Dan benar, dia lagi. Dari dalam aku teriak kasar, mau apa kamu, yang dia sahuti dengan halus. "Sebentar saja zus, aku mau bicara. Sebentar saja, zus, ayo dong, bukain pintu", pintanya. Aku jadi ingat akan gelinjang nikmat yang aku terima darinya. Aku juga ingat betapa kontolnya tak pernah kurasakan nikmat macam itu. Aku juga ingat betapa lidahnya yang menyelusuri gatal bukit dadaku. Dan aku ingat pula betapa gigitan kecilnya pada pentilku demikian merangsang dan menggetarkan seluruh tubuhku. Kini aku lihat kembali bibir edan itu dari lubang pintu ini. Dan tanpa bisa kuhindarkan tangan kananku menggerakkan turun handle pintu ini. Dan, clek, terbuka celah sempit di ambang pintu. Dan dengan cepat, sret, tangan lelaki itu cepat menyelip di celah ambang itu. "Sebentar, saja zus, perbolehkan aku masuk" Dia tidak menunggu ijinku. Kakinya langsung mengganjal pintu dan dengan kaki lainnya mendorong, dia masuk. Kembali dia memeluki aku, lantas menciumi bibirku, lantas menyingkap gaunku, lantas melepasi kutangku, lantas memerosotkan celana dalamku. Lantas mengelusi pantatku, pahaku, meremasi kemaluanku kembali, bibirnya terus melumati bibirku. Kacamataku diangkatnya. Itulah rangkaian serangannya padaku. Pada awalnya aku kembali berusaha berontak dan melawan, walaupun kali ini tidak segigih pada peristiwa pagi tadi. Dan aku yang memang bersiap untuk "keok" langsung takluk bersimpuh saat tangan ototnya meremasi wilayah peka di selangkanganku. Kali ini dia gendong aku menuju ke-ranjang dan sama-sama berguling di atasnya. Tetapi kali ini dia tidak menelanjangi aku. Dia hanya singkapkan gaunku, kemudian dia memelukku dari arah punggungku. Dia lumati kudukku yang langsung membuat aku menjadi sedemikian merinding dan tanpa kuhindarkan tanganku jadi erat memegangi tangannya. Suatu kali ciuman di kudukku demikian membuat aku tergelinjang hingga aku menengokkan leherku untuk menyambar bibirnya. Kami saling berpagut dengan buasnya. Lelaki itu rupanya ingin menambah khasanah nikmat seksual baru padaku. Aku tak tahu kapan dia melepasi celananya, tahu-tahu kontolnya sudah menyodokki kemaluanku dari arah belakangku. Dengan posisi miring serta satu tungkai kakiku dia peluk ke atas, kontolnya menyerbu memekku dan.. Blezzhh.. Blezzhh.. Blezzhh.. Dia kembali memompa. Rupanya kemaluanku sudah cepat adaptasi, kontol gedenya tak lagi kesulitan menembusi memekku ini. Posisi ini, duh.. Nikmatnya tak alang kepalang. Macam ini sungguh menjadi kelengkapan sensasi perkosaannya padaku yang kedua. Ah, entah, ini masih bisa disebut sebagai perkosaannya padaku atau sudah menjadi penyelewenganku pada suamiku. Rasanya sudah tak lagi penting buatku yang kini sedang demikian sepenuhnya menikmati kerja lelaki ini pada tubuhku. Beberapa kali dia membetulkan singkapan gaunku yang menghalangi pompaan kontolnya pada kemaluanku. Sesudah beberapa lama dalam nikmat posisi miring, diangkatnya tubuhku menindih tubuhnya. Posisi baru ini menuntut aku yang harus aktif bergerak. Terlintas rasa maluku. Tak pernah aku berlaku begini. Biasanya aku merupakan bagian yang pasif dalam ulah sanggama dengan suamiku, tetapi kali ini. "Ayo, sayang, naik turunkan pantatmu, sayang, ayoo.." Lelaki itu setengah memaksa aku untuk menaik turunkan pantatku dalam menerima tembusan kontolnya dari bawah tubuhku. Dan sesungguhnya aku yang memang sangat kegatalan menunggu sodokkan-sodokkannya kini berusaha menghilangkan rasa maluku dan mencoba memompa. Uh.., sungguh tak terduga nikmatnya. Aku mengerang dan merintih setengah berteriak setiap kali aku menurunkan pantatku dan merasakan betapa kontol gede itu meruyak di dalam rongga kemaluanku, menggeseki saraf-saraf gatal di dalamnya. "Sayang, coba kamu duduk tegak dengan terus memompa, kamu akan merasakan sangat nikmat. Saya jamin pasti kamu nggak mau berhenti nantinya", begitulah dia antara menghimbau dan memerintah aku yang dengan tangannya mengangkat tubuhku tanpa melepaskan kontolnya dari kemaluanku. Dan dengan aku berposisi duduk membelakangi dia dan tanganku yang bertumpu pada dadanya, aku kembali memompa. Ah.., dia benar lagi. Ini kembali menjadi sensasi seksualku, karena aku sekarang melihat betapa diriku nampak di cermin kamarku dengan kerudung rambutku yang sudah awut-awutan dan demikian basah oleh keringatku. Aku seperti main enjot-enjotan naik-turun di atas kuda-kudaan. Sepintas ada malu pada ulahku itu. Kok, bisa-bisanya, hanya dalam waktu satu hari aku melakukan hubungan mesum perkosaan atau penyelewengan, entahlah, dengan lelaki yang tak kukenal ini. Dan yang terjadi kemudian adalah genjotan naik turunku semakin cepat saja. Aku merasakan betapa kegatalan yang sangat menguasai rongga kemaluanku. Serta dengan menyaksikan diriku sendiri pada cermin yang tepat di mukaku, nafsu birahiku langsung melonjak dan mendorong gelinjangku kembali mendekati orgasmeku yang kedua dalam tempo tidak lebih dari 4 jam ini. Dan saat orgasme itu akhirnya benar-benar hadir, aku kembali berteriak histeris mengiringi naik turunnya pantatku yang demikian cepat. Kontol yang keluar masuk pada lubang kemaluanku nampak seperti pompa hidrolik pada mesin lokomotif yang pernah aku lihat di stasiun Gambir. Lelaki itu juga membantu cepatnya keluar masuk kontolnya. Aku kembali rubuh. Sementara dia, lelaki yang belum memuasi dirinya itu menyeretku ke tepian kasur dan meneruskan pompaannya hingga menyusul mencapai titik klimaksnya. Dia cengkeram pahaku dan kurasakan kedutan-kedutan kontolnya menyemprotkan cairan kental panas pada kemaluanku kembali. Saat jeda, dia menceritakan siapa dirinya. Dia adalah seorang dokter kandungan. Dia sangat tahu seluk beluk persenggamaan. Dia tahu gaya-gaya dalam meraih nikmat sanggama. Dia tahu titik-titk peka pada tubuh perempuam. Dia tahu mana yang baik dan buruk. Dia puji aku setengah mati, betapa otot-otot kemaluanku demikian kencang mencengkeram kontolnya. Namanya Dr. Ronald, 52 tahun, asli Malang. Dia buka praktek di beberapa kota. Minggu terakhir di setiap bulan dia berada di Yogya untuk melayani pasien di beberapa rumah sakit di Yogya. Dia memang tidak ada giliran ke kotaku. Aku boleh panggil Ron saja atau Ronad. Aku pikir dia adalah lelaki yang luar biasa. Dan aku lega saat dia mengenalkan dirinya. Aku lega karena dia termasuk orang terpelajar dan punya identitas. Dia tidak liar. Dan dia bilang bertanggung jawab apabila ada hal yang nggak benar padaku karena bersanggama dengannya. Dia memberikan aku kartu nama. Aku terima dan tak kuatir pada suamiku, karena dia dokter kandungan, yang mungkin saja aku dapatkan dari referensi teman-temanku. Sore itu dia memberikan aku sekali lagi orgasme. Huh.. sungguh melelahkan dan sekaligus sangat memuaskan aku. Dan yang paling mengesankan bagiku, sesiang hari ini dalam 3 kali persanggamaan aku meraih 6 kali orgasme. Aku nggak tahu lagi, bagaimana aku harus bersikap padanya. Saat suamiku pulang, kamarku sudah kembali rapi, seakan tak ada yang terjadi. Aku sudah mandi dan dandan agar tidak menampakkan kelelahanku. Dan malam itu aku bersama suamiku kembali makan malam bersama. Di pojok ruang makan kulihat meja dengan 4 kursi yang hanya diduduki seorang, dr. Ronad. Dia nampak tidak berusaha memandang aku. Dia menyibukkan dirinya dengan bacaan dan tulis menulis. Sungguh suatu kamuflase yang hebat. Pada keesokan harinya, hanya 10 menit sesudah suamiku turun ke lantai 2 untuk mengikuti penataran di hari ke dua, dr. Ronad kembali mengetuk pintu. Kembali aku menghadapi peperangan bathinku. Masa, perkosaan bisa terjadi sekian kali berturut-turut, dan sementara itu, apabila disebut sebagai penyelewengan, bagaimana perempuan tegar dan berkepribadian seperti aku ini demikian mudah runtuh oleh nikmatnya perselingkuhan. Tetapi bayangan dan segala macam keraguanku itu hanyalah menjadi awal dari elusan dan rabaan batin yang langsung membangkitkan naluriah nafsu birahiku. Aku sudah mulai berselingkuh sebelum perselingkuhan itu di mulai. Aku telah benar-benar runtuh. Aku bukakan pintu untuk Ronad. Rasa harga diriku yang masih tersisa mendramatisir keadaanku. Aku bertindak seakan menolak saat Ronad menggendong aku dari ambang pintu ke peraduanku. Tetapi segala ocehanku