Selasa, 04 September 2012

Suka Dengan Pembantu

Untuk meringankan beban tugas rumah tangga istriku mengambil pembantu yang dia dapat dari teman sekantornya. Seorang gadis Jawa, umurnya kira-kira 17 tahun dan tidak tamat SMP. Aku pada mulanya tidak terlalu menaruh perhatian pada Tini pembantuku, karena tidak ada yang istimewa, kecuali buah dadanya yang kelihatan terlalu besar untuk badannya yang kelihatanya cenderung kurus. Semua instruksi rumah tangga dilakukan oleh istriku, sehingga aku jarang berkomunikasi dengan Tini. Aku secara tidak sengaja seperti menjaga jarak dengan Tini. Pertama agar istriku tidak timbul rasa curiganya dan kedua kelihatannya dia sangat segan denganku. Dia sudah lebih dari setahun bekerja di tempatku. Semula aku sangka dia tidak akan balik setelah cuti lebaran. Biasanya pembantu selalu begitu, tetapi dia memilih kembali bekerja di tempatku. Kami memang memiliki kamar khusus pembantu di belakang rumah.
Ceritanya ketika pembantuku pulang cuti lebaran, setelah seminggu dia belum juga kembali. Istriku memintaku untuk memeriksa apakah di kamarnya masih ada pakaian yang dia tinggal. Sebab jika tidak ada pakaian yang ditinggal berarti dia sudah bermaksud tidak akan kembali. Kuperiksa lemarinya, terlihat masih banyak pakaiannya. Aku lalu iseng memeriksa seluruh isi lemarinya. Agak mengejutkan ketika di bawah lipatan baju-baru dan agak tersembunyi di belakang aku menemukan buku-buku porno koleksiku. Aku memang agak sembrono menyimpan koleksi. Sebagian kutaruh di dalam lemari bajuku bagian belakang, dan sebagian lagi kusimpan dalam koper di atas lemari. Begitu banyaknya koleksiku sehingga aku kurang memperhatikan jika ada yang lenyap. Aku setiap kali bepergian ke Eropa, Jepang dan Amerika selalu membeli buku-buku untuk koleksi. Aku jadi penasaran memeriksa kamar pembantuku. Di bawah kasurnya, kutemukan beberapa buku porno lagi. Sekitar 10 buku dan majalah porno ternyata berpindah tempat ke kamar pembantuku. Aku sama sekali tidak menyangka, pembantu yang lugu itu ternyata menggemari koleksi majalah porno. Kalau dilihat dari penampilan, sama sekali tidak akan menyangka jika dia menyukai gambar-gambar sex. Penemuan itu tidak kuceritakan kepada istriku. Aku khawatir jika kelak pembantuku balik, akan dimarahi, atau malah disuruh berhenti. Si Tini datang dari kampung setelah 2 minggu lebaran. Dia beralasan orang tuanya sakit, sehingga minta ditunggui. Sekembalinya bekerja, aku merubah sikapku. Aku mulai sering berkomunikasi dengan Tini, mulai dengan menyuruhnya menyemir sepatu, menyeterika baju yang akan kupakai. Banyak hal yang menyebabkan komunikasiku dengan Tini menjadi lebih intensif. Pada awalnya dia rada canggung melayaniku, tetapi lama-lama dia menjadi biasa dan tidak canggung lagi. Ada maksud dibalik strategiku lebih akrab dengan Tini. Aku tentu saja penasaran, kenapa dia menyenangi gambar-gambar porno. Padahal setahuku, umumnya cewek kurang suka melihat majalah porno, termasuk istriku. Wajar sih rasanya, karena gambar porno itu hampir seluruhnya membedah rahasia wanita. Beberapa memang ada juga gambar adegan sex antara pria dan wanita. Aku mulai bisa mencandai Tini, dan dia pun mulai berani merespon candaanku. Aku tidak terlalu dekat juga sih meski sudah ada candaan yang dilontarkan. Dia tetap segan dan aku tetap berusaha menjaga jarak. Aku dan istriku tidak selalu berangkat kerja bersamaan. Dia sering berangkat duluan, kadang-kadang bersama temannya yang rumahnya tidak jauh dari kompleks perumahanku. Aku memang agak bebas dalam hal jam kantor. Yang penting jam 4 sore aku sudah muncul di kantor dan pulang dari kantor bisa jam 12 malam, tapi bisa juga jam 6 sore. Semua tergantung dari order yang kukerjakan, dan juga gerak hatiku. Sebab sering kerjaan sudah beres jam 7 malam, tapi aku masih berkutat di kantor sampai jam 12 malam, hanya untuk ngobrol dan main komputer. Kadang-kadang malah ke kafe bersama teman sekantor untuk sekedar ganti suasana. Pada suatu saat yang tepat, setelah istriku berangkat ke kantor dan semua anakku sudah di sekolah. Sementara aku menikmati sarapan nasi goreng yang memang kusuruh si Tini membuatnya , aku memanggilnya. Dia kusuruh duduk di kursi seberang meja makan. Tini kelihatannya bingung. Dia ragu-ragu untuk duduk di situ, sampai akhirnya dia duduk juga. Situasi seperti ini memang belum pernah terjadi. Dia selalu makan di dapur atau dikamarnya. Setelah duduk aku langsung ke pokok persoalan. “Tini kamu senang melihat majalah bergambar orang-orang telanjang, di kamarmu aku temukan banyak majalahku kamu simpan di sana ? “ tanyaku. Tini terperanjat dan mukanya langsung memerah. Aku memahami, dia pasti merasakan malu, takut dan bercampur-campur rasa bimbang dan rikuh. “Aku nggak apa-apa, dan juga nggak marah, kamu boleh-boleh saja kalau mau melihat majalah yang seperti itu, asal jangan sampai hilang, sebab aku belinya jauh dan di sini nggak ada yang jual,” kataku. Dia masih terdiam, tetapi mulai sedikit berani mengangkat muka memperhatikan sikapku. Kata-kata yang kuucapkan sama sakali jauh dari nada marah. Ini memang kusetel agar dia tidak grogi. “Cuma aku ingatkan jangan sampai ibu tau,” kataku. “Iya pak maaf,” katanya singkat. “Aku malah senang jika kamu juga suka melihat majalah seperti itu, nanti aku akan pinjami kamu koleksi yang lain yang ada di koper. Kalau majalah yang kamu simpan sudah selesai kamu lihat bawa kesini, tapi kalau masih ada yang ingin dilhat lagi ya simpan aja dulu, nanti saya pinjami kamu majalah yang lainnya.” kataku. “Ya udah sana,” kataku menyudahi pembicaraan. Tini lalu bergegas ke belakang, dan tak lama kemudian dia membawa semua majalah yang dia simpan dan diserahkan kepadaku. Rasa malunya terlihat masih ada, sehingga dia menyerahkan sambil menunduk. Kuterima majalah itu dan aku masuk ke kamar. Aku simpan ke dalam koper dan kuambil majalah-majalah yang memperlihatkan adegan sex. Sekitar 10 majalah kuambil dan keberikan ke Tini. Mulanya dia menolak untuk menerima, tapi kupaksa dan kuyakinkan bahwa aku nggak apa-apa. Akhirnya majalah itu diterimanya juga dan dibawa masuk ke kamarnya. Begitulah berulang-ulang sampai dia sendiri akhirnya berani buka pembicaraan mengenai isi majalah yang aku sodorkan. “ Pak orang bule kok nggak malu ya, difoto lagi gituan,” katanya. “Disana bayarannya mahal, dan di luar negeri kayak gitu udah biasa,” kataku. “Kamu di kampung udah punya pacar,” tanyaku. “Belum pak, “ katanya polos. “Jadi kamu belum pernah lihat punya laki-laki seperti apa,” tanyaku. “Ya paling-paling adikku yang kecil, kalau aku disuruh emak mandiin,” katanya polos. “Apa kamu nggak penasaran pengin lihat laki-laki punya yang udah besar,” tanyaku. “Abis mau liat sapa punya pak, aku kan belum pernah pacaran pak,” katanya polos. “Bener kamu belum pernah liat, pengin nggak liat yang asli,” pancingku. “ Belum pak, ya kadang-kadang penasaran juga sih pak,” katanya polos dan mulai masuk ke dalam perangkapku. Pembicaraan kami itu, tentunya setelah istriku berangkat kerja dan anak-anak berangkat ke sekolah. Aku sudah terangsang berat setelah mengetahui Tini masuk ke dalam perangkapku. Aku pagi itu masih memakai celana boxer dan kaus oblong. “kamu boleh liat bapak punya kalau kamu mau,” kata ku “Ah bapak, saya malu ah pak,” katanya. Aku lalu menarik tangannya dan menggiring ke ruang tamu. Dia menurut saja sambil menutup mulutnya. “Kamu duduk di karpet,” kataku. Tini menuruti kemauanku dan aku mencopot celanaku dan duduk di sofa di hadapannya. Penisku yang tegak mengacung lalu kupertontonkan ke Tini. “Ih Bapak, Tini malu ah, “ katanya sambil berusaha membuang muka, tapi agak melirik juga, mungkin rasa ingin tahunya yang mendorong dia curi-curi pandang. “Udah liat aja biar nggak penasaran, dari pada liat gambarnya kan lebih jelas liat yang asli kataku terus membujuk,” kataku. Tini baru berani mengangkat mukanya melihat kemaluanku yang sedang menegang. “Tapi yang digambar itu kelihatannya lebih besar ya pak,” katanya “Ya iyalah orang bule dan orang negro badannya kan besar, kalau tititnya kecil kan nggak seimbang,” kataku. “Kalau kamu pengin pegang, pegang aja,” rayuku. “Ah enggak ah pak saya malu,” tukasnya. “Enggak apa-apa kan sudah aku ijinkan , “ kataku sambil meraih tangannya dan kutuntun ke penisku yang sudah mengeras. Dengan ragu-ragu dipegangnya dengan hanya menggunakan jempol, dan jari telunjuk. “Genggam, “ kataku sambil membawa tengannya agar menggenggam rudalku. “ Ih kok keras ya pak,” katanya sambil menggenggam. Aku lalu menginstruksikan agar sedikit dikocok. “Aduh enak banget Tin ,“ kataku sambil menjatuhkan badanku ke sandaran. “Enak gimana sih pak, bukannya sakit pak,” katanya dengan polos. Otakku sudah keracunan jadi menginginkan lebih dari itu. “Tin kamu liat engga cewek di gambar yang melomot titit,” tanyaku sambil mendesis keenakan. “Iya pak apa ngga jijik sih, buat kencing kok malah dilomoti,” tanyanya dengan muka bodoh. “ Itu untuk memuaskan pasangan, karena laki-laki suka anunya dilomoti,” kataku. Aku menganjurkan dia mencoba mengoral barangku. Tapi dia menolak, karena katanya jijik. “Ya udah kalau nggak mau melomot, coba kamu ciumi saja, aku pingin yang lebih enak,” pintaku. Mungkin Tini sudah terangsang juga sehingga pertimbangannya jadi kurang waras. Dia mulai menciumi batangku yang mengeras. Aku mengarahkan agar dia juga menciumi kantong zakarku. Aku serasa terbang ke langit merasakan nikmatnya diciumi begini. “Ayo lomot ujungnya Tin, rasanya enak banget,” Tini agak ragu mulai mengecup ujung penisku. Dia agak kaku melakukannya. Kepalanya aku pegang dan aku tekan agar barangku masuk lebih banyak. Terasa giginya menggerus batangku yang mengakibatkan rasa ngilu. Dia kuajari agar menjaga giginya tidak menyentuh kulitku. Pelajaran itu dipahaminya karena kemudian dia mulai mahir mengoral maju mundur barangku sesuai dengan arahan tanganku yang menuntun gerakan kepalanya. “Pak saya nggak bisa nafas pak,” katanya lalu melepas kuluman di batangku. Beberapa saat istirahat, lalu dia kembali mengulum. Aku mintanya agar dia juga menghisap kuat-kuat. Aku seperti kesedot, ketika dia mulai menghisap. Kulumannya makin nikmat dengan variasi sedotan. Menjelang aku muncrat ku tarik mulutnya menjauh dan kubekap ujung penisku lalu muncratlah cairan kental dari ujung penisku. Sebelum dia sempat bertanya kusuruh dia cepat-cepat mengambil tissu. Selamatlah semua cairan spermaku tertampung ditissu. ”Apaan sih pak kok kayaknya kentel gitu,” tanyanya bodoh. “Itu namanya mani, kalau nikmatnya sudah memuncak semua laki-laki bakal menyemprotkan mani,” kataku. Tini lalu mengamati barangku dengan seksama yang perlahan-lahan mulai menyusut. “Pak kok kelihatannya jadi lemas gitu,” tanya. “ Ya kalau sudah nyemprot dia akan lemes,” kataku. Dia masih penasaran lalu ditekan-tekannya penisku yang mulai melembek. “Ih jadi empuk pak,” katanya. “Nah kamu kan sudah liat Bapak punya, sekarang gantian Bapak liat kamu punya,” kataku menagih. “Ah enggak ah pak saya malu,” katanya sambil membekap kedua tangannya ke dadanya. Aku tarik tangannya untuk kuajak duduk disampingku. Dia meski agak kaku tapi menuruti juga tarikan tanganku. Setelah terduduk disampingku aku lalu menciumi lehernya, pipinya lalu telinganya. Kujilati lehernya. Nafasnya terasa semakin cepat dan terdengar agak mendengus. Tanganku mulai meraba susunya dan meremasnya halus. Tangan Tini berusaha mencegah tanganku meremas susunya, tetapi dia tidak terlalu keras mencegahnya sehingga aku masih bisa meremas dadanya kiri dan kanan. Dia mulai membiarkan tanganku meremas dadanya, dan nafasnya sudah makin memburu. Tanganku mulai menyusup kebawah kausnya dan mencapai kutangnya. Dia agak terkejut dan terlambat menyadari tanganku sudah menangkup di kutangnya. “ Pak jangan pak,” katanya, tapi nadanya seperti orang hampir kehabisan nafas. Aku tidak memperdulikan, karena toh tangannya tidak sungguh-sungguh mencegah rambahan tanganku. Puas meremas dari balik kutang aku mencari pengait BH nya di bagian punggung. Dengan sekali tekan lepaslah pengait BH itu. Aku lalu lebih leluasa meremas teteknya yang kenyal dan rasanya tanganku kurang mampu menangkup ke buah dadanya. Pentilnya terasa kecil dan mengeras. Kupilin-pilin dan kuusap. Tini tidak lagi melarang, tetapi dia mulai mendesis. “ Sssshhh aduh pak,” Tini terlihat sudah sangat terangsang.. Kuangkat kaus oblong untuk melepas dari badannya. Dia menurut saja malah seperti memberi ruang untuk mempermudah kaus nya terlepas. Buah dadanya sungguh indah, bengkak dan gemuk dengan puting yang masih kecil. Tanpa menunggu lama, aku langsung nyosor ke menjilat dan mengisap pentilnya yang besarnya mungkin baru sebesar kacang kedele. Tini makin mendesah-desah. Tanganku mulai merayap kebawah langsung menuju selangkangannya. Antara sadar dan melayang dia menangkap tanganku yang sudah menemukan gundukan dibalik celananya. “ Pak jangan pak Tini malu,” katanya. Aku tidak memperdulikan dan tanganku terus merayap ke atas mencari celah celananya dari atas. Tanganku berhasil masuk ke balik celana dalamnya dan langsung meluncur ke bawah. Memek Tini terasa tidak berbulu dan gemuk. Pantas aja dia malu, mungkin karena memeknya belum berbulu. Kelihaian jariku langsung bisa masuk kebelahan memeknya dan menemukan tonjolan kecil yang agak kaku dibelahan atas memeknya. Clitorisnya mencuat. Aku memainkan clitorisnya dan Tini semakin mendesah-desah dan mengerang halus. Memeknya agak basah, sehingga sesekali aku mengambil cairan memeknya untuk membantu melicinkan usapanku ke clitorisnya. Aku terus memainkan clitorisnya sampai kemudian dia memelukkan keras dan mengerang, “ Aduh pak aduuuuuh aaaaahhh” Lubang vaginanya berdenyut-denyut