Senin, 10 September 2012

Dikamar Tante Ninik

"Kriing.." jam di meja memaksa aku untuk memicingkan mata. "Wah gawat, telat nih" dengan tergesa-gesa aku bangun lalu lari ke kamar mandi. Pagi itu aku ada janji untuk menjaga rumah tanteku. Oh ya, tanteku ini orangnya cantik dengan wajah seperti artis sinetron, namanya Ninik. Tinggi badan 168, payudara 34, dan tubuh yang langsing. Sejak kembali dari Malang, aku sering main ke rumahnya. Hal ini aku lakukan atas permintaan tante Ninik, karena suaminya sering ditugaskan ke luar pulau. Oh ya, tante Ninik mempunyai dua anak perempuan Dini dan Fifi. Dini sudah kelas 2 SMA dengan tubuh yang langsing, payudara 36B, dan tinggi 165. Sedangkan Fifi mempunyai tubuh agak bongsor untuk gadis SMP kelas 3, tinggi 168 dan payudara 36. Setiap aku berada di rumah tante Fifi aku merasa seperti berada di sebuah harem. Tiga wanita cantik dan seksi yang suka memakai baju-baju transparan kalau di rumah. Kali ini aku akan ceritakan pengalamanku dengan tante Ninik di kamarnya ketika suaminya sedang tugas dinas luar pulau untuk 5 hari. Hari Senin pagi, aku memacu motorku ke rumah tante Ninik. Setelah perjalanan 15 menit, aku sampai di rumahnya. Langsung aku parkir motor di teras rumah. Sepertinya Dini dan Fifi masih belum berangkat sekolah, begitu juga tante Ninik belum berangkat kerja. "Met pagi semua" aku ucapkan sapaan seperti biasanya. "Pagi, Mas Firman. Lho kok masih kusut wajahnya, pasti baru bangun ya?" Fifi membalas sapaanku. "Iya nih kesiangan" aku jawab sekenanya sambil masuk ke ruang keluarga. "Fir, kamu antar Dini dan Fifi ke sekolah ya. Tante belum mandi nih. Kunci mobil ada di tempat biasanya tuh." Dari dapur tante menyuruh aku. "OK Tante" jawabku singkat. "Ayo duo cewek paling manja sedunia." celetukku sambil masuk ke mobil. Iya lho, Dini dan Fifi memang cewek yang manja, kalau pergi selalu minta diantar. "Daag Mas Firman, nanti pulangnya dijemput ya." Lalu Dini menghilang dibalik pagar sekolahan. Selesai sudah tugasku mengantar untuk hari ini. Kupacu mobil ke rumah tante Ninik. Setelah parkir mobil aku langsung menuju meja makan, lalu mengambil porsi tukang dan melahapnya. Tante Ninik masih mandi, terdengar suara guyuran air agak keras. Lalu hening agak lama, setelah lebih kurang lima menit tidak terdengar gemericik air aku mulai curiga dan aku hentikan makanku. Setelah menaruh piring di dapur. Aku menuju ke pintu kamar mandi, sasaranku adalah lubang kunci yang memang sudah tidak ada kuncinya. Aku matikan lampu ruang tempatku berdiri, lalu aku mulai mendekatkan mataku ke lubang kunci. Di depanku terpampang pemandangan alam yang indah sekali, tubuh mulus dan putih tante Ninik tanpa ada sehelai benang yang menutupi terlihat agak mengkilat akibat efek cahaya yang mengenai air di kulitnya. Ternyata tante Ninik sedang masturbasi, tangan kanannya dengan lembut digosok-gosokkan ke vaginanya. Sedangkan tangan kiri mengelus-elus payudaranya bergantian kiri dan kanan. Terdengar suara desahan lirih, "Hmm, ohh, arhh". Kulihat tanteku melentingkan tubuhnya ke belakang, sambil tangan kanannya semakin kencang ditancapkan ke vagina. Rupanya tante Ninik ini sudah mencapai orgasmenya. Lalu dia berbalik dan mengguyurkan air ke tubuhnya. Aku langsung pergi ke ruang keluarga dan menyalakan televisi. Aku tepis pikiran-pikiran porno di otakku, tapi tidak bisa. Tubuh molek tante Ninik, membuatku tergila-gila. Aku jadi membayangkan tante Ninik berhubungan badan denganku. "Lho Fir, kamu lagi apa tuh kok tanganmu dimasukkan celana gitu. Hayo kamu lagi ngebayangin siapa? Nanti aku bilang ke ibu kamu lho." Tiba-tiba suara tante Ninik mengagetkan aku. "Kamu ini pagi-pagi sudah begitu. Mbok ya nanti malam saja, kan enak ada lawannya." Celetuk tante Ninik sambil masuk kamar. Aku agak kaget juga dia ngomong seperti itu. Tapi aku menganggap itu cuma sekedar guyonan. Setelah tante Ninik berangkat kerja, aku sendirian di rumahnya yang sepi ini. Karena masih ngantuk aku ganti celanaku dengan sarung lalu masuk kamar tante dan langsung tidur. "Hmm.. geli ah" Aku terbangun dan terkejut, karena tante Ninik sudah berbaring di sebelahku sambil tangannya memegang Mr. P dari luar sarung. "Waduh, maafin tante ya. Tante bikin kamu terbangun." Kata tante sambil dengan pelan melepaskan pegangannya yang telah membuat Mr. P menegang 90%. "Tante minta ijin ke atasan untuk tidak masuk hari ini dan besok, dengan alasan sakit. Setelah ambil obat dari apotik, tante pulang." Begitu alasan tante ketika aku tanya kenapa dia tidak masuk kerja. "Waktu tante masuk kamar, tante lihat kamu lagi tidur di kasur tante, dan sarung kamu tersingkap sehingga celana dalam kamu terlihat. Tante jadi terangsang dan pingin pegang punya kamu. Hmm, gedhe juga ya Mr. P mu" Tante terus