langsung bungkam saat bibirnya melumat bibirku. Segala tolakan tanganku langsung luruh saat tangannya memilin pentil-pentilku. Segala hindar dan elak tubuhku langsung sirna saat pelukan tangannya yang kekar merabai pinggul dan bokongku. Dan segala keinginan untuk "Tidak!" langsung musnah saat kombinasi lumatan di bibir, pelukan di pinggul, rabaan pada pantatku merangsek dengan sertaan nafasnya yang memburu. Aku aktip menunggu Ronad melahapku. Dia mengulangi awal yang seperti kemarin, merangkul dan memulai dari belakang punggungku, memelukku kemudian menjilati kudukku. Aku meronta bukan untuk melawan, tetapi meronta karena menerima kenikmatan. Aku menengokkan leherku hingga bisa meraih wajahnya. Kulumati bibirnya. Dan seperti kemarin, setelah menyingkap busana yang menutup bokongku hingga paha dan memekku terpampang, tahu-tahu kontolnya sudah telanjang menyelip dari celah celana dalamku, siap berada di gerbang kemaluanku. Sambil kami saling melumat dia mendorongkan kontolnya, aku mendorongkan memekku menjemputnya. Saat akhirnya.. Blezzhh.. Kami langsung saling merintih dan berdesahan. Itulah simponi birahi di kamar Novotel di lantai 5 di pagi hari ini, sementara itu, mungkin suamiku sedang asyik berdebat bersama anggota teamnya di lantai 2. "Sekarang gantian sayang, biar aku yang numpakin kamu, yaa.." suara gemetar Ronad nampak menahan birahinya. Aku dibalikannya dengan tetap mempertahankan lengkungan tubuhku hingga jadi nungging dengan kepalaku bertumpu pada kasur. Sesudah sedikit dia betulkan posisiku dan kembali lebih singkapkan busana rapetku, dengan setengah berdiri dia mengangkangin aku mulai dari arah pantatku. Kontolnya dia tusukkan ke memekku. Duh, duh, duh.. Apa lagi ini. Kenapa gatalku langsung dengan cepat melanda memekku. Aku membayangkan bibir kemaluanku pasti dengan haus menunggu kepala kontol gede itu. Dan aku merasakan saat ujungnya mendorong aku hingga akhirnya amblas menghunjam ke dalamnya. Dalam hatiku aku berfikir, kok macam anjing kawin, ya. Kemudian Ronad mulai kembali memompa. Huuhh.. Jangan lagi tanya betapa nikmatnya. Aku seperti diombang-ambingkan gelombang Lautan Teduh. Setiap tusukkan aku sambut dengan cengkeraman memekku, dan akibatnya saraf-saraf pekaku merangsang gelinjang nikmat birahiku. Dan saat kontolnya dia tarik keluar, dinding kemaluanku menahan sesak hingga kembali saraf-saraf pekaku melempar gelinjang nikmat birahi. Keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk.. Aku semakin nggak lagi mampu menahan kegelianku. Tangan-tanganku meremasi tepi-tepi kasur untuk menahan deraan geli-geli nikmat itu. Aku membiarkan air liurku meleleh saat aku terus menjerit kecil dan mendesah-desah. Mataku tak lagi nampak hitamnya. Aku lebur melayang dalam nikmatnya kontol yang keluar masuk menembusi memekku ini. Dan saat tusukkannya makin cepat menggebu, aku tahu, dia akan meraih orgasmenya mendahului orgasmeku. Kubiarkan. Bahkan kudorong dengan desahan dan rintihanku yang disebabkan rasa pedih dan panasnya gesekkan cepat batang kontolnya yang sesak menembusi kemaluanku ini. Akhirnya dia menumpahkan berliter-liter spermanya ke memekku. Bunyi, plok, plok, plok bijih pelernya yang memukuli kemaluanku tidak kunjung henti. Dia tahu aku belum orgasme. Dia tetap mempertahankan irama tusukkan karena tahu aku demikian menikmati gaya anjing ini. Limpahan cairan yang membecek pada kemaluanku tidak mengurangi nikmatnya tusukkan. Bahkan licinnya batang keluar masuk ini merangsang gelinjangku dengan sangat hebatnya. Aku meliuk dan menaik turunkan pantatku. Aku benar-benar menjadi anjing betina yang memeknya dikocok-kocok jantannya. Aku merintih dengan sangat hebat dan berteriak histeris saat orgasmeku datang menyongsong tusukkan-tusukkan pejantan ini. Aku mendapatkan sensasi nikmat birahinya anjing betina. Aku tak kunjung usai juga. Aku mengimpikan orgasme yang beruntun. Ronadpun demikian pula. Sanggama kali ini bersambung tanpa jeda walaupun kami telah meraih orgasme-orgasme kami. Genjotan dan pompaan terus kencang dan semakin cepat. Kami dilanda histeris bersamaan. Kami berguling-guling. Ronad menyeret aku ketepian ranjang. Dengan tetap berposisi nungging, Ronad menembusi memekku dengan berdiri dari lantai. Kontol itu, duh.. sangat legit rasanya. Hunjamannya langsung merangsek hingga menyentuh tepian peranakanku. Ujung-ujungnya mentok menyentuhi dinding rahimku. Aku nggak tahan.. Ronaadd.. Edan, kami bersanggama tanpa putus selama lebih dari 40 menit. Aku kagum akan ketahanan Ronad yang 52 tahun itu. Kontolnya tetap ngaceng dan mengkilat-kilat saat akhirnya kami istirahat sejenak. Baru kali ini secara gamblang dan jelas aku menyaksikan kontol lelaki. Selama ini aku dan suamiku selalu bersanggama dalam gelap atau remang-remang. Dan kami merasa seakan tabu untuk melihati kemaluan-kemaluan kami. Aku sendiri masih malu saat Ronad melihati dan ngutik-utik kelentitku. Dan kini aku heran, kenapa demikian susah untuk tak melihati kontol Ronad ini. Aku heran, kenapa barang ini bisa menghantarkan aku pada kenikmatan yang demikian dahsyatnya. Jam 10 pagi Ronad pamit. Dia bilang mesti ke rumah sakit memenuhi janji dengan pasiennya. Aku nggak akan mencegahnya. Dia akan kembali nanti jam 3 sore. Aku nggak komentar. Suamiku telepon, dia ngajak aku makan siang di restoran, dia akan menunggu aku di bawah. Sesudah aku mandi aku keluar kamar dan turun. Aku jaga agar penampilanku nampak tetap segar. Pergulatan seksual yang penuh hasrat dan nafsu birahi antara aku dan Ronald yang pemerkosaku telah meninggalkan berbagai rasa pedih di selangkanganku. Setiap aku melangkah gesekan antara paha juga terasa nyeri. Aku harus bisa mengatasi ketidak nyamanan ini. Ternyata hingga jam 6 sore Ronad tidak balik. Mungkin ada krisis di rumah sakitnya. Anehnya, aku merasa kesepian. Aku telah terjebak dalam nikmatnya perkosaan. Aku gelisah selama jam-jam menunggu ketukan di pintu. Aku merasa sangat didera nafsu birahiku. Aku ketagihan. Aku sangat ketagihan akan legit kontolnya. Terbayang dan seakan aku merasai kembali legit itu menyesaki memekku. Walaupun resah melandaku aku mengiyakan saat suamiku mengajak aku jalan-jalan bersama teman-temannya ke Molioboro. Acaranya kami makan lesehan di jalan yang demikian terkenal di dunia itu. Sepanjang jalan dan makan aku banyak melamun. Suamiku nampak prihatin. Dia tetap hanya mengira aku kurang sehat dan dilanda rasa bosan. Dia merangkuliku dengan mesra. Aku berpikir dan melayang ke arah yang beda. Ah, Ronad, dimana kamu.. Malam itu suamiku mencumbuiku. Aku harus memberikan respon yang sebaik dan senormal mungkin. Aku merasakan betapa bedanya saat kemaluan suamiku memasuki kemaluanku. Aku tidak merasakan apa-apa. Hambar. Aku iba padanya. Tetapi sebagaimana yang biasa aku lakukan, kini aku berpura nikmat, seakan aku meraih orgasme. Dan suamiku demikian bernafsu memompakan kontol kecilnya hingga spermanya muncrat. Malam itu dia tidur dengan penuh damai dan senyuman. Sementara aku tetap gelisah, terganggu pikiran dan bayang-bayang Ronad. Besoknya, secepat suamiku pergi ke penataran aku sudah tak sabar menunggu pintu. Aku ingin ada perkosaan kembali. Ah, aku benar-benar khianat sekarang. Aku benar-benar kehilangan harkatku. Aku benar-benar bukan lagi diriku sebagaimana yang orang kenal selama ini. Aku adalah istri yang selingkuh, adalah perempuan penyeleweng. Ketika 30 menit berlalu dan pintu tak ada yang mengetuk, aku nekad. Kuputar telepon kamar Ronad. Dia nggak cepat mengangkatnya. Aku mulai kesal. Ah, akhirnya Ronad bicara. "Maafin aku sayang, baru selesai mandi, nih. Tadi malam sampai jam 11 malam. Pasien-pasienku ngantre, ada yang datang dari Wonosobo, Semarang. Aku nggak mungkin meninggalkannya, khan?!". "Bagaimana kalau aku yang ke kamarmu?" Gila, aku sudah sedemikian nekadnya. "Boleh, ayo, biar aku bukain pintu. Kamu langsung masuk sebelum ada orang lain lihat, OK?". Aku cepat merapikan pakaianku kemudian dengan cepat bergegas ke kamarnya. Benar, dia barusan mandi. Handuknya masih melilit di tubuhnya. Kuperhatikan dadanya yang bidang dan bersih. Ah, kenapa aku nggak pernah memperhatikan benar selama 2 hari ini. Bukankah dia sangat sensual. Mungkin