menandakan dia mencapai orgasme. Rasa segan kepada majikannya dia lupakan dan dia memelukku keras sekali sampai denyutannya berhenti. “Gimana rasa Tin,” tanyaku. “Enak banget pak, diapain saya tadi sih pak,” katanya dengan nada manja. ‘Itulah rasa enak yang aku rasakan waktu tadi maniku muncrat, sama seperti yang kamu rasa barusan,” kataku. Tini kurebahkan ke sandaran sofa dan kakinya menjuntai ke lantai. Aku lalu memelorotkan rok dan celana dalamnya sekaligus. “ Pak jangan pak Tini malu,” katanya. Tapi aku terus berusaha melepaskan, dan ternyata dia tidak menghalanginya serius. Tini terlentang bugil di sofa ku. Susunya yang gemuk berpadu dengan memeknya yang mentul tetapi masih nyaris gundul. Bulu di kemaluannya masih sangat halus dan hanya ada di bagian atas gundukannya. Aku kembali meremas-remas kemaluannya, karena rasanya gemes melihat gundukan cembung di kemaluan Tini yang gundul. Dia sudah pasrah, dan lupa pada rasa malu. Kucolokkan sedikit jariku ke belahan memeknya yang sudah basah lalu kucium. Baunya agak amis khas bau kemaluan wanita. Kutarik dia agar berdiri dan kupapah menuju kamar mandi. Tini menurut saja. Sesampai di kamar mandi aku siram kemaluannya dan kusabuni sampai bersih. “ Pak perih pak sabunnya masuk kedalam,” Tini lalu membersihkan sendiri memeknya. Setelah itu aku lap kering dan kutuntun dia masuk ke kamarku. Tini ku telentangkan di tempat tidur. Dia pasrah saja, tidak ada penolakan lagi. Aku kembali menciumi leher dan kedua putingnya. Nafasnya mulai memburu lagi dan pelan-pelan aku turun menciumi perutnya. Kedua kakinya kurenggangkan dan aku lalu menciumi bukit kemaluannya. Kepalaku ditahannya, “Pak jangan pak jijik pak,” katanya. Aku tidak menghiraukan kecuali lidahku mulai menjulur dan menjilati seputar bukit pubisnya. Aku lalu turun dan lidahku mulai menjilati bibir memeknya. Dengan kedua tanganku ku kuak memeknya lalu mulutku kubenamkan ke bagian atas belahan memeknya. Lidahku dengan mudah menemukan clitorisnya. Tini menggelinjang ketika lidahku mencapi ujung clitorisnya. “ Geli pak aku nggak tahan,” katanya sambil berusaha menarik kepalaku menjauh dari memeknya. Tapi aku terus bertahan dan lidahku beralih menyapu pinggir clitorisnya. Dia tidak lagi menarik kepalaku, tetapi menggelinjang-gelinjang seirama dengan gerak lidahku. Sesekali aku sapu ujung clitnya dan dia menggelinjang kuat, tetapi tidak lagi mengeluh geli. Aku kemudian memusatkan jilatanku ke clitorisnya. Tini seperti menangis dan merintih merasakan kenikmatan clitorisnya di sapu oleh lidahku. Aku mengoral sekitar 5 menit sampai kemudian dia mencapai orgasme kembali dan menjepitkan kedua kakinya kekepalaku dan menekan kepalaku ke arah memeknya. Memeknya berdenyut-denyut. Memeknya banjir oleh cairan vagina bercampur dengan ari ludahku. Untungnya aku sudah melapisi handuk sehingga tidak mengenai sprei. Penisku menegang kembali. Tini sudah pasrah dan mungkin dia lupa tugasnya membersihkan rumahku. Dia tidur terletentang. Aku duduk bersimpuh diantara kedua rengganan kakinya. Penisku kusap-usapkan ke belahan memeknya, sambil kutekan-tekan ke liang vaginanya. Kepala penisnya sudah bisa masuk sedikit, namun karena posisiku duduk bersimpuh aku tidak bisa menekannya lebih jauh. Aku lalu berganti posisi telungkup menindihnya. Penisku kembali aku cocokkan dengan lubang vaginanya sampai pada posisi yang tepat. Dengan gerakan hati-hati kutekan ujung penis masuk ke belahan vagina. “ Aduh pak sakit pak,” katanya. Aku menenangkan sebentar, sambil mempertahankan posisi ujung penisku yang sudah agak terbenam. Dengan gerakan halus kutekan lagi. Tini kembali mengeluh sakit, tetapi penisku sudah lebih tenggelam, meski baru kepalanya saja. Aku mengontraksikan penisku. Pengerasan penisku sambil sedikit bertahan membuat dia lebih maju menerobos. Aku melakukan gerakan itu berulang-ulang sampai seluruh kepala penisku tenggelam. Ketika kudorong terasa ada penghalang. Kuyakin bahwa aku sudah membentur selaput perawannya. Aku lalu melakukan gerakan maju mundur sampai gerakan itu lancar, meskipun gerakan jarak pendek. Sampai batas penghalang selaput perawan aku lalu berhenti maju mundur. Dengan agak menekan sedikit sambil menegangkan penisku, terasa ada kemajuan, aku tekan lagi dan menegang lagi bisa maju lagi dan terasa ada yang terterobos. Aku berhasil menerobos selaput daranya. Tini mengernyit sambil mengeluh sakit. Lalu kutarik sedikit dan kudorong lagi lebih dalam pelan-pelan. Penisku bisa lebih terhunjam. Aku terus melakukan gerakan maju mundur dengan sekali-kali maju lebih jauh , sampai akhirnya semua penisku terbenam. Jepitan memeknya ketat sekali sehingga batangku terasa agak ngilu, terutama di leher kepala topi baja. Gerakan maju mundur makin lancar dan Tini kelihatannya tidak kesakitan lagi seperti tadi. Tapi dia masih mengernyit-ngernyit mungkin masih ada rasa sedikit sakit. Aku sudah leluasa memompanya sampai akhirnya aku merasa mau meledak dan buru buru kutarik dari lubang vaginanya dan kusemburkan diatas perutnya. Batangku terlihat agat tersaput dengan darah meski hanya sedikit. Aku lalu rebah disamping Tini. “Gimana rasanya Tin,” tanyaku. “Sakit pak enakan yang dijilat tadi,” katanya terus terang. “Ya untuk yang pertama emang sakit, tetapi seterusnya malah enak. Aku membimbing Tini, kamar mandi untuk bersih-bersih. Dia merasa memeknya perih ketika cebok. Sejak saat itu aku jadi sering menyetubuhi Tini dan menjaga agar mani tidak sampai masuk ke vaginanya. Kadang-kadang aku mengenakan kondom juga. Kami bisa bersikap wajar jika ada istriku, Tetapi setelah rumah kosong kami jadi liar dan bertindih-tindihan. Aku lama-lama merasa tidak aman juga, karena bagaimana pun keakraban Tini bisa-bisa tanpa dia sadari akan terlihat oleh istriku. Aku lalu mempekerjakan Tini sebagai cleaning service di kantorku tanpa sepengetahuan istriku. Dia berpura-pura pamit berhenti bekerja karena dipanggil orang tuanya di kampung. Sebagai pekerja cleaning service, dia mendapat gaji lebih besar, apalagi kutambah uang bulanan sebesar gajinya plus biaya indekos. Kucarikan tempat indekos yang bisa bebas, sehingga aku sering menginap di tempatnya dan beralasan pada istriku tugas keluar kota. Aku tidak perlu lagi memasang kondom, karena aku diam-diam mensterilkan diri ke dokter. Meskipun aku sering mengakrabi Tini, tetapi dia kudorong untuk mencari pacar. Dia berkali-kali dapat pacar, tetapi lalu putus entah karena apa. Semua pacarnya tidak diperbolehkannya mengetahui tempat kost Tini. Itu memang perjanjian kami. Aku memperbolehkannya Tini melakukan hubungan dengan pacar-pacarnya, tetapi harus dilakukan di luar tempat kost. Hubunganku berlangsung cukup lama mungkin sekitar 8 tahun sampai akhirnya Tini menemukan jodoh. Dia dipersunting oleh lurah di kampungnya. Setelah itu aku tidak pernah dengar lagi kabar Si Tini.