saja nyerocos untuk menjelaskan kelakuannya. "Sudahlah tante, gak pa pa kok. Lagian Firman tahu kok kalau tante tadi pagi masturbasi di kamar mandi" celetukku sekenanya. "Lho, jadi kamu.." Tante kaget dengan mimik setengah marah. "Iya, tadi Firman ngintip tante mandi. Maaf ya. Tante gak marah kan?" agak takut juga aku kalau dia marah. Tante diam saja dan suasana jadi hening selama lebih kurang 10 menit. Sepertinya ada gejolak di hati tante. Lalu tante bangkit dan membuka lemari pakaian, dengan tiba-tiba dia melepas blaser dan mengurai rambutnya. Diikuti dengan lepasnya baju tipis putih, sehingga sekarang terpampang tubuh tante yang toples sedang membelakangiku. Aku tetap terpaku di tempat tidur, sambil memegang tonjolan Mr. P di sarungku. Bra warna hitam juga terlepas, lalu tante berbalik menghadap aku. Aku jadi salah tingkah. "Aku tahu kamu sudah lama pingin menyentuh ini.." dengan lembut tante berkata sambil memegang kedua bukit kembarnya. "Emm.., nggak kok tante. Maafin Firman ya." Aku semakin salah tingkah. "Lho kok jadi munafik gitu, sejak kapan?" tanya tanteku dengan mimik keheranan. "Maksud Firman, nggak salahkan kalau Firman pingin pegang ini..!" Sambil aku tarik bahu tante ke tempat tidur, sehingga tante terjatuh di atas tubuhku. Langsung aku kecup payudaranya bergantian kiri dan kanan. "Eh, nakal juga kamu ya.. ihh geli Fir." tante Ninik merengek perlahan. "Hmm..shh" tante semakin keras mendesah ketika tanganku mulai meraba kakinya dari lutut menuju ke selangkangannya. Rok yang menjadi penghalang, dengan cepatnya aku buka dan sekarang tinggal CD yang menutupi gundukan lembab. Sekarang posisi kami berbalik, aku berada di atas tubuh tante Ninik. Tangan kiriku semakin berani meraba gundukan yang aku rasakan semakin lembab. Ciuman tetap kami lakukan dibarengi dengan rabaan di setiap cm bagian tubuh. Sampai akhirnya tangan tante masuk ke sela-sela celana dan berhenti di tonjolan yang keras. "Hmm, boleh juga nih. Sepertinya lebih besar dari punyanya om kamu deh." tante mengagumi Mr. P yang belum pernah dilihatnya. "Ya sudah dibuka saja tante." pintaku. Lalu tante melepas celanaku, dan ketika tinggal CD yang menempel, tante terbelalak dan tersenyum. "Wah, rupanya tante punya Mr. P lain yang lebih gedhe." Gila tante Ninik ini, padahal Mr. P-ku belum besar maksimal karena terhalang CD. Aksi meremas dan menjilat terus kami lakukan sampai akhirnya tanpa aku sadari, ada hembusan nafas diselangkanganku. Dan aktifitas tante terhenti. Rupanya dia sudah berhasil melepas CD ku, dan sekarang sedang terperangah melihat Mr. P yang berdiri dengan bebas dan menunjukkan ukuran sebenarnya. "Tante.. ngapain berhenti?" aku beranikan diri bertanya ke tante, dan rupanya ini mengagetkannya. "Eh.. anu.. ini lho, punya kamu kok bisa segitu ya..?" agak tergagap juga tante merespon pertanyaanku. "Gak panjang banget, tapi gemuknya itu lho.. bikin tante merinding" sambil tersenyum dia ngoceh lagi. Tante masih terkesima dengan Mr. P-ku yang mempunyai panjang 14 cm dengan diameter 4 cm. "Emangnya punya om gak segini? ya sudah tante boleh ngelakuin apa aja sama Mr. P ku." Aku ingin agar tante memulai ini secepatnya. "Hmm, iya deh." Lalu tante mulai menjilat ujung Mr. P. Ada sensasi enak dan nikmat ketika lidah tante mulai beraksi naik turun dari ujung sampai pangkal Mr. P "Ahh.. enak tante, terusin hh." aku mulai meracau. Lalu aku tarik kepala tante Ninik sampai sejajar dengan kepalaku, kami berciuman lagi dengan ganasnya. Lebih ganas dari ciuman yang pertama tadi. Tanganku beraksi lagi, kali ini berusaha untuk melepas CD tante Ninik. Akhirnya sambil menggigit-gigit kecil puting susunya, aku berhasil melepas penutup satu-satunya itu. Tiba-tiba, tante merubah posisi dengan duduk di atas dadaku. Sehingga terpampang jelas vaginanya yang tertutup rapat dengan rambut yang dipotong rapi berbentuk segitiga. "Ayo Fir, gantian kamu boleh melakukan apa saja terhadap ini." Sambil tangan tante mengusap vaginanya. "OK tante" aku langsung mengiyakan dan mulai mengecup vagina tante yang bersih. "Shh.. ohh" tante mulai melenguh pelan ketika aku sentuh klitorisnya dengan ujung lidahku. "Hh.. mm.. enak Fir, terus Fir.. yaa.. shh" tante mulai berbicara tidak teratur. Semakin dalam lidahku menelusuri liang vagina tante. Semakain kacau pula omongan tante Ninik. "Ahh..Fir..shh..Firr aku mau keluar." tante mengerang dengan keras. "Ahh.." erangan tante keras sekali, sambil tubuhnya dilentingkan ke kebelakang. Rupanya tante sudah mencapai puncak. Aku terus menghisap dengan kuat vaginanya, dan tante masih berkutat dengan perasaan enaknya. "Hmm..kamu pintar Fir. Gak rugi tante punya keponakan seperti kamu. Kamu bisa jadi pemuas tante nih, kalau om kamu lagi luar kota. Mau kan?" dengan manja tante