karena kepanikanku yang selalu mengiringiku saat jumpa dan bersama dia. Kami langsung saling berpelukan dan melumat bertukar lidah dan ludah. Aku merasa diriku menjadi sangat agresif dan nggak pakai malu-malu lagi. Dengan cara seloroh, kukait ikatan handuknya hingga lepas ke lantai. Selintas tampak pemandangan yang sangat erotis di cermin besar kamar Ronad. Aku yang berbusana serba tertutup lengkap dengan kaca mata dan kerudung di kepala sedang berpelukan dengan lelaki yang bukan suamiku yang dalam keadaan telanjang bulat. Nampak jelas jembutnya yang tebal menyentuh pusarnya. Aku mencoba tertawa dalam pesona birahi saat mengamati kontolnya yang sudah mengkilat dan tegak ngaceng itu. Ronad tertawa pula sambil menggapai tanganku dan diarahkan untuk meremasi kontol itu, "Ayolah, sayang, pegang. Pegang saja, enak, lho. Nah, achh.. Enak banget tanganmu sayang.." dan dengan sedikit merinding aku mencoba menggenggamnya. Aneh dan gila dan tak pernah mimpi bahwa aku akan secara agresif akan meraih kontol lelaki yang bukan suamiku ini. Dan tiba-tiba Ronad menekan bahuku. Dia menyuruh aku untuk jongkok, "Pandangilah, sayang. Kontolku ini milikmu. Pandangilah. Indah sekali lho, ayo. Pandangilah milikmu ini", tekanannya itu sesungguhnya merupakan sebagian dari harapan dan keinginan nafsuku kini. Aku berjongkok pada lututku hingga kontolnya tepat berada tepat di depan wajahku. "Elusilah, dia akan semakin tegak dan membesar. Indah, kan..?". Ah, aku sangat kesetanan menyaksikannya. Ini merupakan sensasi lagi bagiku. Dan tangan Ronad tak henti. Dia meraih kepalaku yang seutuhnya masih berkerudung dan menariknya untuk mendekatkan wajahku ke kontolnya itu. Aku tersihir. Aku pasrah dengan tangannya yang mengendalikan kepalaku hingga kontol itu menyentuh wajahku, menyentuh hidungku. Kilatannya seakan memanas dan mengepulkan aroma. Aku mencium sesuatu yang sangat merangsang sanubariku. Bau kontol itu menyergap hidungku. Tangan Ronad tak juga henti. "Cium saja, ini punyamu, kok. Ciumlah. Ayoo, ciumlah". Ah, untuk kesekian kali aku ikut saja maunya. Ah, kontol itu menyentuh bibirku. "Ayo, cium, nggak apa-apa. Ayoo, sayang. Ciumlah. Ayoo.." Aku merem saat mulutku sedikit menganga menerima ujung mengkilat-kilat itu, sementara dorongan tangannya membuat gigiku akhirnya tersentuh ujung itu. "Ayoo, sayang..". Dan aku, dan mulutku, dan lidahku, dan hatiku, dan sanubariku, dan akuu.. Akhirnya menerima kontol Ronad menembusi bibirku, menyeruaki mulutku. Aku menerima terpaan getar nikmat yang membuat tubuhku merinding dan menggelinjang. Aku didorong oleh kekuatan macam apa ini, saat aku menerima adanya norma baru, yang selama ini merupakan sangat tabu bagiku, dan sangat menjijikkan bagi penalaranku. Bahkan aku menerima dengan sepenuh hasrat dan nafsu birahiku. Aa.. Aku.. aku.. Mulai mencium dan melumat kontol Ronad.. "Ah, sayang, kamu nampak begitu indah, sayangg.. Indah sekali, sayang.. Sangat indah, sayang.. Indah banget sayang..", Ronad meracau tidak menyembunyikan kenikmatan libido erotisnya saat melihati aku mengulum dan menjilati kontolnya. "Terus, sayang.. Terus.. Enak sekali, sayang.. Teruss..". Dan aku menunjukkan gerakan melumat dan menjilat secara sangat intens. Terkadang aku cabut kontol itu untuk aku lumati batangnya yang penuh belukar otot-otot. Tanganku tak bisa lagi diam. Sementara tangan kananku menyangga kontolnya dan mengedalikan kemana mauku, tangan kiriku mengelusi bijih pelirnya dan sesekali naik meraupi jembutnya yang sangat tebal itu. Duh.. Aku menemukan keindahan, erotisme dan pesona birahi yang tak bisa kuungkapkan dalam kata-kata. Aku hanya bisa tangkap dengan hirupan hidungku, dengan rasa asin di lidahku, dengan keras-keras kenyal dalam genggamanku, dengan nafas memburuku. Aku benar-benar larut dalam pesona dahsyat ini. Dan ketika aku rasakan Ronad mulai menggoyangkan pantatnya menyanggamai mulutku, dan ketika kudengar dia mulai benar-benar merintih dan mendesah yang membuat aku semakin terbakar oleh libidoku yang memang telah menyala-nyala aku menyadari bahwa macam nikmat birahi itu demikian banyaknya. Aku nggak pernah merasakan macam ini sebelumnya. Membayangkan saja aku tabu dan jijik. Dan ketika kini aku justru begitu intens melakukannya, tiba-tiba hadir begitu saja keinginanku untuk mempersembahkan kenikmatan yang hebat bagi lelaki bukan suamiku ini. Aku akan biarkan apabila dia menghendaki memuncratkan air maninya ke mulutku. Aku pengin merasakan, bagaimana semprotan hangatnya menyiram langit-langit mulutku. Aku pengin merasakan rasa pejuh dan spermanya di lidahku. Aku pengin merasakan bagaimana berkedutnya kontol Ronad dalam mulutku saat spermanya terpompa keluar dari kontolnya. Dan saat goyangan maju mundur pantatnya makin mengencang, tangannya mulai dengan benar-benar membuat kulit kepalaku pedih karena jambakan dan remasannya karena menahan nikmat tak terperikan dari kuluman dan jilatanku, aku sudah benar-benar menunggu kesempatan itu. Aku sendiri melenguh dan merintih dalam penantian itu. Dan dengan iringan teriakan histerisnya yang keluar terbata-bata dari mulut Ronad, akhirnya sebuah kedutan besar menggoncang rongga mulutku. Cairan kental panas luber menyiprat dan menyemprot-nyemprot langit-langit mulutku. Tak henti-hentinya. Entah 7 atau 8 kedutan yang selalu diikuti dengan semprotan air mani hangat. Mulutku langsung penuh. Terlintas kembali rasa jijik. Aku ingin muntahkan apabila kedutan itu habis. Tetapi ternyata itu lain dengan apa yang terlintas dalam benak, nafsu dan tingkah Ronad. Tangannya meraih dan menekan kepalaku untuk lebih menghunjamkam kontolnya hingga menyentuh tenggorokanku. Dan pada saat yang bersamaan dengan penuhnya air mani di mulutku, tangannya dengan kuat membekap hidungku. Sungguh kasar dan sadis dokterku ini. Seperti saat seseorang mencekoki jamu pada anaknya, aku dipaksanya menelan semua air mani yang tumpah dalam mulutku. Aku gelagapan dan hanya punya satu pilihan agar tidak tersedak. Kutelan semua cairan kentalnya. Uhh.. uh.. uh.. Ronad.. Kamu gila benar sih.. Sesudah yakin semua air maninya telah tertelan dan mengaliri tenggorokanku dia lepaskan bekapan hidungku. Aku langsung menarik nafas panjang. Aku pandangi dia. Aku heran dengan perilaku kasarnya itu. Dia menyadari betapa pandangan heranku, "Maaf, zus, aku jadi kasar, aku nggak mampu menahan nafsuku.. Aku sangat ingin menyaksikan zus yang cantiknya dari ujung kepala hingga ujung kaki menelani air maniku. Maafin saya, ya, zus. Sayang..", aku melihati matanya dan mengangguk kecil. Sesungguhnyalah aku tak begitu kecewa. Bahkan aku merasakan, betapa air mani itu juga sangat nikmat rasanya. Rasanya mengingatkan pada kelapa muda yang sangat muda. Kukatakan padanya apa yang kurasakan. "Yaa.. memang, air mani itu, khan, hormon, bersih dan sehat. Air mani itu protein juga", katanya. Aku percaya akan pengetahuan dokternya. Aku bisa ketagihan, nih. Mungkinkah aku minum sperma suamiku? Ah, jangan, nanti dia malahan curiga, dari mana aku belajar macam ini?! Bercumbu di kamar Ronad memberikan rasa lebih aman dan tenang bagiku. Aku nggak merasa diburu waktu atau khawatir sewaktu-waktu suamiku muncul di pintu. Sampai jam 11.40 kami terus menerus saling mencumbu. Pada akhir percumbuan tadi Ronad menunjukkan padaku bagaimana tampilan kontolnya saat ejakulasi. Menjelang muncrat sesudah gencar memompa kemaluanku dia cabut kontolnya. Dengan mengarahkan ujungnya ke mukaku dia kocok dengan tangannya kontolnya. Aku perhatikan bagaimana kontol itu semakin membengkak dan sangat mengkilat-kilat kepalanya. Aku menyiapkan wajahku untuk menerima terpaan semprotan air mannya. Kusaksikan bagaimana batang itu menganguk-angguk setiap semprotan itu muncrat keluar. Dan aku rasakan sangat sensasional saat dia muntahkan air maninya menyemproti mukaku, rambutku, kaca mataku dan membasahi bagian tubuhku lainnya. Aku kembali ke kamarku dan mandi untuk menunggu suamiku dari penatarannya. Aku panggil pelayan hotel untuk mencuci semua pakaianku yang bekas aku pakai bersama Ronad. Siang itu suamiku kembali mengajak aku makan di restoran. Suamiku memberi tahu bahwa besok merupakan hari terakhir penataran yang akan selesai dan