Pak Mansyur Pemuas Nafsuku

Aku sudah punya suami tapi tidak puas dalam hubungan seksual. Karena barang suamiku kecil dan pendek. Selain itu kalau main sebentar. Aku sering membayangkan kalau sekiranya disetubuhi oleh laki-laki yang barangnya gede, tentu nikmat sekali. Teman saya suka cerita pada saya bahwa suaminya kuat sekali dalam seks. Kebetulan suaminya orang Arab. Katanya, kalau main ia kerasa nyilu dan kesemutan di vaginanya. Sejak itu aku sering membayangkan suami temanku. Karena orangnya tinggi besar, dadanya berbulu tebal. Pada suatu hari aku main ke rumah temanku itu. Katakan saja namanya Linda, dan nama suaminya Mansur. Pak Mansur buka pijat refleksi. Selain itu ia suka olah raga. Ketika aku sampai di rumahnya ia sedang berolah raga. Dan aku ngobrol dengan Linda sahabat karibku. Aku datang ingin membuktikan cerita Linda, apa benar barang suaminya gede. Tak lama kemudian, ia datang dengan memakai celana olah raga yang cukup tipis. Ia duduk di depanku. Sambil aku minum teh aku ngelirik sedikit ke bagian selangkangannya, tapi karena ada Linda aku tak lama-lama ngeliriknya. Tidak lama Linda pergi untuk menyiapkan sarapan pagi. Tinggallah aku berdua dengan suaminya ngobrol.
Kesempatan aku untuk melirik agak lama. Astaga, beneran omongan Linda, nampak menonjol di celananya tonjolan besar dan panjang. Aku berkata dalam hatiku, bagaimana kalau itu ngaceng dan telanjang. Pantesan kalau Linda main, katanya, sampai sambat-sambat. Sejak itu aku suka membayangkan penis suami teman saya yang Arab itu. Setiap aku main sama suamiku aku membayangkan barang pak Mansur yang besar dan panjang itu. Karena barangnya suami tidak keras secara maksimal aku menyarankan diurut refleksi oleh Pak Mansur. Suamiku sangat setuju, ia minta di datangkan ke rumah. Suami kenal baik dengan Pak Mansur. Kemudian mulai suaminya saya diurut oleh Pak Mansur kira-kira jam 8 malam. Aku berada di sebelah suamiku yang sedang diurut itu. Kesempatan bagiku untuk melihat benjolan di selangkangan Pak Mansur. Sekarang aku cari alasan supaya aku diizinkan diurut oleh Pak Mansur. Dengan alasan yang tepat aku diizinkan. Setelah suamiku diurut giliran aku sekarang diurut. Karena suami tidak tahan, ia pergi mandi. Tinggallah sekarang aku berdua dengan Pak Mansur. Ia mulai ngurut dari betisku yang mulus. Aku bertanya dalam hati, apakah Pak Mansur tidak terangsang melihat betis dan pahaku yang mulus itu. Kemudian ia mulai menyingkap rokku sehingga nampaklah padanya pahaku yang mulus. Ia berkata padaku, “Ibu harus sering diurut refleksi, seminggu sekali, karena ibu punya gejala darah tinggi. Tapi minggu depan kalau bisa jangan pakai rok, pakai sarung saja, supaya mudah ngurutnya di bagian ujung paha dan pinggulnya. Itu kalau suami ibu setuju.” “Suamiku pasti setuju, kalau memang itu bisa menyembuhkan, apalagi ia sudah percaya sama bapak,” balasku. Dan suamiku ternyata mengizinkan apa yang disarankan oleh Pak Mansur. Minggu depannya ia datang lagi, suamiku giliran pertama yang diurut. Setelah selesai baru sekarang giliran aku. Aku ganti pakaian dengan sarung, lalu tengkurep. Hatiku mulai dak-dik-duk tidak karuan. Ketika ia mengurut betis kiriku, kaki kananku kumasukkan pelan ke selangkangan Pak Mansur sambil kugerak-gerakkan pelan-pelan. Terasa barang Pak Mansur bergerak-gerak mulai ngaceng. Terasa benar di kakiku kalau barang Pak Mansur besar sekali. Tidak lama kemudian suamiku pamit ke Pak Mansur untuk keluar beli rokok karena rokoknya habis. Pak Mansur menjawab “Ya, Pak”. Ucapannya yang halus dan lembut membuat suamiku tambah percaya. Pak Mansur mulai berani menyingkap sarungku sampai ke pangkal paha. Ia mengurutku sampai ke pangkal paha. “Aduh,” kataku ketika jari-jarinya mengenai bibir vaginaku. “Sakit bu?” tanya Pak Mansur. “Tidak,” sahutku. Mulailah ia mengurut agak berani di bagian pangkal pahaku sambil mengelus-ngelusnya, dan aku semakin tidak tidak tahan, dan mulai terangsang. Pak Mansur paham dengan suara rangsanganku. Ia menyuruhku berbalik telentang sehingga ia dapat melihat pemandangan yang menggairahkan. Ia menyingkap lagi sarung sampai ke pangkal paha sampai kelihatan CD-ku. Ia mulai menggerak-gerakkan jarinya ke bibir vaginaku. Aku semakin tidak tahan. Ia semakin memasukkan jarinya semakin dalam hingga mengenai lobang vaginaku dan mendorongnya pelan-pelan, tapi tidak berhasil, karena lobang vaginaku peret. Ia menyopotnya dan memasukkan ke mulutnya sambil diludahi kemudian ia masukkan kembali. Kini baru jari Pak Mansur masuk le lobang vaginaku. Aku menggelinjang kenikmatan. Sayang sekali kenikmatan itu terhenti, karena suamiku datang dari membeli rokok. Walaupun demikian, sebelum suamiku tiba di kamar, kami berdua saling menatap dalam-dalam sambil saling tersenyum. Sekarang kami berdua sudah saling mengerti keinginan masing-masing dan tak malu-malu lagi. Tinggal menunggu kesempatan lain yang lebih baik saja…. Mingggu depannya Pak Mansur datang lagi. Kemudian mengurut suamiku. Tidak lama kemudian telepon berdering, aku yang menerimanya. Teman bisnis suamiku minta agar suamiku datang ke rumahnya untuk membicarakan bisnis yang sangat penting dan menguntungkan. Aku sampaikan hal itu pada suamiku. Ia bilang bahwa ia akan datang setelah diurut. Hati dak-dik-duk, apakah suamiku mengizinkanku diurut tanpa ada dia karena akan pergi ke rumah rekan bisnisnya yang cukup jauh dari rumahku. Setelah suamiku selesai diurut, aku bertanya, “Pak, bagaimana kalau aku tidak usah diurut saja, ya.” “Tidak apa-apa, diurut saja, aku sudah percaya, kok sama Pak Mansur. Ia orangnya baik.” Setelah mandi suamiku berangkat menuju ke rumah rekannya. Tinggallah aku berduaan dengan Pak Mansur malam-malam sekitar setengah sepuluh. Hatiku dak-dik-duk, aku akan merasakan penis orang Arab malam ini, kataku dalam hati. Aku tengkurep. Pak Mansur langsung menyingkap sarung sampai ke pangkal pahaku. Rupanya ia sudah tidak tahan ingin merasakan lobang vaginaku yang kecil. Aku orangnya ramping, tinggi 155 cm. Seangkan Pak Mansur tinggi besar, dan dadanya berbulu tebal. Ia langsung menyingkap CD-ku dan memainkan bibir vaginaku, kemudian CD-ku dipelorotin. Sekarang nampaklah vaginaku, ia meludahi lobang vaginaku dicampur dengan minyak. Aduh, sekarang aku benar-benar tidak tahan, ingin segera dimasuki barangnya. Ia membuka sarungku, BH-ku dan kausku. Kini aku telanjang bulat. Dan ia mulai membuka celananya, kaos. Aku melirik ingin tahu seperti apa barangnya. Begitu ia membuka celana dalamnya, astaga… penis Pak Mansur benar-benar besar dan panjang, ngaceng tegak, seperti barangnya kuda. Aku takut bercampur ingin merasakan. Aku takut robek, dan jebol lobang rahimku, bercampur ingin merasakan puncak kenikmatan. Ia mulai mengangkangkan lebar-lebar pahaku. Ia mengarahkan penisnya yang besar, panjang dan keras ke lobang vaginaku. Ia menekankan barangnya. Aku berteriak kecil, “Aduuuh… sakit, Pak.” “Ditahan, Bu. Nanti akan hilang rasa sakitnya berganti kenikmatan yang luar biasa.” Penis Pak Mansur kurang lebih panjangnya 20 cm dan ukurannya besar sekali, seperti barangnya kuda. Ia menekan barangnya sampai tiga kali tapi tidak bisa masuk juga, saking besarnya. Ia sudah tidak tahan, nafsunya membara. Ia meludahi lobang vaginaku banyak sekali sampai meleleh ke pantatku, dicampur dengan minyak. Barang Pak Mansur pun dilumati minyak dicampur ludah biar licin. Kemudian ia mengarahkan kembali penisnya ke lobang vaginaku dan menekannya. Aku berteriak sambil menggigit bibirku. Tapi Pak Mansur semakin keras menekannya. Setelah bersusah payah, akhirnya penisnya berhasil masuk juga. Ia menancapkan semuanya. Ia menindihku sampil menciumi dan mengecup bibirku dengan gagar. Ia mulai menggenjotku dengan ganasnya. Sampai terdengar bunyi dari lobang vaginaku… Cprot… Cprot… Sambil memelukku gemes bercampur ganar. Tubuhku yang ramping ditekuk-tekuk sambil digenjot. Sekarang aku mulai merasakan kenikmatan yang luar biasa. Ia mengenjot lobang vaginaku lama sekali. Aku disetubuhi 3 ronde sampai terasa lemas seluruh tubuhku. Aku melihat sudah jam 1 malam. Berarti kami telah bermain selama 3 jam setengah. Waduuh… nikmatnya luar biasa…. Sayang, kami tak bisa melanjutkannya semalam suntuk. Kami harus segera berbenah supaya tak kepergok suamiku yang sebentar lagi akan kembali. Tapi aku puas sekali dengan persetubuhan kami malam ini…