memeluk tubuhku. "Ehh, gimana ya tante.." aku ngomgong sambil melirik ke Mr. P ku sendiri. "Oh iya, tante sampai lupa. Maaf ya" tante sadar kalau Mr. P ku masih berdiri tegak dan belum puas. Dipegangnya Mr. P ku sambil bibirnya mengecup dada dan perutku. Lalu dengan lembut tante mulai mengocok Mr. P. Setelah lebih kurang 15 menit tante berhenti mengocok. "Fir, kok kamu belum keluar juga. Wah selain besar ternyata kuat juga ya." tante heran karena belum ada tanda-tanda mau keluar sesuatu dari Mr.Pku. Tante bergeser dan terlentang dengan kaki dijuntaikan ke lantai. Aku tanggap dengan bahasa tubuh tante Ninik, lalu turun dari tempat tidur. Aku jilati kedua sisi dalam pahanya yang putih mulus. Bergantian kiri-kanan, sampai akhirnya dipangkal paha. Dengan tiba-tiba aku benamkan kepalaku di vaginanya dan mulai menyedot. Tante menggelinjang tidak teratur, kepalanya bergerak ke kiri dan kanan menahan rasa nikmat yang aku berikan. Setelah vagina tante basah, tante melebarkan kedua pahanya. Aku berdiri sambil memegang kedua pahanya. Aku gesek-gesekkan ujung Mr. P ke vaginanya dari atas ke bawah dengan pelan. PErlakuanku ini membuat tante semakin bergerak dan meracau tidak karuan. "Tante siap ya, aku mau masukin Mr. P" aku memberi peringatan ke tante. "Cepetan Fir, ayo.. tante sudah gak tahan nih." tante langsung memohon agar aku secepatnya memasukkan Mr. P. Dengan pelan aku dorong Mr. P ke arah dalam vagina tante Ninik, ujung kepalaku mulai dijepit bibir vaginanya. Lalu perlahan aku dorong lagi hingga separuh Mr. P sekarang sudah tertancap di vaginanya. Aku hentikan aktifitasku ini untuk menikmati moment yang sangat enak. Pembaca cobalah lakukan ini dan rasakan sensasinya. Pasti Anda dan pasangan akan merasakan sebuah kenikmatan yang baru. "Fir, kok rasanya nikmat banget.. kamu pintar ahh.. shh" tante berbicara sambil merasa keenakan. "Ahh.. shh mm, tante ini cara Firman agar tante juga merasa enak" Aku membalas omongan tante. Lalu dengan hentakan lembut aku mendorong semua sisa Mr. P ke dalam vagina tante. "Ahh.." kami berdua melenguh. Kubiarkan sebentar tanpa ada gerakan, tetapi tante rupanya sudah tidak tahan. Perlahan dan semakin kencang dia menggoyangkan pinggul dan pantatnya dengan gerakan memutar. Aku juga mengimbanginya dengan sodokan ke depan. Vagina tante Ninik ini masih kencang, pada saat aku menarik Mr. P bibir vaginanya ikut tertarik. "Plok.. plok.. plokk" suara benturan pahaku dengan paha tante Ninik semakin menambah rangsangan. Sepuluh menit lebih kami melakukan gaya tersebut, lalu tiba-tiba tante mengerang keras "Ahh.. Fir tante nyampai lagi" Pinggulnya dirapatkan ke pahaku, kali ini tubuhnya bergerak ke depan dan merangkul tubuhku. Aku kecup kedua payudaranya. dengan Mr. P masih menancap dan dijepit Vagina yang berkedut dengan keras. Dengan posisi memangku tante Ninik, kami melanjutkan aksi. Lima belas menit kemudian aku mulai merasakan ada desakan panas di Mr. P. "Tante, aku mau keluar nih, di mana?" aku bertanya ke tante. "Di dalam aja Fir, tante juga mau lagi nih" sahut tante sambil tubuhnya digerakkan naik turun. Urutan vaginanya yang rapat dan ciuman-ciumannya akhirnya pertahananku mulai bobol. "Arghh.. tante aku nyampai". "Aku juga Fir.. ahh" tante juga meracau. Aku terus semprotkan cairan hangat ke vagina tante. setelah delapan semprotan tante dan aku bergulingan di kasur. Sambil berpelukan kami berciuman dengan mesra. "Fir, kamu hebat." puji tante Ninik. "Tante juga, vagina tante rapet sekali" aku balas memujinya. "Fir, kamu mau kan nemani tante selama om pergi" pinta tante. "Mau tante, tapi apa tante gak takut hamil lagi kalau aku selalu keluarkan di dalam?" aku balik bertanya. "Gak apa-apa Fir, tante masih ikut KB. Jangan kuatir ya sayang" Tante membalas sambil tangannya mengelus dadaku. Akhirnya kami berpagutan sekali lagi dan berpelukan erat sekali. Rasanya seperti tidak mau melepas perasaan nikmat yang barusan kami raih. Lalu kami mandi bersama, dan sempat melakukannya sekali lagi di kamar mandi.

Bersama Vina Teman Adikku

Vina kutemui ketika mengantar dan menghadiri wisuda adikku, Feby si bungsu di sebuah universitas terkenal di Bandung. Ketika itu aku berperan menjadi sopir keluarga karena harus mengantar jemput keluarga yang datang dari Sumatra. Si bungsu ini adalah cewek terakhir di keluargaku yang menjadi sarjana. Dalam usia 21 tahun, dengan otaknya yang encer ia menjadi sarjana tercepat di keluargaku. Eh bukan mau cerita tentang Feby nih, tetapi temannya, si Vina mojang geulis yang wajahnya Bandung banget itu. Mereka sama-sama wisuda, meski dari jurusan yang berbeda. Feby di HI, sedang Vina di Ekonomi. Pendek cerita, usai mengantar Feby adikku dan orang tua dari Medan ke arena wisuda, tiba tiba datang perintah dari Feby.