ditutup pada siang hari. Suamiku bilang akan langsung pulang untuk mengejar sore harinya sudah sampai di rumah. Rencana hari ini penataran akan berhenti jam 3 sore. Rombongan suamiku telah menyiapkan bus AC untuk bersama-sama melihat Keraton Yogya. Kemungkinan rombongan yang didalamnya ada Pak Gubernur Jawa Tengah akan disambut langsung oleh Sultan Yogya. Aku diminta untuk bersiap-siap menyertai dan mendampingi Ibu Gubernur. Aku tanyakan tepatnya waktu, suamiku menjawab jam 3.20 tepat rombongan akan meninggalkan hotel. Aku boleh bersiap-siap hingga menjelang jam 3 sore itu. Mungkin suamiku tidak akan naik ke kamar, jadi aku diharapkan telah berada di lobby pada jam tersebut. Terus terang aku tidak "happy" dengan rencana itu. Bukankah berasyik masyuk dengan Ronad akan jauh lebih mengasyikkan?! Tetapi aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya. Begitu suamiku kembali ke ruang penataran, aku menelpon Ronad dari lobby dan kusampaikan programku sore ini. Dia menunggu aku di kamarnya. Kami sepakat untuk memuas-muaskan diri sampai jam 2.30. Aku sudah perhitungkan dalam 15 menit aku bisa merapikan diri dengan busana santai, sekedar jeans dan blus yang praktis, dan turun ke lobby 10 menit sebelum waktunya. Begitulah, aku merasa semakin dikejar keterbatasan. Aku merasa betapa kesempatan berasyik masyuk tinggal sesaat di siang hari ini dan besok di siang hari pula. Aku menjadi terpana ketika berpikir betapa selama mengikuti suami kali ini aku telah memasuki petualangan yang sangat berbahaya bagi kehidupan rumah tanggaku, kehidupan duniaku maupun alam fanaku nanti. Aku heran sendiri, kok mampu berbuat macam ini, melakukan penyelewengan langsung di belakang suamiku yang tengah berjuang untuk meningkatkan kehidupan kami bersama. Tetapi aku memang sedang dilanda mabok. Kenikmatan birahi ini demikian memabokkan aku. Meraih orgasme dari orang yang bukan suamiku yang pada awalnya bukan mauku. Tetapi perkosaan yang tak mampu aku lawan ini telah merubah aku menjadi istri yang nyeleweng. Dan kini justru aku yang seakan ketagihan dan berbalik mengejar sang pemerkosa itu dengan sepenuh nafsu birahiku. Kenapa aku mesti mengalami dan melewati peristiwa macam ini. Ah.. aku jadi linglung kalau memikirkannya. Biarlah apa yang terjadi, terjadilah.. Siang itu aku nampak terlampau merangsek Ronad untuk mengejar kepuasan nafsu birahiku. Aku sudah tidak menghitung-hitung risiko. Aku demikian larut dalam kenikmatan kontol Ronad. Edan. Sore harinya suamiku kembali mengajak aku makan lesehan di Malioboro. Dan malam harinya dia mecumbu aku. Aku merasa tak ada gairah sama sekali. Suamiku merasakan sikapku ini. "Udahlah ma, besok kan sudah nyampai di rumah lagi" Kasihan suamiku yang demikian memprihatinkan aku. Besoknya, waktu yang semakin sempit merembet tak mungkin kuhindari. Begitu suamiku pergi ke lantai 2, aku tak sabar lagi. Aku ketuk pintu Ronad. Kami langsung berpagutan. Aku merasakan waktu semakin mendekati habis, semakin menyala-nyala nafsu seksualku. Aku semakin merangsang untuk merangseki Ronad. Kini akulah yang mendorongnya ke ranjang. Kini akulah yang seakan memperkosanya. Kulepasi celananya, kemejanya, celana dalamnya. Kuciumi tubuhnya, dadanya, ketiaknya, perutnya, selangkangannya. Aku jadi sangat liar dan buas. Akulah yang menyanggamai dia. Dia serahkan tubuhnya untuk kepuasanku. Aku naik ke atas kontolnya. Dengan setengah menduduki tubuhnya, aku masukkan kemaluannya yang telah tegang dan kaku menembus memekku. Aku pompa dengan cepat dan penuh nafsuku. Aku dapatkan orgasmeku hanya dalam 3 menit sejak aku mulai memompa. Aku menjadi demikian blingsatan dalam gelinjang birahi yang tak lagi terkendali. Ronad nampaknya menikmati ulah keblingsatanku ini. Aku rubuh ke sampingnya. Selanjutnya Ronad mengambil alih. Kontolnya yang belum terpuaskan dia tusukkan ke memekku kembali. Dia pompakan dengan cepatnya. Rasa pedih dan perih pada bibir-bibir kemaluanku semakin terasa menyiksaku. Aku merintih dan mengaduh-aduh kesakitan. Ronad justru nampak sangat menikmati kesakitanku. Dia balikkan tubuhku dan angkat pantatku hingga aku nungging tinggi-tinggi. Aku tahu dia ingin aku menjadi anjing betinanya. Tetapi.. Acchh, .. Tidak.. tidakk.. jangann.. Rupanya Ronad tidak hendak menyanggamai kemaluanku. Dia menjilati anusku. Uhh.. aku tak pernah membayangkan sebelumnya. Dia menciumi dan menusuk-nusukkan lidahnya ke lubang pembuangan taiku. Dia nampak sangat menikmati aroma pantatku itu, sambil kedua tangannya merabai dan kemudian memerasi buah dadaku. Oohh.. ampuunn.. Ronadd.. Kenapa kamu selalu memberikan sensasi yang serba dahsyat padaku.. Kenapa kamu selalu memberikan pembelajaran berbagai nikmat sensasional begini macam padaku.. Ronaadd.. Jangann..!! Aku rasakan bagaimana ujung lidahnya menyapu bibir-bibir analku. Aku rasakan bagaimana bibir Ronad mengecupi lubang anusku. Aku rasakan bagaimana hidungnya berusaha menyergapi segala rupa aroma yang menyebar dari pantatku. Aku rasakan bagaimana ludahnya membasahi hingga kuyup seluruh wilayah di seputar analku ini. Dan puncak dari segala puncak ketakutanku akhirnya datang. Ronad bangkit. Dia setengah jongkok mengangkangi pantatku. Aku masih berpikir bahwa dia hendak menusukkan kontolnya ke memekku. Aku masih berpikir dan membayangkan nikmat jadi anjing betinanya Ronad. Aku masih berpikir bagaimana sesak dan legitnya kontol Ronad menusukki kemaluanku dengan cara nungging anjing ini. Aku sama sekali tidak berpikir lain.. Tiba-tiba, tanpa kompromi, kontol Ronad didesak-desakkanya ke pantatku. Dia hendak melakukan sodomi padaku. Edan kau Ronad, bajingan kauu.. Kamu bisa membunuh aku Ronad.. Nggak! Nggak akan aku rela melayani maumu ini Ronad.. Biar mati aku akan lawan kamu Ronad.. Aku nggak akan berikan pantatku untuk kepuasan nafsu biadabmu Ron.. Aku berguling. Kutendang perutnya, dia mengelak. Kucakar tangan dan dadanya, dia pegang tangan-tanganku, kugigit bahunya yang rebah ke wajahku, dia berkelit. Aku teriak-teriak, dia membiarkan. Kupingnya sangat menimati teriakkanku. Dia terus merenggutku dengan tanpa bicara. Aku terus menggeliat-geliat untuk melawannya. Tiba-tiba, aku nggak tahu dari mana dia mengambilnya, dia keluarkan borgol. Borgol itu borgol besi yang aku sering lihat di TV digunakan polisi saat menangkap maling atau penjahat. Tangan kiriku direnggut paksa dan diborgolkannya ke kisi-kisi ranjang Novotel. Berhasil. Kemudian dia renggut kembali tangan kananku, dia keluarkan borgol yang kedua untuk memborgolkan tangan kanan ini ke kisi-kisi yang lain. Aku langsung dilanda cemas ketakutan yang amat sangat. Akankah dia melukai aku? Aku panik. Sangat panik. Aku sangat histeris ketakutan. Aku memohon dengan tangisan panikku. "Jangan.. jangan Ronad.. ampuni akuu.. Jangan borgol aku.. Ampuni aku Ronad..", aku menghiba dalam histeris. Kini benar-benar aku seperti hewan yang dilumpuhkan yang siap menunggu penyembelihan. Akankan aku jadi hewan korban kebiadaban Ronad? "Sayang, jangan takut.. Aku nggak akan sakiti kamu.. Kamu akan aku berikan kenikmatan yang tak akan pernah kamu lupakan.." Aku masih menangis minta belas kasihannya.. Kini dia mendekat ke tubuhku. Dia gulingkan setengah miring pantatku. Dia angkat kakiku hingga melipat ke arah dadaku. Dan kembali pantatku menjadi terpampang. Kemudian dengan merapat dari arah punggungku, Ronad memeluk tubuhku. Kemudian kembali kurasakan kontolnya merapat ke arah pantatku. Dia akan terus melakukan sodomi padaku. Apa dayaku. Aku yang kini terangket, tak lagi mampu melawan dengan cara apapun. Saat dia tusuk-tusukkan kontolnya ke lubang pantatku aku mulai merasakan betapa pedih dan sakitnya. Aku rasakan seakan berjuta saraf-saraf peka di lubang analku sepertinya hancur oleh tempaan ujung kontolnya yang demikian keras itu. Aku menangis kesakitan dan penuh iba. Ronald tahu, karena dia adalah dokter. Dia hentikan tusukkannya. Dia ambil ludahnya dan dioleskan ke lubang duburku. Beberapa kali dia lakukan sebelum kemaluannya kembali untuk berusaha menembusinya lagi. Saat aku kembali berteriak sakit, dia membisikkan ketelingaku. "Kamu mesti santai, kendorkan saraf-sarafmu, jangan tegang, jangan khawatir. Kamu percaya