Tante Santi

Kisah ini terjadi beberapa tahun yg lalu, ini bermula saat aku sedang membantu sahabatku yg sedang melaksanakan persiapan pernikahannya di rumahnya. Lazimnya acara pernikahan pasti banyak orang yg turut membantu keluarga sahabatku itu, dari mulai tetangga sampai teman2 bermain sahabatku itu. Dari sekian banyak orang yg membantu itu ada salah seorang wanita yg menarik perhatianku. Wanita ini memakai gaun pesta yg sangat anggun dan seksi, dia memakai gaun terusan warna ungu dengan belahan rok memanjang hingga sampai ke pertengahan pahanya. Bila dia berjalan pasti kulit mulus pahanya sekilas mengintip, membangkitkan gairah siapapun yg melihatnya, terutama aku sendiri. Wajahnya biasa saja tapi karena kulitnya putih mulus membuat gairahku bangkit, aku berkhayal seandainya aku bisa menyentuh kulit mulusnya itu aku pasti akan melakukan apapun yg diminta. Aku berusaha mencari tahu siapa gerangan wanita itu. Rupanya dia adalah adik mamanya, umurnya kutaksir sekitar 30 thn-an dan dia telah mempunyai putra 2 orang. Suaminya tidak bisa hadir karena sedang mengurus bisnisnya di luar kota. Aku sering meliriknya terutama saat dia berjalan, putih pahanya menyilaukan mataku dan membangkitkan gairahku. Rupanya diam2 dia mengetahui kalau aku sering mencuri2 pandang terhadapnya. Suatu saat aku terpergok dirinya saat aku sedang melirik ke belahan dadanya yg sedikit telihat dari luar gaunnya, sontan aku sangat malu dan takut seandainya dia marah lalu mengadukan perbuatanku itu pada keluarga sahabatku itu, duuh malunya aku seandainya dia lakukan itu. Tetapi rupanya dia tidak marah, malah justru tersenyum saat dia mengetahui aku sedang mencuri pandang ke arah bagian tubuhnya. Bukan main senangnya hatiku saat mengetahui dia tidak marah karena kenakalan mataku, mudah2an ini pertanda baik bagiku, batinku berkata. Aku mencari cara agar aku bisa berdekatan lalu berkenalan dengannya, tapi karena keadaan yg serba sibuk saat itu membuatku tidak mempunyai kesempatan untuk mendekatinya. Akhirnya kesempatan itu tiba saat aku diminta tolong oleh mamanya sahabatku untuk mengambilkan pesanan kue di toko langganan mamanya, dan yg membuat hatiku bersorak adalah kala mamanya menyuruh adiknya untuk mengantarku ke toko kue itu. Dengan menggunakan mobilnya kami berangkat hanya berdua, wah kesempatan emas nih, sorak batinku dalam hati. Dalam mobil aku ingin memulai pembicaraan dan berkenalan dengannya tapi entah mengapa bibirku terasa kelu, aku jadi serba salah karena selama di mobil pahanya yg putih bersih tersingkap sebagian karena bentuk belahan gaun dan posisi duduknya yg seakan2 sengaja membiarkan pahanya terbuka.
Sesekali aku melirik ke arah pahanya dan tanpa terasa adikku perlahan mulai bangkit, ini membuatku jadi salah tingkah. Dia rupanya diam2 juga memperhatikan tingkah lakuku dan semakin menggoda diriku dengan gerakan kakinya yg membuat belahan gaunnya semakin lebar terbuka, membuat pahanya semakin kian terlihat olehku. “Hayo, tadi liatin apa waktu di rumah?” ucapnya memecahkan keheningan. Aku yg mendapat pertanyaan itu sontan memerah, aku tersipu tapi pura2 tidak mengerti apa maksud pertanyaanya itu. “Kamu nggak usah bohong deh ama mbak, mbak tau kok tadi kamu ngelirik ke arah mbak terus, emang ada yg aneh ya..?” pancingnya kepadaku. “Emm, nggak kok mbak, eh gimana ya mbak, aduh aku jadi nggak enak kalau mau terus terang ama mbak, takut mbak marah nanti” jawabku kikuk karena aku takut dia marah bila dia tau aku bernafsu oleh tubuhnya yg indah itu. Dengan tertawa kecil dia mendesakku untuk mengatakannya, akhirnya dengan sedikit malu2 aku berterus terang bahwa aku suka melihat pahanya yg putih mulus itu. Selesai berkata begitu aku menjadi tambah gugup karena aku takut dia akan marah mendengar penjelasanku tadi. Tetapi dia hanya tertawa lalu tanpa kuduga sama sekali dia lalu berkata, “Emang kamu belum pernah megang paha cewek, kalau kamu mau megang pahaku pegang aja tapinggak boleh ngelantur megangnya ya..” katanya sambil tersenyum padaku. “Bener nih mbak, mbak nggak marah..” jawabku memastikan ucapannya. Dia tidak menjawab tapi tangannya langsung bergerak meraih tanganku lalu meletakkannyadi pahanya. Aku yg mendapat perlakuan seperti itu sontan menjadi lebih berani, kubelai pahanya dan kurasakan kulit mulusnya yg hangat menyentuh telapak tanganku. Kubelai2 pahanya dan sesekali kuremas gemas, lalu perlahan tanganku menelusup ke balik gaunnya merayap naik ke arah selangkangannya. Saat ujung jariku menyentuh kain penutup bagian paling sensitifnya, kudengar lenguhan tertahannya. Aku semakin bersemangat, perlahan kutelusupkan jariku ke pinggiran kain berendanya lalu mulai mulai memasuki celana dalamnya. Aku dapat merasakan bulu2 halus di sekitar vaginanya, tonjolan yg ada di dalam celana dalamnya kurasakan semakin keras mengacung. Aku menjadi semakin lupa diri, tapi saat jariku mulai menyentuh bibir vaginanya yg telah membasah, dia menahan tanganku lalu memberi isyarat keluar. Rupanya kami telah tiba di tujuan. Setelah merapikan gaunnya yg sedikit berantakan karena kenakalan tanganku tadi, kami beranjak keluar dari mobil lalu menuju ke toko kue langganan mama temanku dan mengambil kue pesanannya. Dalam perjalanan pulang kembali ke rumah temanku aku ingin mengulang kembali usahaku tadi yg sempat terhenti, tetapi dengan halus dia menolakku dan mengatakan nanti saja lain hari dia akan mengajakku ke rumahnya guna menuntaskan hasrat kami yg sempat tertunda hari ini. Aku sangat senang mendengar ucapannya, lalu kucium pipinya dengan penuh gairah. Dia hanya tertawa kecil mendapat perlakuanku itu. Selama perjalanan kami hanya berbicara seadanya tapi tanganku sesekali mengelus paha mulusnya dan tangannya sempat beberapa kali meremas kejantananku seakan tak sabar ingin menikmatinya. Namanya Santi, dia mengaku sering merasa kesepian karena suaminya jarang berada di rumah, suaminya adalah seorang pebisnis sukses yg mempunyai beberapa anak perusahaan sehingga dia lebih sering berada di luar rumah mengurus bisnisnya ketimbang istrinya yg seksi ini. Lalu kita saling bertukar nomer telepon dan dia berjanji akan menghubungiku nanti bila saatnya tepat. Setelah kejadian itu aku selalu teringat akan dirinya dan berharap dia akan mengajakku main ke rumahnya lalu bercinta dengannya, aku tidak berani menghubunginya karena aku takut bila ada suaminya di rumahnya aku takut rencanaku bisa berantakan bila ketauan dengannya. Akhirnya Sinta menghubungiku, saat itu aku baru mandi pagi dan sedang bersiap akan keluar mencari pekerjaan karena saat itu aku masih pengangguran. Dia mengundangku untuk ke rumahnya, dia bilang anak2nya sedang sekolah dan pembantunya sedang pulang ke kampungnya kemarin menengok