"Bang, please, darurat nih, tolong jemput temanku Vina di Salon XX, udah jam segini bokap nyokapnya belum nyampe. Ntar nggak dapat tempat duduk lagi.." katanya dengan wajah memelas. "OK, putri duyung, yang dekat PLN itu kan? Ah, gimana aku bisa tahu wajahnya?" "Yang paling cantik di salon dan pakai kebaya krem, itu sudah pasti Vina! Jangan coba merayu, ntar aku kasih tahu kakak di rumah lho.." "OK bawel.." Meski macet, cuma 5 menit kemudian aku telah mencapai salon tempat Vina menunggu. Wah, itu dia, pikirku melihat cewek pakai kebaya krem tengah memijit- mijit ponsel. Sialan si Feby, nomor HP-nya tidak diberi kepadaku. Begitu dekat aku langsung menyapanya. "Vina ya?" "Hmm.. Bang John ya, sorry nih merepotkan, bokap masih jauh di jalan Bang.." "Oh, nggak pa-pa Vin, santai aja, lagian kan dekat.." Aku membukakan pintu Taft bututku dan dengan sedikit kesulitan dia naik. Tubuhnya dibalut kebaya, benar-benar seksi. Kututup pintu dan pelan pelan aku jalankan mobil. Aku bisa memperkirakan Vina tingginya 167 cm, beratnya sekitar 50-51 kg. Dengan model kebaya yang dadanya agak tinggi, payudaranya pasti berkisar 36B. Usianya pastilah masih seumur dengan adikku Feby, 21 atau 22 tahun. Bandingkan dengan aku yang sudah 35 tahun. Lho buat apa lagi dibandingkan, maksudku ini adalah cewek tipeku. "Bang, Kakak nggak ikut?" "Kakak siapa Vin?" tanyaku berlagak bego. "Kakak istri Abang.." Buset, kapan dia kenalan sama bini gue ya, pikirku. "Oh, ada di rumah Vin, eh di sekolah antar si kecil.." Alamak, kok jadi grogi gini gue. "Beberapa kali Vina ke rumah ama Feby, Abang selalu di luar kota.." "Hehehe.. Biasalah Vin, cari sesuap nasi ama segenggam berlian.." "Hihihi.. Si Abang bisa aja.." "Hmm.. Kamu udah ada yang dampingi nih di wisuda nanti..?" tanyaku. "Belom nih Bang.. Cariin dong.." "Ah, masak cewek secakep kamu nggak ada yang dampingi.." Aku mulai memasang jerat. Benar saja, wajahnya langsung bersemu merah. Aku tahu bahwa Vina ini adalah tipe cewek yang ramah, sedikit cerdas tetapi sialnya dia juga termasuk grup penggoda, hehehe.. "Terus, ntar mau kerja atau lanjut nih Vin?" tanyaku basa basi agar tidak terlalu ketahuan sedang menebar jerat. "Bokap bilang sih lanjut ke Amrik, gue sih masih pengen main dulu Bang.." "Lho disuruh sekolah kok malah main.. belum puas main sama teman teman..?" "Iya nih Bang, cowok gue belum tamat hahaha.." "Lho tadi bilangnya belum ada pendamping..?" Karena keasyikan mengobrol, kami tahu-tahu sudah sampai di gerbang masuk. Feby melambai-lambai dan kemudian mendekat. "Hi Vin, ngobrol apa sama Abang gue? Hati hati lo, gue kurang percaya tuh sama Abang gue.." Ah, sialan si Feby menjelekkanku lagi. "Ah, nggak kok Vin.. Lagian kalau gue dirayu juga berarti gue emang cantik, hihihi.." Aku tinggalkan mereka menuju tempat parkir. Buset dah, benar-benar nasib seorang sopir, habis mengantar penumpang eh tamu masih juga harus keringatan mencari tempat parkir. Tapi karena habis ngobrol sama cewek keren lelahnya tidak terasa juga. Hmm.. Vina, aku suka lihat wajahnya, bodinya alamak. Kulitnya yang putih bersih tampaknya dirawat dengan baik. Semasa kuliah dulu aku suka mengatakan bahwa cewek-cewek seperti Vina ini Bandung sekali atau Jawa sekali sesuai dengan asalnya. Aku sih, Sumatra sekali, hehehe. Menurut istriku aku tidak ganteng-ganteng amat, yang ganteng mah si Mamat, hehehe.. Memang istriku sekarang bukan yang pertama tapi yang terakhir juga bukan. Usai wisuda aku masih harus mengantar adikku Feby, orang tua, istri dan kedua anakku ke restoran Sunda untuk merayakan hari bahagia si bungsu bawel itu. Ketika tiba di parkiran, Feby mengangsurkan ponselnya dengan berbisik. Barangkali takut dilihat oleh istriku. "Bang, sini nih, Vina mau ngomong.. Awas jangan rayu-rayu ya.." ujarnya. "Halo.. Vina ya.. Selamat ya Vin, sampai tadi lupa ngucapin selamat, hehe.." "Makasih Bang, makasih banget lo jemputannya.. Hmm.. Ntar kapan-kapan, Abang Vina undang datang ya.." Kubayangkan Vina dengan senyum manisnya. Dia mau ngundang aku dan keluarga atau aku sendiri ya, pikirku agak surprise. Ah, gue yakin dia ngundang aku sendiri nih! Gak papa-lah ge-er dikit. "OK deh, sayang.." Uppss, baru kenal gue bilang apa tadi? "Sayang nih.. Ntar ditimpuk sama bini loh Bang.." "Hehehe.. Nice to meet you Vin, salam sama keluarga ya.." kataku, yang ini agak