padaku, khan?". Duh, suara Ronald langsung membiusku. Aku percaya padanya. Dan sesungguhnyalah aku sangat berhasrat padanya. Akupun berusaha untuk lebih tenang. Toh aku nggak bisa berbuat lain. Tangan-tanganku terborgol dan Ronald telah demikian melumpuhkan aku. Kemudian aku merasakan seperti ada pemukul soft ball yang memaksakan menembusi anusku. Aku yakin pantatku mulai terluka, mungkin berdarah. Beberapa kali aku rasakan Ronad mengulangi melumasi lubangku dengan ludahnya. Akhirnya setelah beberapa kali dan sedikit demi sedikit menyodok masuk, kontol Ronad berhasil tembus tertanam dalam lubang taiku. Aku mungkin kelenger. Aku tak mampu lagi merasakan sakit atau tidak sakit lagi. Aku lunglai dalam rasa panas dan pedas yang amat sangat. Aku tak mampu lagi berontak atau melawan. Aku benar-benar jadi pesakitan. Aku adalah korban keganasan Ronald. Dan saat Ronad mulai memompakan kontolnya, aku benar-benar pingsan. Entah berapa lama. Aku terbangun saat aku rasakan ada air yang menyiram wajah dan mulutku hingga aku gelagapan. Pelan-pelan aku membuka mataku. Aku belum melihat apa-apa. Aku masih mengingat-ingat apa yang telah terjadi. Kulihat ada bayang-bayang gelap yang hampir menutupi wajahku. Dan.. Biadab, anjiingg.. Begundal busuk kau Ronaadd.. Dia benar-benar gila. Dia tengah menduduki aku dengan kontolnya yang mengarah dan mengencingi wajah dan mulutku. Sebagian air kencingnya masuk kemulutku dan tertelan hingga membuat aku gelagapan tersedak-sedak. Kudengar samar-samar. "Minum, ini sundal, minum kencingku. Ayoo.. Minum.. Air segar inii.. minum perempuan sial.. Minum kencingku sundalku.." Tangannya membekap hidungku yang langsung membuat mulutku ternganga mencari nafas. Dan pada saat yang bersaman air kencing itu deras ngucur ke mulutku. Bagaimanapun aku tak terpaksa menelannya. Aku gelagapan setengah mati dan kembali pingsan. Entah berapa lama aku kelenger.. Hingga kudengar bunyi telepon keras berdering.. Kubiarkan telpon itu terus berdering hingga berhenti dengan sendirinya.. Badanku, celana jeans dan blusku, seprei ranjang, selimut, bantal, semuanya basah. Bau anyir dan pesing memenuhi kamar. Aku jadi ingat, itu air kencing. Aku juga jadi ingat tanganku, telah lepas dari borgolku. Aku jadi ingat saat terakhir yang aku ingat, Ronad menduduki dadaku dan kencing ke wajah dan mulutku.. Kemana dia sekarang..?? Dimana Ronad bajingan itu..?? Tiba-tiba rasa mual langsung menyergap aku. Aku tak mampu menahan ingatan itu dan mualku makin menjadi-jadi. Aku muntah-muntah. Telpon kembali berdering keras. Dengan terseok aku bangkit dari ranjang dan kuraih telepon, "Cepat balik ke kamarmu, penataran sudah selesai, suamimu sedang menuju ke lift untuk kembali ke kamar. Cepat..!!" itu suara Ronad. Telepon langsung putus. Aku panik. Kusambar apa yang kuingat. Aku keluar kamar Ronad dan kembali ke kamarku. Tanganku gemetar tak keruan saat memasukkan kunci pintu. Aku berkejaran dengan suamiku. Aku berkejaran dengan nasibku. Aku berkejaran dengan keutuhan keluargaku. Aku berkejaran dengan martabatku.. Dengan terseok aku berlari ke kamarku dan langsung masuk kamar mandi dan mengunci pintunya. Ah.. ini semua adalah hasil kebodohanku.. Aku benar-benar keluar dari siksaan neraka jahanam.. Kudengar seseorang membuka pintu kamar. "Ma, kok pintunya nggak dikunci..?" terdengar suara suamiku. Ah, ademnya.. damainya.. Shower dingin di kamar mandi langsung membuat kesadaranku kembali utuh. Saat aku keluar kamar mandi suamiku menjemputku dan mencium aku dengan sepenuh cinta dan kerinduannya. "Kita pulang, Ma. Ayo cepetan dandan, teman-teman sudah menunggu makan siang. Aku telepon ke kamar tadi. Kemana kamu, Ma? Shopping? Jalan-jalan?" Ah.. Suamiku.. Cinta sejatiku.. Orang yang kuingkari.. Yang aku khianati.. Sejak saat itu aku tak pernah berjumpa lagi dengan Ronald. Tak aku pungkiri, hingga kini aku masih merindukan kontolnya yang gede panjang itu. Aku masih terobsesi padanya. Aku sering membayangkan betapa kekerasan dan kekasarannya memberikan nikmat syahwatku. Dalam keadaan sendiri aku sering mencoba ber-masturbasi. Aku merindukan orgasme beruntun yang kudapatkan dari dia. Aku pernah mencoba menghubungi telpon yang tertera di kartu namanya. Ternyata dia telah pindah. Dia tidak lagi berdomisili di Malang. Saat berkumpul dengan ibu-ibu kenalanku, aku suka memancing, apakah mereka pernah periksa ke dokter kandungan? Aku berharap mereka pernah berjumpa dengan Ronald. Tetapi pertanyaanku tak ada jawabannya. Aku juga coba telpon ke Novotel, apakah ada tamu berinisial Ronald menginap di hotel ini?! Akhirnya aku menyerah. Dia telah raib dibawa angin lalu. Aku juga berharap, kapankan angin lalu juga membawa raib obsesiku? Sungguh lelah mencoba menempatkan hasrat birahi dalam penantian tanpa kunjung jelas. Aku akan berusaha melupakannya. Aku mencoba memberikan perhatian lebih banyak kepada suamiku. Aku melengkapi perabotan dapurku. Aku punya hobby memasak makanan oriental. Kemarin masakan suamiku memuji masakanku Muc Don Thit. Masakan tumis cumi yang telah aku isi dengan soun, hioko dan jamur kuping. Aku juga membuat Tom Yang Goong yang pedasnya demikian menggigit. Kami makan malam bersama dalam penerangan lilin. Aku sempat keluar keringat karena kepedasan.

Kunikmati Tubuh Sexy Tante Anne

Ini terjadi saat aku masih berusia 16 tahun, dan masih bersekolah di salah satu SMA di Medan. Namaku Chris, aku peranakan Canada-Chinese. Papaku berasal dari Canada, dan Mamaku Chinese Indonesia. Kata teman-teman wajahku sih lumayan ganteng, ehmm. Tinggiku 180 cm, nggak begitu tinggi dibandingkan dengan Papa yang 185 cm. Aku lahir di Canada, tapi sewaktu umur 10 tahun, Papa ditugaskan ke Medan, Indonesia. Jadi aku juga ikut, dan bersekolah di sana. Mula-mula terasa asing juga kota ini bagiku. Tapi lama kelamaan aku juga dapat terbiasa. Terus terang, pemikiranku lebih condong kepada pemikiran-pemikiran Timur, mungkin karena didikan Mama yang keras. Biarpun di negara-negara Barat sudah biasa terjadi hubungan seks remaja, namun aku belum pernah melakukannya dengan pacarku, well… at least pada saat itu. Hari kedua di Jakarta, aku minta diantar oleh supir ke rumah Tante Anne. Rumahnya terletak di salah satu kompleks perumahan di Jakarta Selatan. Sebelumnya Mama sudah menelepon dan memberitahukan kepadanya bahwa aku akan datang pada hari itu. “Hai… wahh sudah besar sekali kamu sekarang yah Chris… sudah nggak tanda lagi Tante sama kamu sekarang… hahaha”, seingatku kira-kira begitulah katanya sewaktu pertama kali melihatku setelah sekian tahun nggak jumpa. Wajahnya masih saja sama seperti yang dulu, seakan dia tidak bertambah tua sedikitpun. “Oh yah… tuh supirnya disuruh pulang saja Chris… ntar kamu bawa saja mobil Tante kalau mau pulang”, aku pun mengiyakan, dan menyuruh pulang supirnya. “Wah… besar sekali rumahnya yah Tante”, kataku sewaktu kami memasuki ruang tamu. Aku dengar dari Mama sih, katanya suaminya Tante Anne ini anak salah seorang konglomerat Jakarta, jadi nggak heran kalau rumahnya semewah ini. Setelah itu kami ngobrol-ngobrol, dia menanyakan keadaan Mama, Papa dan kakek. Tante Anne juga sudah lama tidak bertemu dengan Mama. Lumayan lama kami ngobrol, setelah itu dia mengajakku untuk makan malam. “Makan dulu yuk Chris… tuh sudah disiapin makanannya sama si Ning”, katanya menunjuk ke pembantunya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan. “Kita nggak nunggu Om Joe?” aku menanyakan suaminya. “Oh… nggak usah, Om mu nggak pulang malam ini katanya”, “Oh… ok deh”, kataku sambil beranjak ke ruang makan. Rumah sebesar ini cuma dihuni sendirian dengan pembantunya. Berani juga Tanteku ini. “Kamu berani pulang entar Chris? sudah malem loh ini”, katanya sambil melirik ke jam dinding yang sudah menunjukkan jam 7 lewat 30 menit. “Ah berani kok Tante…” “Hmm… mending kamu tidur di sini saja deh malem ini… tuh ada kamar kosong di atas.” “Umm… iyah deh… ntar aku telepon ke Kakek kalau gitu”, dalam hati, aku mengira bahwa