anaknya yg sakit. Saat ini dia sedang sendirian di rumah dan mengajakku memanfaatkan waktu yg ada bersama. Bukan main senangnya hatiku, dengan bergegas aku berpamitan pada orang tuaku, kukatakan aku akan pergi melamar kerja seperti biasanya. Singkat cerita sampailah aku di alamat rumah yg diberikannya, dia tinggal di sebuah komplek perumahan elit. Kulirik sesaat jam tanganku, jam 9 kurang, berarti ada waktu beberapa jam sebelum putra2nya pulang dari sekolah, pikirku. Kupencet bel rumahnya, lalu tak lama kemudian dari rumah itu terdengar sebuah suara yg kukenal tapi sosoknya tidak keluar rumah, yg menyuruhku untuk langsung masuk dan mengunci kembali pagar depan rumahnya. Setelah mengunci pagar aku langsung bergegas masuk ke rumahnya. Saat aku telah berdiri di hadapannya barulah kusadari ternyata dia hanya memakai gaun tidur yang sangat merangsang. Warnanya hitam dan ukurannya sangat pendek hingga sebagian pahanya dapat terlihat jelas olehku, dan yg paling membuatku bernafsu adalah ternyata dia tidak mengenakan apa2 lagi di balik gaunnya itu. Itulah sebabnya dia tadi tidak membukakan pagar rumahnya dan hanya berteriak menyuruhku masuk, rupanya dia telah merencanakan semua ini, batinku berkata. Lalu tanpa dikomando kami bergerak saling rangkul dan bibirnya adalah sasaran pertamaku. Kami berciuman dengan sangat panas, lidah kami saling berbelit di dalam rongga mulut kami. Tangannya erat merangkul pinggangku, tangan kananku mengelus punggungnya dan tangan kiriku meremas bokongnya gemas. Sekitar lima menit-an kami bercumbu dengan posisi itu sampai dia melepaskan pagutannya pada bibirku lalu menyeretku menuju kamarnya yg terletak di tengah. Setelah menutup dan mengunci pintu kamar dengan nafas memburu dia lalu mulai mempreteli bajuku satu persatu sampai tak tersisa, akupun tak mau kalah kulepaskan gaun tidurnya sampai kami sama2 polos tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh kami. “Wow gede banget kontolmu Lingga, mbak pengen banget ngerasain kontolmu ini..” katanya sambil meraih kontolku dan dengan cepat dikulumnya. Aku hanya mendesah lirih saat bibir dan lidahnya bermain di kejantananku, kadang aku meringis nikmat saat lidahnya dengan lincah menggelitik ujung kontolku, membuat kejantananku semakin keras menegang. Kepalanya bergerak liar maju mundur kadang berputar di kejantananku, menimbulkan sensasi nikmat yg sukar kuungkapkan dengan kata2. Sekitar 15 menit dia mengulum kontolku, lalu dia berdiri dan mengulum bibirku, kemudian dia beranjak ke ranjang, duduk di tepian ranjang sambil membuka kakinya lebar2. Aku mengerti keinginannya lalu aku berjongkok di depannya, kupandangi sejenak vaginanya sambil jariku meraba klitorisnya yg kulihat telah berdiri mengacung. “Ayo sayang, jangan diliatin aja dong..cepet jilatin punya mbak, aku udah nggak tahan nih..” rintihnya memohon padaku untuk memulai aksiku sambil tangannya meraih kepalaku lalu didekatkan ke arah vaginanya. Dengan gerakan cepat dan tiba2 aku langsung menerkam klitorisnya dengan kedua bibirku lalu menguncinya erat. Lenguhannya keras terdengar saat aku lakukan itu. “Aah sayang..kamu nakal ya, kamu ja..eugh” ucapannya terputus saat lidahku dengan gerakan cepat menyapu klitorisnya, kadang kutekan kepalaku ke arah vaginanya dan kutempelkan lidahku pada vaginanya rapat, lalu dengan gerakan cepat kugerakkan kepalaku berputar dengan posisi lidahku masih erat menempel di klitorisnya. Lenguhan dan erangannya semakin keras tersengar memenuhi seluruh ruang, nafasku dan nafasnya sudah sama2 memburu. Vaginanya semakin basah, cairan dari dalam vaginanya bercampur dengan air ludahku membuat vaginanya berkilat tertimpa cahaya lampu. “Udah sayang..masukkan kontolmu, aku udah nggak tahan, aku mau..ughh..” rintihnya sambil tangannya menarik tubuhku naik, berharap aku segera memasuki tubuhnya. Tapi aku sengaja bertahan, aku ingin dia merasakan orgasme pertamanya dari permainan lidah dan bibirku. Kugencarkan seranganku pada vaginanya sampai kurasakan tiba2 tubuhnya menegang kaku, kedua pahanya erat menjepit kepalaku dan tangannya kuat meremas sprei. Diiringi jerit nikmat tubuhnya lalu menyentak liar tak terkendali, pinggulnya terangkat sejenak lalu tubuhnya lunglai, kedua kakinya lemah terbujur ke lantai. Matanya rapat terpejam dan bibirnya setengah terbuka menggumamkan erangan lirih. Aah rupanya dia telah mendapat orgasme pertamanya, pikirku senang. Aku bergerak berdiri lalu kuangkat seluruh tubuhnya yg telah lunglai ke atas pembaringan, kemudian aku berbaring disisinya. Kupandangi wajahnya yg penuh keringat, kuseka keringat yg menetes di wajahnya lalu kukecup dahinya lembut. Mendapat perlakuanku itu matanya terbuka lalu bibirnya tersenyum, sambil mencubitku gemas dia memelukku erat. “Kamu nakal ya, kamu bikin mbak keluar bukan pake kontolmu gede itu tapi malah pake bibirmu yg memble itu..” cibirnya seraya mencubit gemas pipiku. “Tapi rasanya sama enak kan mbak” sahutku sambil meremas lembut dadanya. Dia mencubit pipiku lagi lalu berkata, “Ternyata kamu pinter juga ya, hayoo ketauan kamu sering begituan ama cewek yaa..” selidiknya sambil memasang muka masam. “Aah nggak kok mbak, aku cuma sering nonton film BF, jadi aku tau gimana cara muasin cewek” balasku menangkis tudingannya. “Udah nggak apa2 kok, mbak malah senang kamu udah pinter, kan mbak nggak perlu ngajarin kamu lagi kan, naah sekarang mbak mau ngerasain kontolmu itu sayang..” sahutnya sambil tangannya meremas kontolku yg masih tegang dengan gemas. Mendengar ucapannya itu aku langsung mencium dadanya, kuciumi kedua payudaranya dengan lembut tapi puting susunya sengaja aku tidak lumat, hanya aku sentuh dan gesek dengan bibirku sambil sesekali kugesekkan ujung hidungku pada puting susunya yg mulai mengeras. Dia hanya merintih geli saat kulakukan itu, lalu dengan gerakan cepat dan tiba2 aku menerkam puting susunya yg sebelah kiri dengan bibirku. Kugigit lembut putingnya dengan bibirku lalu kubuat gerakan memelintir puting susunya, tubuhnya tersentak sedikit saat kulakukan itu. Tangannya meremas rambutku lembut, mulutnya menggumamkan kata2 tidak jelas pertanda birahinya mulai beranjak naik lagi. Tanganku bergerak meremas dadanya yg sebelah kanan, lalu kupelintir puting susunya dengan dua jariku, perlahan kurasakan kedua puting susunya makin mengeras. Tangannya makin kuat meremas kontolku dan kurasakan sedikit sakit saat jarinya meremas kontolku dengan agak kuat, kugeser pantatku sedikit agar remasannya pada kontolku bisa sedikit berkurang. Puas bermain di dadanya, kugeser tanganku perlahan menuruni tubuhnya, kuraba perutnya yg masih rata tanpa lemak walau sudah pernah melahirkan lalu semakin turun ke bawah ke arah vaginanya. Kakinya semakin dilebarkan saat jemariku sampai di daerah paling sensitif di tubuhnya. Jari telunjukku kuletakkan tepat di atas klitorisnya dan jari tengahku menyentuh permukaan bibir vaginanya yg telah mulai membasah lagi. Kugerakkan kedua jariku berirama dan kuhisap kuat2 puting susunya, perlakuanku itu membuatnya makin tidak mampu menahan diri. Tiba2 dia mendorong tubuhku lalu dengan cepat dia menaiki tubuhku. “Kamu nakal..awas ya sekarang giliran kamu kubikin lemes..” ucapnya sambil memegang kontolku lalu diarahkannya ke arah vaginanya yg telah merekah basah. Setelah dirasa pas lalu dia menekan pinggulnya perlahan, erangan nikmat keluar dari mulut kami bersamaan saat kulit kelamin kami mulai bersentuhan, nikmat sekali. Karena vaginanya telah sangat basah maka dengan mudah seluruh kontolku dapat masuk ke dalam