keras agar Feby nggak curiga. Sedang istriku sibuk bermain dengan kedua anakku, jadi nggak perlu kuatir. Ah, sial lagi.. Aku tidak sempat mencatat nomor HP-nya. Tapi toh nanti malam masih bisa lihat di ponsel Feby kok, pikirku mulai keluar isengnya. Dua minggu setelah acara wisuda tersebut tiba tiba aku menerima SMS. "Bang, lagi di mana nih.. Ada acara nggak? Vina" Hah? Gak salah nih, pikirku. Dengan pura pura menahan diri, 5 menit kemudian baru aku jawab dengan menelepon langsung. Tengsin dong SMS balik. "Hai Vin, apa kabar? Aku lagi di Jakarta nih.. Lagi makan nih ama teman-teman di.." kataku menyebut suatu tempat di Plaza Senayan. "Nah, itu dia.. Vina juga lagi di Jakarta nih Bang, lagi boring.." "Lho.. Aku pikir jadi ke Amrik" kataku sekenanya. "Males Bang, Vina lagi di tempat sodara nih.. Abang kapan pulang Bandung?" "Lusa.. Kamu?" "Iya, boleh dong kita pulang bareng.. Vina naik kereta Bang" Buset dah, benar kan kata gue, Vina tipe penggoda. "Hmm.. Gimana ya.." kataku sok ragu, padahal udah pengen banget. "Kita lihat nanti ya, Vin. Ntar sore Abang telepon kamu. Eh, Feby tahu nggak kamu ada di Jakarta?" "Nggak Bang, mau Vina kasih tahu sama Feby dan istri Abang?" "Haha.. Bukan gitu maksudku, ok deh ntar jam 5 sore Abang telepon kepastiannya ya.." kataku bersorak. Memang kalau rejeki nggak bakal lari ke mana-mana. Cepat-cepat aku bereskann tugasku di Jakarta. Sebetulnya sore ini juga sudah selesai tapi teman-teman di Jakarta seperti biasa suka mengajak main bilyar dan karaoke. Jadi sorry friends, kali ini aku ada urusan penting, mesti cabut. Jam 5 sore aku telepon Vina. Aku bertanya dia sedang apa, kalau boring mengapa tidak jalan-jalan bersama saudara atau teman-temannya. "Abang ada acara nggak ntar malam? Ajakin Vina nonton dong?" Katanya dari seberang sana. "Ok Vin, gue takut macet, gimana kalau kita ketemuan di 21?" Pendek cerita, Vina dengan jeans ketat dan T-shirtnya aku temui di 21. Dia sudah beli tiket untuk berdua. Mentang-mentang kaya, tiket saja dibelikan olehnya. Aku tidak ingat apa judulnya. Yang jelas begitu masuk gedung bioskop, aku gandeng tangan Vina seperti yang diinginkannya. Vina memulai sinyal dengan mengatakan sedang boring, ingin jalan dan sebagianya. Kubelai rambutnya dan seperti sudah kuduga, dia merebahkan bahunya sepanjang film berputar. Tak ada penolakan ketika jemariku menyusup ke balik T-shirt dan branya. Semua lancar. Ia melenguh ketika kupelintir putingnya dan kuelus perutnya. Ketika jemariku menyusup ke sela-sela pahanya, ia berbisik.. "Jangan di sini Bang.." Itu sudah sesuai dengan harapanku dan harapannya. Aku juga sudah tegang sekali ketika keluar dari gedung bioskop. Di dalam mobil, seperti harimau kehausan kami berciuman dengan gairah. Aku suka suara lenguhnya, kepasrahannya ketika kusedot putingnya dan jariku menelusup ke celah-celah memeknya yang sudah basah sekali. Tubuh Vina bergetar. Aku ingin membuatnya menjadi wanita yang sesungguhnya ketika berhubungan intim. "Vina, Abang pengen jilat memek kamu sayang.." "Hmm.. terus Bang, Vina udah nggak tahann.." Bulu-bulu halus memeknya kusibak, kelentitnya yang sudah mengeras sungguh nikmat dikulum. Aromanya sungguh harum dan bentuknya tampak terawat. Tubuhnya sampai bergetar getar menahan nikmat. Tangannya aku arahkan meremas kontolku. Tetapi ternyata dia lebih suka blowjobb. Pada saat yang sama aku tidak menyia-nyiakan kesempatan meremas dadanya yang montok. Apa boleh buat, di mobil yang sempit ini harus terjadi pergumulan yang menggairahkan. Aku pastikan tidak ada manusia yang melihat kegaduhan nikmat ini. Jangan sampai kepergok Satpam karena bisa malu. Sedotan lidahnya sungguh membuatku melayang jauh. Tanganku tak henti meremas payudaranya yang indah dengan puting kecoklatan yang sudah mengeras. Pada saat lain aku pelintir dan sedot putingnya hingga membuatnya semakin basah. Karena di depan terlau sempit, aku mengajaknya pindah ke jok belakang. Vina dengan tak sabar melepas celana dalam hitamnya. Aku sungguh terangsang melihat wanita dengan CD hitam, sepertinya Vina tahu selera seksku, heheh.. Tampaknya Vina adalah tipe cewek blowjob mania karena ia terus saja mengoral batangku. Kupikir hobinya ini sejalan dengan hobiku mengoral memek cewek. Kuberi isyarat agar ia mengambil posisi 69 dengan aku di bawah. Vina mengangguk lemah. Aku suka