Tanteku ini menyuruhku menginap karena dia takut sendirian di rumah, sama sekali tidak ada pikiran negatif dalam otakku sewaktu aku mengiyakan tawarannya. Sehabis makan, aku pun menelepon ke rumah kakek, dan memberitahu bahwa hari ini aku menginap di rumah Tante Anne. “Oh iyah… kalau kamu mau mandi air panas, pakai saja kamar mandi Tante. Ntar kamu pakai saja bajunya Om Joe. Yuk sini!” “He… eh”, aku mengangguk sambil mengikutinya. Kamar mandi yang dimaksud terletak di dalam kamarnya. Kamarnya benar-benar mewah dan besar. Dengan tempat tidur ukuran double di tengah-tengah ruangan, mini theatre set, dan sebuah kamar mandi di sudut ruangan. “Nih… coba… bisa pakai nggak kamu?” dia memberikan T-shirt dan celana pendek kepadaku. “Bisa kayaknya”, aku pun mengambil pakaian itu dan membawanya ke kamar mandi. Sehabis dari kamar mandi, aku sempat sedikit kaget melihat Tante Anne. Dia mengenakan baju tidur tipis, tidur tengkurap di atas tempat tidur. Kelihatan dengan jelas celana dalamnya, tapi aku tidak melihat tali BH di punggungnya. Terangsang juga aku melihat pemandangan seperti itu. Kelihatannya ia tertidur saat menonton TV. TV-nya masih menyala. Aku berjalan ke arah TV, bermaksud mematikannya. Melihat adegan panas yang sedang berlangsung di TV, mendadak aku terdiam pas di depan TV. Kulihat ke belakang, Tante Anne masih tidur. Aku berdiri menonton dulu, sekedar iseng. 5 menit lagi ah baru kumatikan, begitu pikiranku saat itu. “Hey…” saat aku sedang asyik menonton, tiba-tiba terdengar teguran halus Tante Anne, diikuti oleh tawa tertahannya. Aku benar-benar malu sekali waktu itu. Aku berbalik ke belakang sambil tersenyum malu-malu. Waktu aku berbalik, kulihat Tante Anne sudah duduk tegak di atas tempat tidur. Samar-samar terlihat puting susunya dari balik baju tidurnya yang tipis. “Kirain Tante sudah tidur… hehe”, kataku asal-asalan sambil berjalan hendak keluar dari kamar. “Chris… bisa tolong pijitin badan Tante? Pegel nih semua”, terdengar suara helaan nafas panjang, dan suara kain jatuh ke lantai. Saat aku berbalik hendak menjawab, kulihat Tante Anne sudah kembali tidur tengkurap di tempat tidur, tapi kali ini tanpa baju tidur, satu-satunya yang masih dikenakannya adalah celana dalamnya. “Ya…” hanya itu saja yang bisa keluar dari mulutku. Aku pun berjalan ke arah Tante Anne. Sedikit canggung, kuletakkan tanganku di atas bahunya. “Engghh…” terdengar dia mengerang perlahan. “Om Joe kapan pulangnya Tante?” kuatir juga aku ketahuan oleh suaminya. “Emm… mungkin minggu depan… nggak tau deh… kalau Om mu sih… jarang di rumah. Mungkin seminggu pulang sekali”, dalam hatiku merasa kasihan juga kepada Tante Anne. Pantas saja dia merasa kesepian. “Fhhuuuhh…” kembali terdengar helaan nafas panjang. “Kamu sudah punya pacar Chris?” tanyanya memecah keheningan. “Yah… di Medan.” “Hehehe… cantik nggak Chris?” Tante Anne memang dari dulu senang bercanda. Sangat berbeda dengan ibuku yang kadang bersikap agak tertutup, Tante Anne adalah penganut kebebasan Barat. Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya. “Turun dikit Chris!” aku pun menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya. “Kamu duduk saja di atas pantat Tante… supaya bisa lebih kuat pijitannya.” Aku yang semula mengambil posisi duduk di sampingnya, sekarang duduk di atas pantatnya. “Unghh… berat kamu”, mendengus tertahan dia waktu kududuk di atasnya. “Hehehe… tapi katanya suruh duduk di sini”, cuek saja aku melanjutkan pijatanku. Penisku sudah terasa menegang sekali, sesekali kutekan kuat-kuat penisku ke pantat Tante Anne. Walaupun aku masih memakai celana lengkap, namun sudah terasa nikmat dan hangat sewaktu penisku kutekan ke pantatnya. “Iiihh… nakal ya… bilangin Mama kamu lho”, katanya sewaktu merasakan penisku menekan-nekan pantatnya. “Sudah belom Tante? sudah cape nih”, kataku setelah beberapa menit memijat punggungnya. “Iyah… kamu berdiri dulu deh… Tante mau balik”, aku berdiri, dan Tante Anne sekarang berbalik posisi. Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang itu berdiri tegak di hadapanku. Puting susunya yang merah kecoklatan terlihat begitu menantang. Aku sampai terbengong beberapa detik dibuatnya. “Hey… pijit bagian depan dong sekarang”, katanya. Aku duduk di atas pahanya, kuremas dengan lembut kedua payudaranya. Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku. “Ihh… geli… hihihihi…” dia cekikikan. Aku benar-benar sudah tidak bisa mengendalikan nafsuku lagi. Sekarang ini yang ada dalam otakku hanyalah bagaimana memuaskan Tante Anne, memberinya kepuasan yang selama ini jarang ia dapatkan dari suaminya. Rasa kasihan akan Tante Anne yang telah lama merindukan kehangatan laki-laki bercampur dengan nafsuku sendiri yang sudah menggelora. Aku menarik celana dalamnya dengan agak kasar. Kulihat dia hanya diam saja sambil memejamkan matanya pasrah. Kuakui inilah pertama kalinya aku melihat wanita telanjang secara nyata. Tapi agaknya aku tidak begitu canggung, sepertinya aku melakukan semuanya dengan begitu alamiah. Tante Anne membuka lebar kedua pahanya begitu celana dalamnya kulepas. Kulihat dengan jelas vaginanya dengan bulu-bulu halus yang dicukur dengan rapi membentuk segitiga di sekitarnya. “Sudah sering beginian yah kamu Chris?” tanyanya heran juga melihat aku begitu mantap. “Ehh… nggak kok… baru sekali Tante”, nafasku sudah memburu, kata-kata pun sudah sulit kuucapkan dengan tenang. Kulihat nafas Tante Anne juga sudah mulai memburu, berkali-kali ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri. “Jilatin dong Chris!” katanya memelas. Mulanya aku ragu-ragu juga, tapi kudekatkan juga kepalaku ke vaginanya. Tidak ada bau tidak enak sama sekali, Tante Anne rajin menjaga kebersihan vaginanya aku kira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah menuju ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan vaginanya. Tante Anne hanya bisa mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Kulihat ia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Aku berdiri sebentar, melepaskan semua pakaianku. Bengong dia melihat penisku yang 18 cm itu. Aku cuma tersenyum kepadanya, dan melanjutkan menjilati vaginanya. Beberapa saat kemudian ia meronta dengan kuat. “aahh… ohh God… aargghh…” bagaikan gila, dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan kepalaku supaya menempel lebih kuat lagi ke vaginanya dengan dua tangannya. Aku susah bernafas dibuatnya. “Lagi… arghh… clitorisnya Chriss… ssshh… yah… yah… lagi… oooohh…” semakin menggila lagi dia ketika aku mengulum clitorisnya, dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut. Aku memasukkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam lubang vaginanya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. vaginanya benar-benar sudah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di vaginanya dengan cepat dan kasar. Lalu ia menegang, dan tenang. Saat itu juga aku merasa cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari vaginanya. Aku jilati semuanya. “Ohh… God… bener-benar hebat kamu Chris… lemas Tante… aahh… nggak kuat lagi deh untuk berdiri… shitt… sudah lama nggak begini”, dia terbujur lemas setelah 1/2 jam yang melelahkan itu. Aku cuma tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Vaginanya sekarang terbuka lebar. Nampaknya ia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu ia sadar penisku sudah menempel di bibir vaginanya. “Ohh…” ia cuma bisa menjerit tertahan. Lalu ia pura-pura meronta tidak mau. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Aku sering lihat di film-film, dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya sangat kecil, mana mungkin bisa masuk pikirku. Tiba-tiba kurasakan tangan Tante Anne memegang penisku dan membimbing penisku ke vaginanya. “Tekan di sini Chris… pelan-pelan yah… punya kamu gede banget sih”, pelan ia membantuku memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Belum sampai seperempat bagian yang masuk ia sudah menjerit kesakitan. “Aahh… sakitt… oooh… pelan-pelan Chris… aduuh….” tangan kirinya masih menggenggam penisku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras. Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul tempat tidur. Aku merasakan penisku diurut-urut di dalam vaginanya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangan Tante Anne membuat penisku susah untuk masuk lebih ke dalam lagi. Aku menarik tangannya dari penisku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya. Kemudian kudorong penisku masuk sedikit lagi. “Aduhh… sakkkitt… ooohh… ssshh… lagi… lebih dalam Chriss… aahh”, kembali Tante Anne mengerang dan meronta. Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya supaya ia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya penisku ke dalam. Kembali Tante Anne menjerit dan meronta dengan buas. Aku diam sejenak, menunggu dia supaya agak tenang. “Goyang dong Chris”, dia sudah bisa tersenyum sekarang. Aku menggoyang penisku keluar masuk di dalam vaginanya. Tante Anne terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku. Lama juga kami bertahan di posisi seperti itu. Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata. Tiba-tiba kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan sangat kuat. Tubuh Tante Anne mulai menggelinjang, nafasnya mulai tak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri. “Ohh… ooohh… Tante sudah mau keluar nih… sshh… aahh”, goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan. “Kamu masih lama nggak Chris? Kita keluar bareng saja yuk…. aahh”, tak menjawab, aku mempercepat goyanganku. “Aahh… shitt… Tante keluar Chrisss… ooohh… gile”, dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku. Aku semakin bersemangat menggenjot. Aku juga merasa bahwa aku bakal keluar tidak lama lagi. “Aahh… sshh…” kusemprotkan saja cairanku ke dalam vaginanya. Lalu kucabut penisku, dan terduduk di lantai. “Kamu hebat… sudah lama Tante nggak pernah klimaks.” “aah… capek Tante.” “Mandi lagi yuk… lengket-lengket nih jadinya”, ia berjalan ke kamar mandi dan aku mengikutinya. Kami saling membersihkan tubuh di bawah siraman shower. Setelah mandi, kami tidur-tiduran tanpa busana, berciuman, sambil ngobrol macem-macem. VCD porno yang tadi sudah habis rupanya. Tante Anne menggantinya dengan VCD yang lain. “Eh… yang ini bagus loh Chris”, lalu ia menghidupkannya. Filmnya tentang seorang gadis yang diperkosa, sedikit sadis menurutku, tapi sangat merangsang sekali. “Tante sudah lama kepengen coba yang seperti itu Chris… kalau Om mu sih… nggak ada seninya… taunya cuman goyang, nembak, tidur… susah juga hahaha… kamu mau coba nggak?” dia tersenyum melihatku. “Hehehe… terserah…” “Ok!” lalu ia berjalan ke lemarinya. Sewaktu ia membukanya, aku terkejut juga melihat begitu banyak Sex Stuff seperti vibrator, tali, handcuff, dan banyak lagi. “Wah… banyak amat peralatannya Tante”, kataku bercanda. “He eh… yah beginilah… soalnya Om kamu jarang pulang sih. Tante kan butuh seks juga. Yah… terpaksa harus bermain dengan fantasi sendiri.” “Hehehe”, aku cuma tertawa kecil. Kulihat ia mengambil tali dari lemari. “Nih… kerjain Tante seperti yang di film itu dong Chris!” ia melemparkan tali itu kepadaku dan berjalan ke arah tempat tidur. Tempat tidur itu bergaya Eropa pertengahan, mempunyai pagar rendah berjeruji di sisi atas dan bawah. Ia memegang pagar berjeruji itu. Aku mengikat tangannya di jeruji itu, ia sekarang membungkuk membelakangiku dengan tangan terikat. Aku berjongkok dan mulai menjilati vaginanya untuk pemanasan. “Sssh… oouhh…” kembali kudengar erangannya. Setelah beberapa saat vaginanya mulai basah. “Pakai vibrator Chris!” aku berjalan ke lemari dan mengambil vibrator yang berbentuk seperti penis manusia itu. Hati-hati kumasukkan vibrator itu ke dalam vaginanya, lalu kugeser switch ke posisi “low”. Terdengar vibrator itu mulai berdengung halus. “Ouuh… aahh…” kelihatannya Tante Anne sangat menikmati permainan. Tempo permainan sangat lambat kali ini. Ia menggelinjang sedikit mengiringi dengungan halus vibrator. Sambil sebelah tanganku memegangi vibrator supaya tidak lepas dari vaginanya, aku memberinya tepukan di paha, memberinya tanda agar ia membuka pahanya selebar-lebarnya. “Jilat anus Tante Chris!” kembali ia memberi komando. Aku mulai menjilati pahanya yang putih dan jenjang, perlahan berpindah ke anus. Bosan menjilati anusnya, aku berdiri, memeluknya dari belakang, dan meremas payudaranya dengan sebelah tanganku yang masih bebas. Beberapa saat kemudian ia orgasme. Lalu ia menyuruhku memasukkan penisku ke dalam lubang anusnya. Aku sempat terkejut mendengarnya. Menurutku pasti akan sakit sekali penisku dijepit oleh lubang anusnya. Tetapi Tante Anne terus-terusan meminta dengan suara yang memelas. “Tante sudah pernah nyoba?” tanyaku ragu-ragu. “Pernah… pakai vibrator… cobain saja deh… lebih sempit loh di sini… Tante kepingin nyoba dimasukin 2 lubang sekaligus.” “Ok!” aku kembali membungkuk, kujilat bagian sekitar anusnya untuk melicinkannya. Kulihat Tante Anne merintih-rintih ketika vibrator kugoyang agak cepat, tetapi ia tidak bisa banyak meronta karena tangannya masih terikat kuat ke jeruji tempat tidur. Setelah merasa jalan masuk cukup licin aku pun mengambil ancang-ancang, kugesek-gesekkan dulu kepala penisku di sekitar anusnya. “Yahh.. langsung saja Chriss”, Tante Anne yang sudah tidak sabar, memundur-mundurkan pantatnya agar penisku bisa segera masuk ke dalam lubang anusnya. Kutarik vibrator yang masih saja berdengung itu dari belakang, supaya pantat Tante Anne makin menempel ke kepala penisku. Akibatnya vibrator itu melesak makin dalam ke vaginanya Tante Anne. “Aahh… ooohh… sshh…” semakin menggila saja dia. Pelan kudorong kepala penisku ke dalam lubang anusnya. Kepala penisku terasa sedikit pedih, aku menghentikan dorongannya sejenak. “Oooohh… yahh… terussss… deeper Chriss….” “Sssshh… oooohh…” aku hanya bisa mendesis menahan pedih yang bercampur nikmat ketika penisku masuk kira-kira setengah bagian ke dalam lubang anusnya. Menurutku masuk melalui lubang anus tidak begitu nikmat, karena tidak ada cairan yang melicinkannya. Tapi kulihat Tante Anne bagaikan sedang terbang sekarang. Nikmat sekali katanya. Kukira itu karena dua lubangnya sedang terisi. Tante Anne terus saja menggoyang-goyang pinggulnya kebelakang supaya penisku dapat masuk lebih dalam ke dalam lubang anusnya. Aku tidak dapat menahan lagi goyangannya, kubenamkan sekuat tanaga penisku ke dalam anusnya. Rasanya seperti penisku sedang di massage dengan kuat di dalam. Tanpa sadar, karena menahan nikmat tanganku menggoyang-goyangkan vibrator itu dengan kencang. Tempo permainan berubah menjadi liar sekarang. Tangan Tante Anne mencengkeram jeruji tampat tidur dan menggoyangnya karena nikmat yang tak terkira. Aku mencoba menggoyang penisku di dalam anusnya. Memang sedikit pedih karena kurangnya cairan pelicin di dalam anusnya, tapi aku tidak peduli lagi. Sesekali kugunakan tangan kiriku untuk meremas payudaranya yang tergantung-gantung itu. Beberapa saat kemudian aku merasa mau orgasme. “Aahh… oouuhh… Tante sudah mau keluar belum?” tanyaku dengan nafas memburu. “Engggh… sssssh… iyah…” Kurasakan Tante Anne semakin menggila menggoyang pinggulnya. Kemudian dia tubuhnya menegang, kemudian terkulai lemas. Aku pun merasa maniku sudah di ujung-ujungnya. Kupercepat goyangan, kuremas payudaranya dengan kasar, dan kukocok vibratornya lebih cepat lagi. Kulihat Tante Anne menjerit-jerit, tapi ia tak bisa berbuat banyak karena tangannya terikat dengan kuat. “Arrrgghh… ooohh…” seiring dengan eranganku, kusemprotkan maniku ke dalam anusnya. Kali ini kurasakan maniku keluar banyak sekali. Lalu kucabut penisku dari dalam anusnya, dan kucabut vibrator dari vaginanya. Sekilas kulihat vagina dan anusnya merah sekali dan sedikit membengkak. Kubuka ikatan tangannya dan dia memeluk serta menciumiku. Lalu kami berdua tertidur di lantai. Pengalaman ini tak akan pernah kulupakan. Sampai sekarang kami kadang-kadang masih melakukannya. Tante Anne benar-benar seorang seks maniak yang tak bisa puas, setiap kali berhubungan selalu ada saja cara-cara baru yang ia ajarkan. Kukira ini juga mempengaruhi tingkah laku seksualku.

Tante Girang Anis