vaginanya, lalu pinggulnya mulai bergerak naik turun dengan cepat. Kuimbangi gerakan naik turunnya dengan arah berlawanan, jadi penetrasi yg terjadi semakin dalam dirasakannya. Kontolku terasa dijepit oleh vaginanya, aku tidak menyangka walaupun dia pernah melahirkan sampai 2 kali ternyata vaginanya masih sangat nikmat, mampu menjepit dan memberikan gesekan nikmat pada kontolku. Suara berkecipak akibat kelamin kami yg beradu ditambah suara rintihan dan erangan nikmat dari mulut kami membuat suasana kamar menjadi semakin erotis. Kuremas kedua payudaranya yg bergelantungan di atas tubuhku, kupilin puting susunya kadang kutarik lembut hingga membuatnya makin tak mampu menahan diri. Beberapa menit kami melakukan ini, aku berusaha bertahan untuk tidak keluar terlebih dulu, karena aku ingin memberinya kepuasan ganda hari itu. Akhirnya puncak kenikmatan itu mulai dirasakannya, rintihan nikmatnya makin kuat terdengar. “Uugh sayang, aku mau keluar lagi..eempf..” rintihnya, tangannya kuat mencengkeram dadaku dan kurasakan kukunya mencakar kulit dadaku. Dibarengi teriakan nikmatnya lalu tubuhnya menegang kaku sesaat, kedua matanya rapat terpejam dan mulutnya terbuka menggumamkan jerit kenikmatan. Mendengar rintihan nikmatnya membuatku tak mampu lagi menahan diri, aku juga mulai merasakan adanya aliran yg semakin kuat membuncah di kontolku seakan ingin meledak. “Aah mbak..Santii..aku juga..aahh..” ucapku tersendat saat air maniku tak mampu lagi kubendung menyemprot kuat di dalam vaginanya. Mendapat semprotan air maniku yg kuat di dalam vaginanya membuat dirinya orgasme untuk ketigakalinya. Saat orgasmenya yg ketiga dia melumat bibirku dengan buas, teriakan nikmatnya tertahan di dalam mulutku bercampur dengan erangan nikmatku. Kami saling berpelukan erat menikmati sisa orgasme yg kami rasakan, kontolku masih tertancap kuat di dalam vaginanya. Bibirku dan bibirnya saling melumat, dengan mata terpejam kami menikmati sensasi nikmat ini. Setelah rasa nikmat itu mulai mereda, tubuhnya bergulir lunglai ke sisiku. Kami memandangi langit2 kamar dengan sejuta rasa puas. Kulirik jam dinding yg tergantung di kamarnya, sudah jam 11 lewat, berarti tadi aku telah bercinta dengannya hampir tiga jam! Benar2 pertarungan yg melelahkan, tapi aku sangat puas karena telah mampu memuaskannya berkali2. Dengan beringsut aku menghadap ke arah payudaranya, kukulum sejenak puting susunya sambil kulirik vaginanya yg basah, basah oleh campuran air maniku dan cairan vaginanya. Dia merintih manja sambil tangannya mengusap lembut rambutku, bibirnya menyunggingkan senyum kepuasan. Lalu kukatakan padanya bahwa aku harus segera keluar dari rumahnya karena aku tidak mau anak2nya memergoki perbuatan yg barusan kami lakukan. Dia melumat bibirku sesaat, lalu dia mengatakan sangat puas dengan permainanku dan ingin mengulanginya lagi lain hari. Tentu saja aku tidak akan menolak permintaan nikmat itu. Setelah pertemuan itu kami masih sempat beberapa kali melakukan lagi melakukannya, kadang di rumahnya dan lebih sering di hotel, dan untungnya sejauh ini keluarganya tidak mengetahui perbuatan kami tersebut. Kini kami sudah tidak pernah lagi bertemu karena dia telah pindah ke kota lain mengikuti suaminya.

Kenikmatan Anak Pelanggan

Suatu hari aku mendapat perintah dari boss untuk mendatangi rumah Ibu Yuli, menurutnya antena parabola Ibu Yuli rusak tidak keluar gambar gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai sepeda motor Yamaha, segera aku meluncur ke alamat tersebut. Sampai di rumah Ibu Yuli, aku disambut oleh anaknya yang masih SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku sudah beberapa kali ke rumahnya maka tentu saja Anita segera menyuruhku masuk. Saat itu suasana di rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih mengenakan seragam sekolah, kelihatannya dia juga baru pulang dari sekolah. “Jam berapa sich Ibumu pulang, Nit..?” “Biasanya sih yah, sore antara jam 5-an,” jawabnya. “Iya, tadi Oom disuruh ke sini buat betulin parabola. Apa masih nggak keluar gambar..?” “Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara Dua Pilihan, rugi deh..” “Coba yah Oom betulin dulu parabolanya…” Lalu segera aku naik ke atas genteng dan singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan posisi parabola yang tergeser karena tertiup angin. Nah, awal pengalaman ini berawal ketika aku akan turun dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk memegangi tangganya. Saat itu Anita sudah mengganti baju seragam sekolahnya dengan kaos longgar ala Bali. Kedua tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya kedua lengan kaosnya melorot ke bawah, dan ujung krahnya yang kedodoran menganga lebar. Pembaca pasti ingin ikut melihat karena dari atas pemandangannya sangat transparan. Ketiak Nita yang ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat sensual sekali, lalu dari ujung krahnya terlihat gumpalan payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku seketika berdenyut-denyut dan mulai mengeras. Sebuah pemandangan yang merangsang. Anita tidak memakai BH, mungkin gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan kencang, namanya juga payudara remaja yang belum terkena polusi. Dengan menahan nafsu, aku pelan-pelan menuruni tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak tidak menyadari kalau aku sedang menikmati keindahan payudaranya. Tapi yah.. sebaiknya begitu. Gimana jadinya kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin minimal pasti patah tulang. Yang pasti setelah selamat sampai ke bumi, pikiranku jadi kurang konsentrasi pada tugas. Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya ada kami berdua, aku dan seorang gadis remaja yang cantik. Anita memang cantik, dan tampak sudah dewasa dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah yang kaku. Seperti biasanya, mataku menaksir wanita habis wajah lalu turun ke betis lalu naik lagi ke dada. Kelihatannya pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat dalamnya kan belum ketahuan. “Oom kok memandang saya begitu sih.. saya jadi malu dong..” katanya setengah manja sambil mengibaskan majalah ke mataku. “Wahh… sorry deh Nit… habis selama ini Oom baru menyadari kecantikanmu,” sahutku sekenanya, sambil tanganku menepuk pipinya. Wajah Anita langsung memerah, barangkali tersinggung, emang dulu-dulunya nggak cakep. “Idihh… Oom kok jadi genit deh..” Duilah senyumnya bikin hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan. Setelah itu aku mencoba menyalakan TV dan langsung muncul RCTI Oke. Beres deh, tinggal merapikan kabel-kabel yang berantakan di belakang TV. “Coba Nit.. bantuin Oom pegangin kabel merah ini…” Dan karena posisi TV agak rendah maka Anita terpaksa jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna merah. Kaos terusan Anita yang pendek tidak cukup untuk menutup seluruh kakinya, akibatnya sudah bisa diduga. Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku, bahkan sempat terlihat warna celana dalam Anita. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak lalu berdetak dengan cepatnya. Dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja saat kupegang untuk mengambil kabel merah RCA kembali. Punggung tangannya kubelai, diam saja sambil menundukkan wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala tangannnya kuremas Anita telah mengeluarkan keringat dingin. Lalu pelan-pelan kudongakkan wajahnya serta kubelai sayang rambutnya. “Anita, kamu cantik sekali.. Boleh Oom menciummu?” kataku kubuat sesendu mungkin.