melihat matanya yang sayu. Gila, memek si Vina memang OK, masih kelihatan garis vertikalnya dengan kelentit yang sungguh imut dan mengeras. Segera kuremas pantatnya dan kujilat perlahan paha dalamnya sebelum memasuki area memeknya. Vina melenguh hingga aku makin terangsang dengan suaranya yang sendu. "Ouhh.. Please Johnn.. Kamu apain memekku say, enak bangett!" "Hmm.." hanya suara itu yang keluar dari mulutku sambil menyeruput cairan memeknya yang mulai banjir. Sementara jemari Vina yang halus masih menggenggam kontolku "Say.. Vina nggak tahan.. Vina mau keluar sayang.. Terus terus.. Isep kacangku.. Ahh!" Aku memang selalu ingin memuaskan cewek-cewek yang making love denganku. Menurutku ini adalah salah satu rahasia cewek-cewek selalu ketagihan ngentot denganku. Perlakukanlah wanita dengan gentle, jangan egois. Mereka adalah makhluk yang butuh perhatian dan belaian. Jangan bersikap bodoh meninggalkan mereka meraung-raung karena tak terpuaskan. Ada saat tertentu kapan kita membuat mereka tak bisa berhenti. Vina akhirnya mencapai orgasme. Ia terduduk lemah namun tangannya masih menggenggam batangku yang masih ngaceng dan berdenyut-denyut. "Makasih ya Bang, Abang sungguh laki-laki yang baik! Sekarang Vina pengen memuaskan Abang.." Nah lo, benar kan kataku, jika puas wanita sebetulnya tidak egois. "Iya Vina cantik, kamu istirahat dulu.. Gak usah terburu-buru, kita masih punya waktu sampai besok kan?" "Ih, Abang nakal.." katanya sambil meremas kontolku. "Sekarang Vina pengen lagi Bang.. Pengen dimasukin sama kontol Abang.." "Tapi kamu kan masih perawan Say..?" "Lho kok Abang tahu sih?" "Kan Abang sudah periksa tadi, hehehe.." "Ihh.. Nakal deh.. Vina jadi malu.." katanya manja. "Vin, Abang sayang kamu, tetapi untuk memerawani kamu Abang sungguh nggak tega.." "Tapi kan Vina yang mau.. Please Bang.. Vina rela" "Vin, kalau dengan oral saja kamu bisa orgasme, ngapain harus sampai berdarah?" Yang benar benar tidak kuduga, Vina menangis. Wah, kacau deh.. Tapi aku tidak ingin bicara lagi. Perlahan kukecup bibirnya, kuhapus airmatanya dan benar pemirsa eh pembaca, gairahnya mulai naik kembali. Segera dikulumnya kontolku. Hmm.. Enak sekali. Dan aku kembali mengajaknya ke posisi VW (Vosisi Wenakk), favoritku mengerjai memek cewek dari belakang alias posisi 69. Aku berkonsentrasi agar kali ini spermaku dapat muncrat di mulutnya. Tipe cewek pehobi blowjob adalah penyelesaian akhir harus di mulutnya. Kusedot kelentit Vina dengan lembut tetapi kuat dan itu cukup membuatnya makin menguatkan sedotannya pada kontolku. Memek Vina memang beraroma perawan, cairannya sungguh kental dan aku senang menelannya. Kontolku berkedut-kedut seakan mau muncrat, tetapi kutahan. Aku ingin kali ini aku dan Vina mencapai orgasme bersamaan. "Ohh.. Johnn.. Fuck me please, pengen keluar say.. Ouhh.." teriaknya. Itu adalah pertanda bahwa kurang dari 1 menit lagi dia akan mengalami orgasme. Jadi sebetulnya orgasme bisa diukur alias terukur. Kupercepat sedotanku pada kedelai Vina yang memerah sambil tanganku berusaha meraih payudara dan putingnya. Kuremas untuk memberi extra kenikmatan padanya. "Auhh.. Johnn.. Vina keluar.. Ahh.. Ahh.." lenguhnya panjang. Dan seperti yang kuperhitungkan akhirnya aku juga mengeluarkan pejuku dan muncrat ke wajahnya. Dapat kurasakan mulut Vina menyeruput kontolku dengan cepat. Aku sampai kehabisan kata-kata untuk melukiskan bagaimana perasaan nikmatku! Kupeluk Vina dan kubelai rambutnya, sambil say thanks! Aku tahu bahwa Vina bakal ketagihan. Aku sebenarnya ingin menceritakan lanjutan perjalanan yang menggairahkanku ke Bandung dengan Vina. Seluruh sensasi yang aku dan Vina dapatkan. Ternyata Vina juga menyukai ngentot sambil berdiri. Di beberapa lokasi kami terpaksa berhenti mencari tempat rimbun pepohonan. Vina segera menyender di batang pohon dan dengan nafas terengah-engah melepaskan celananya. Posisi yang menggairahkan. Dengan berjongkok aku isep memeknya yang cepat basah itu. Kadang ia menungging dan aku sedot itilnya dari belakang. Aku juga mencapai orgasme dengan menggosok-gosok memeknya dengan batangku. Percaya atau tidak bahwa Vina masih tetap perawan sampai akhirnya dia berangkat ke Wisconsin, USA untuk melanjutkan studi. Sekarang aku masih merindukannya. Ia masih sering merngirim SMS dengan untaian kata kata, jilat, jilat dan jilat say.