Aku mendapat tugas ke sebuah kota kabupaten di Kawasan Timur Indonesia. Ada sebuah peluang proyek baru disana. Aku berangkat dengan seorang Direktur. Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja. Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut. Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut. Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security. Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan. Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel. Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh. Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat. Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5. Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut. Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan permainannya. Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku. ” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya. Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.
“Anis, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu. “Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Anis. Anis berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu. Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana. “Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku. Aku berjalan dan duduk didekat Anis. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”. “Anis,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung. Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya. “Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan. “Panggil saja namaku, A…N…I…S, Anis,” katanya. kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anis berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat. Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Anis masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi. Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anis seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Anis tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe. Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku. “Ayolah Anis, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya. Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya. “Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya. “Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”. Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana. Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos. Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur. Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya. Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan. Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru. Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya. Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai. Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku. Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian. Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku. Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya. Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”. Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya. Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali. Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Anis kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom. Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya. “Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya. Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya. Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan. Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil. Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini. 15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku. “Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”. Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku. Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan. Semenit kemudian.. “Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik. Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku. “Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!” Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat. “Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”. Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis berguling ke samping setelah menarik napas panjang. “Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku. “Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya. Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro! “Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?” “Nggak ah, asli Indonesia lho..”. Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam. Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku. “Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku. “Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng. Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku. Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya. “Hmmhh..,” ia bergumam. “Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku. Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku. “I want more, honey!” kataku. kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya. Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan. Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku. “Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak. Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir vaginanya. “Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya. Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya. Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya. Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri. Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya. Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya. Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku. “Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!” Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya. Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya. Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku. Anis masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya. Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat. Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya. Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku. Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya. kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya. “Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak. Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran. Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri. Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali. Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku. Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama. Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya. kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku. “Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan. “Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”. Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku. “Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi. Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif. Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok. Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati. Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali. Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras. Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis. Kukembalikan kakinya pada posisi semula. Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi. kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat. Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya. Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”. Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku. Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak. Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang. “Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!” “Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!” Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan. Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur. Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw. Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua. Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum. “Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil. “Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara. Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami. Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternyata Anis tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anis berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Timur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Anis.