Dengan Gadis SMA Masih Belia

Peristiwa ini terjadi ketika David berumur 36 tahun. David adalah seorang ayah yang memiliki 3 orang anak, David bekerja di bidang medis, dan kini tinggal di Jakarta Selatan. Wajahnya lumayan tampan, sedangkan istri David berkulit hitam manis dengan tinggi tubuhnya sekitar 165 cm, rambut lurus dan halus. Kehidupan seks David selama ini sangat normal, bahkan David termasuk laki - laki yang memiliki selera berhubungan seks yang tinggi. Tidak hanya sekarang, bahkan sejak David berusia 17 tahun pada saat dirinya tumbuh dewasa. Disuatu malam yang dingin, David sengaja menghabiskan waktu untuk bermesraan bersama istrinya, mereka berdua duduk bersama dengan posisi istri berada di pangkuan, David menyentuh rambutnya dan tangannya bergerak ke leher istrinya, istri melenguh, tangannya mencari dan mencoba meraih penis yang sudah tegang keluar celananya. Tangan kanan david kemudian bergerak turun dari leher ke arah pinggul, istrinya bergeser turun dari pangkuannya, menarik pahanya, otomatis dasternya terangkat. kamu tahu apa?, Ternyata istrinya tidak menggunakan CD. Bahkan dengan istri, David harus mendapatkan kepuasan, tetapi sebagai laki - laki normal, David juga memiliki fantasi melakukan hubungan seks dengan wanita lain. David akan sangat bersemangat dengan seorang perempuan yang kurus, tinggi, ramping dan memiliki payudara yang tidak terlalu besar, Itulah gambaran perempuan yang menjadi idaman David. Menjelang Hari Valentine, David teringat kejadian 5 tahun yang lalu, dan David mencoba untuk menuangkan dalam sebuah tulisan: Antara 1997 - 1998 aku diberi tugas belajar di Surabaya. Kota Surabaya sangat tidak asing bagiku karena di sanalah aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku memutuskan untuk tinggal di asrama karena aku tidak ingin merepotkan kerabatku, toh juga hanya enam bulan?. Setelah sampai di asrama aku langsung berusaha menata pakaian - pakaianku ke almari dan buku - buku yang aku bawa terlihat masih sangat berantakan, sungguh aku memerlukan semangat pendorong untuk melakukan pekerjaan yang melelahkan ini. Akhirnya aku pun melakukan masturbasi. Dalam pikiranku, "Aku tidak bisa seperti ini terus.. aku memerlukan seseorang yang dapat memenuhi nafsu dan gairahku". Keesokan harinya aku berusaha mencari teman - teman lamaku yang dulu ada di kota ini, satu - persatu mereka aku telepon. Singkatnya, ternyata aku telah kehilangan kontak dengan mereka, nomor - nomor ponsel mereka sudah tidak aktif. Hanya ada satu yang masih aktif, dia adalah Hani, usianya lebih tua dariku, Hani sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Dulu kami pernah dekat, sering bersama saat belajar kelompok. Hani keturunan chinese, cukup tinggi untuk seorang wanita, berkulit putih dan berdada rata. Awalnya kita berdua hanya melakukan telepon satu sama lain, berdiskusi, makan dan pergi bersama, sampai suatu hari (pada pertengahan Februari) dia menelponku sambil menangis tersedu-sedu dan dia mengatakan ingin bertemu denganku. "Mas, bisa gak kita bertemu, aku ingin cerita". "Bisa, baiklah kita bertemu di tempat biasa". Dengan Lancer th 83'an aku pergi menemuinya, setelah bertemu Hani mengajakku pergi kerumahnya. "Ak tidak bisa melakukan ini, aku tidak ingin membuat suasana keruh bersama suamimu", ucapku kepada Hani. "Tidak apa - apa, ayo pergi bersamaku", ucap Hani. Dalam perjalanan kami berbicara macam - macam mulai ilmiah, politik, sampai hal - hal yang kotor. "Mas, kapan kamu akan pergi ke Jakarta?" Dia bertanya ( jadwal aku untuk pulang ke rumah setiap bulan ). "Minggu depan, emang knapa?" Tanyaku kembali. "Tidak apa - apa sih, pengin nanya aja". 'Masak sih cuma pengin nanya saja, Pengin yang lain - lain kan, pengin nyoba?', jawabku. 'Hehehehe dasar ngeress aja yang ada dipikiran mas.. Setelah sampai ke tempat tujuan, di sebuah rumah yang tidak aku ketahui, Hani membuka pintu. "Ini rumah siapa ????? Serambi kotor, penuh debu, kaya beberapa hari tidak disapu, kebangetan deh.' Tanyaku heran. Ini rumah orang tuaku, kemarin abis dikontrakin, seminggu sekali aku kesini dan membersihkannya", jawabnya sambil masuk ke rumah gak terawat tersebut. "Sebentar ya, aku mau masukin mobil dan segera kembali lagi..." Dalam pikiranku, "Meskipun teras penuh debu kotor, namun rumah ini gak pengap... Cukup nyaman, furniturnya juga masih bagus,". Hani mempersilahkanku duduk, sementara dia menyaapu teras depan rumah tersebut. "Anggap aja rumah sendiri mas, gak usah sungkan, Aku mau bersih-bersih bentar,' katanya. "Iya, ini rasanya udah kayak dirumah sendiri bersama istri sendiri," kataku sedikit menggodanya. "Terserah deh, eh aku mau mandi dulu?" ucap Hani. Otakku dipenuhi pikiran ngeres, ngebayangin lekukan payudara Hani yang terlihat jelas dibalik baju transparan yang dikenakannya sehingga putingya terlihat sedikit menyembul. Ngomong-ngomong ada apa memintaku datang ke tempat ini? Apakah kamu punya masalah yang serius, masalah apa itu?" Aku bertanya lebih lanjut tanpa basa basi, ia pindah tempat duduk kesebelahku. "Masalah keluarga mas...", Katanya. "Apakah itu tentang seks?" Aku bercanda dengannya. "Ah kamu tetep aja kaya dulu mas, sableng, dan tidak jauh dari yang gitu - gituan"... Tapi ada benernya sih meskipun tidak secara langsung," jawabnya. Kemudian Hani bercerita panjang lebar, intinya adalah rasa tidak puas, sikap otoriter suaminya dan selalu disalahkan ketika ada ketidaksepakatan dengan pada suatu masalah. "Aku bener-bener sudah capek, Mas Sony suamiku selalu berpihak sama ibunya, ketika aku mencoba menjawab persoalan dengan mertua, justru mertuaku mengomel habis - habisan". Terisak ia mengakhiri kisahnya. Ketika aku memegang tangannya, dia hanya terdiam, kemudian berkata lembut "Bolehkah aku bersandar di dada kamu mas?". Aku mengangguk dan cepat - cepat meraih dan membelai lembut rambut sebahunya. Aku mencium keningnya dengan lembut, Hani mendongak dan berbisik pelan "Mas, aku membutuhkan dukungan, kasih sayang dan belaian mesra." Pada saat itu aku merasa hanyut dengan situasi yang diciptakannya, sehingga tanpa merasa canggung aku mencium matanya, kemudian hidungnya, Hani menngeliat sehingga bibir kami bertemu. Hani berdiri dan berkata pelan sambil memelukku, "pegang erat - erat, aku milikmu sekarang". Dengan lembut aku mencium bibirnya lagi. Kami berpelukan seperti sepasang kekasih yang baru bertemu setelah berpisah lama dengan segunung kerinduan. Setelah itu kami berdua kembali duduk. Dengan posisi Hani duduk di pangkuan, aku terus menyentuh rambutnya dan bergerak tanganku di lehernya, Hani melenguh, tangannya mencari dan mencoba meraih penis yang sudah tegang keluar celanaku. Tangan kananku kemudian bergerak dari leher ke arah pinggul, Hani bergeser turun dari pangkuanku, menarik pahanya, otomatis dasternya terangkat. Kamu tahu apa?, Ternyata Hani tidak menggunakan CD. "Aku sudah enggak tahan mas, lakukan sekarang bisiknya. Segera aku menjilati merah muda mecky indah dengan sedikit rambut namun panjang - panjang, aku basahin dan sibakkan bulu - bulu halus dengan lidahku sambil sesekali menyentuh klitorisnya . 'Ahhh, mas ... Aku ingin, kamu masukan sekarang '.... Tangannya berusaha membuka celanaku dan memegang penisku. "Tapi aku gak nyaman di sini" Ucapku sambil memandangi ruang - ruang disekitar ruang tamu ini. "Ya udah, yuk kita pindah ruangan di dalam", katanya berdiri dan mengunci ruang tamu tempat kami melakukan pemanasan tadi. "Siapa takut, Dia tersenyum dan berjalan sambil membuka daster tipisnya, aku mengikuti dari belakang, tubuhnya begitu indah halus seperti marmer. Kami masuk ke sebuah kamar tidur berukuran 5 x 6 meter dan cukup mewah. Yang lebih istimewa adalah adanya cermin besar ( mungkin ukurannya 3 x 2, 5 meter ) di depan tempat tidur. Hani memelukku di depan cermin dan dengan cekatan membuka kemeja, celana dan CD ku. Begitu indah dan erotis, gerakan - gerakan yang kami lakukan terlihat pada cermin itu. Segera penisku mencuat keras seolah-olah sukacita karena melihat kebebasan. Aku memenuhi semua haus akan hasrat ini, kami menggosok dan saling berciuman. Setelah beberapa saat menyentuh dan disentuh, tubuh Hani yang indah menggeliat di tempat tidur sedang menunggu untuk di eksekusi. Aku melanjutkan kegiatanku yang ditangguhkan sebelumnya, berharap bahwa dia akan Mengerti apa yang aku inginkan. Dia seperti mendengar apa yang sedang aku pikirkan, Hani pun segera berbalik dan memposisikan diri pada posisi 69 .... dia langsung mengulum penisku yang sedang menegang kencang, tanpa rasa ragu dan takut Hani berperang melawan penis ukuran diameter 2,5 sampai 3,5 cm dan panjang 15 - 18 cm. Ahhh ... Aku mendesah menikmati kuluman dan hisapan lembut bibir Hani... ... ... "Kamu benar - benar sangat pintar memuskan lelaki Han, aku memujinya, sementara dia masih tetap sibuk menghisap penisku. Kemudian Hani membasahi meckynya sendiri dengan air liurnya, Hani terlihat sangat antusiasme. Ohh, mas... ayo.. ia bangkit dan jongkok di atas miniatur monasku .... Dicapai dan diarahkan penisku ke lubang senggamanya, kemudian ia menggoyangnya naik dan turun dan menggigit dengan bibir meckynya. Aku memegang payudara mungil dan meremasnya dengan perlahan, kemudian setelah 3 menit, Hani ingin aku mendekap erat tubuhnya ... Hani tampaknya telah mencapai orgasme ketika ia menunggangiku. Aku membalikkan tubuh dengan posisi penis masih tertanam. Hani membantu membuka lebar - lebar gerbang surgawinya dengan diangkat kedua pahanya ke atas. Aku mundur kemudian penisku ke depan, dengan irama kocokan 5X dalam dan 1X ringan akhirnya berhasil ditembus lebih maksimal. "Mas .... , Mmmmhhh, Lebih ... ... ... .... Keras ... ...., Dia mengoceh gak karuan ... ... .... "Ini sudah sampai aku berkata, '... .. Hani tertawa ... .. sehingga otot - otot vaginanya berdenyut berpartisipasi ritme tertawanya ... .... , Aku mendorong tubuh Hani ke ujung tempat tidur, dan menekan penisku semakin dalam. Hani berteriak histeris menikmati gaya permainanku, tangannya menarik - narik pinggulku seakan menikmati penisku yang sedang bergoyang mengganyang lubang kemaluannya. Aku mau sampai Han... ... .... dia tidak sempat mengatakan bahwa, aku jangan mengeluarkan sperma ke dalam rahimnya ... ... dan, AAaahhgghh ... ... aku kehilangan ingatanku, aku merasa melayang diatas awan untuk beberapa saat... ... Hani juga tampaknya telah mencapai orgasme untuk kedua kalinya. Kami bercanda dan mengobrol di tempat tidur setelah pertempuran melelahkan sebelumnya dapat diselesaikan dengan penuh gairah. "Kamu sudah kebangetan deh Han?".. "Maaf mas, aku tidak bisa menahan tertawa ketika kamu mengatakan aku sudah mau sampai" "Hehehehe emangnya sudah sampai mana, sampai pasar?", katanya. Udah ah, yok mandi bareng - bareng, katanya sambil menciumku manja. Setelah peristiwa ngentot itu, kami semakin sering bertemu dan ML di tempat-tempat dimanapun asal memungkinkan, sampai aku menyelesaikan tugas belajar yang aku jalani.