Anita hanya diam tapi perlahan matanya terpejam. Bagiku itu adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua pipinya. Dan setengah ragu aku menempelkan bibirku ke bibirnya yang membisu. Tanpa kuduga dia membuka sedikit bibirnya. Itu pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda. Segera kulumat bibirnya yang empuk dan terasa lembut sekali. Lidahku mulai menggeliat ikut meramaikan suasana. Tak kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran lidahku, Anita mempertemukan lidahnya dengan milikku. Kujilati seluruh rongga mulutnya sepuas-puasnya, lidahnya kusedot, Anita pun mengikuti caraku. Pelan-pelan tubuh Anita kurebahkan ke lantai. Mata Anita menatapku sayu. Kubalas dengan kecupan lembut di keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit terbuka. Tanganku yang sejak tadi membelai rambutnya, rasanya kurang pas, kini saat yang tepat untuk mulai mencari titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip ular mengincar mangsa. Karena Anita memakai kaos terusan, pahanya yang mulus mulai terbuka sedikit demi sedikit. Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi adalah gadis baru berusia sekitar 14 tahun. Harus penuh kasih sayang dan kelembutan, sabar menunggu hingga sang mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku, kala aku kesulitan menyingkap kaosnya yang tertindih pantat, Anita sedikit mengangkat pinggulnya. Wah, sungguh seorang wanita yang penuh pengertian. “Ahhh.. Ahhh..” hanya suara erangan yang muncul dari bibirnya kegelian ketika mulutku mulai mencium batang lehernya. Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung celana dalamnya lalu bergeser sedikit lagi ke tengah. Terasa sudah lembab celana dalam Anita. Tanganku menemukan gundukan lunak yang erotis dengan belahan tepat ditengah-tengahnya. Aku tak kuasa menahan gejolak hati lagi, kuremas gemas gundukan itu. Anita memejamkan matanya rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya. Hawa yang panas menambah panas tubuhku yang sudah panas. Segera kulucuti bajuku, juga celana panjangku hingga tinggal tersisa celana dalam saja. Tanpa ragu lagi kupelorotkan celana dalam Anita. Duilah.. Baru kali ini aku melihat bukit kemaluan seindah milik Anita. Luar biasa.. padahal belum ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar putih sekali. Dan ketika kutekuk lutut Anita lalu kubuka kakinya, tampak bibir kemaluannya masih bersih dan sedikit kecoklatan warnanya. Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku berhasil memabukkannya. Ia hanya bisa medesah-desah kegelian sambil meremasi kaosnya yang sudah tersingkap setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang gampang susah) apa sus-sus-gam (susah susah gampang). Tidak sabar lagi aku membiarkan sebuah keindahan terbuka sia-sia begitu saja. Aku segera mengarahkan wajahku di sela-sela paha Anita dan menenggelamkannya di pangkal pertemuan kedua kakinya. Mulutku kubuka lebar-lebar untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau semerbak tidak kuhiraukan, kuanggap semua kemaluan wanita yah begini baunya. Lidahku menjuluri seluruh permukaan bibir kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan habis dan kujilati terus. Kujilati sepuas-puasnya seisi selangkangan Anita sampai bersih. Lidahku bergerak lincah dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya. Dan ketika lidahku mengayun dari bawah ke atas hingga tepat jatuh di klitorisnya, Kujepit klitorisnya dengan gemas dan lidahku menjilatinya tanpa kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk berdiam diri. Badannnya memberontak ke atas-bawah dan bergeser-geser ke kiri-kanan. Segala ujung syarafnya telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat dashyat. Sebuah kenikmatan yang bersumber dari lidahku mengorek klitorisnya tapi menyebar ke seantero tubuhnya. Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya, boro-boro mikir, untuk bernafas saja tidak bisa dikontrol. Aku jadi semakin ganas dan melupakan softly itu siapa. Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh seluruh isinya. Demi melihat Anita tersenggal-senggal, segera kutanggalkan modal terakhirku, celana dalam. Tanpa ba. bi. bu. be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal selangkangan Anita. Sekilas aku melihat Anita mendelik kuatir melihat perubahan perangaiku. Batang kemaluanku memang kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir menyentuh pusar bila berdiri tegak. Anita kelihatannya ngeri dan mulai sadar ingatannya, kakinya agak tegang dan berusaha merapatkan kedua kakinya. “Ampun Oom.. jangan Ooommm.. ampun Oommm.jangannn…” Tangan Anita mencoba menghalau kedatangan senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya. Merasa mendapat perlawanan, sejenak aku jadi agak bingung, tapi untunglah aku memiliki pengalaman yang cukup untuk menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku kembali membelai rambutnya yang terurai agak acak-acakan. “Nita takut Oom. Nanti kalau Mama tahu pasti Nita dimarahin. Dan lagi Nita nggak pernah kayak ginian. Nita juga jadi malu..” Katanya setengah mau menangis dan membetulkan kaosnya untuk menutupi tubuhnya. “Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap kamu. Oom sayang sekali sama Nita. Dan lagi Nita jangan takut sama Oom. Semua orang cepat atau lambat pasti akan merasakan kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan takut ‘beginian’ karena ‘beginian’ itu enak sekali.” “Iya, tapi Nita nggak tahu harus bagaimana dan kenapa tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata Anita mulai mengalir dari pojok matanya. Melihat itu aku segera memeluknya agar bisa menenangkannya. Agak lama aku memberi ceramah dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita bisa memahami seluruhnya. Dan sesekali senyumnya mulai muncul lagi. “Coba sekarang Nita belajar pegang ‘anunya’ Oom, bagus khan,” aku meraih tangannya lalu membimbingnya ke batang kejantananku. Tangannya kaku sekali tapi setelah perlahan-lahan kuelus-eluskan pada batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor. Lalu tangannya mulai menggenggam batang kejantananku. Pelan-pelan tangannya kutuntun maju-mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku mulai bergerak membesar, sampai akhirnya tangan Anita tidak cukup lagi menggenggamnya. Dan Anita kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya bergerak sendiri. “Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh.. kamu memang anak yang pintar.. ahhhh..” mulutku tak sanggup menahan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh syarafku. Sementara itu tangan kiriku mulai meremas payudaranya yang masih tertutup kaos Bali yang tipis. Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita. Tangan kananku yang satu meraih kepalanya lalu dengan cepat kulumat bibirnya. Lidahku menjulur keluar menelusuri setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah Anita pun mengikuti yang kulakukan. Dari matanya yang terpejam aku bisa merasakan kenikmatan tengah membakar tubuhnya. Segera aku meminta Anita untuk melepas kaosnya agar lebih leluasa. Dan tanpa ragu-ragu Anita segera berdiri lalu menarik kaosnya ke atas hingga melampaui kepalanya. Batang kejantananku semakin berdenyut-denyut menyaksikan tubuh mungil Anita tanpa mengenakan selembar benang. Tubuhnya yang sintal dan putih bersih membakar semangatku. Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung indah dengan puting yang mengarah ke atas mengingatkanku pada payudara Holly Hart (itu lho salah satu koleksi Playboy). “Nit, tubuhmu luar biasa sekali.. Hebat!” Pujianku membuat wajahnya memerah barangkali menahan malu. “Oomm, boleh nggak Anita mencium ‘itu’nya Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke selangkanganku. Rasanya tidak etis kalau aku menolaknya. Lalu sambil duduk di sofa aku menelentangkan kedua kakiku. “Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..” Kubikin semanis mungkin senyumku. Anita pun mengambil posisi dengan berjongkok lalu kepalanya mendekati selangkanganku. Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala batang kejantananku. Pelan-pelan lidahnya mulai ikut berperan aktif menjilat-jilatinya. Anita kelihatan keenakan mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri sekeliling batang kejantananku. Sensasi yang luar biasa membuatku gemas meremasi kedua payudaranya. “Aaduuhhh… enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba ke sebelah sini,” kataku sambil menunjuk ke buah pelirku. Anita segera paham lalu mejulurkan lidahnya ke pelirku. Anita menggerakkan lidahnya ke kanan-kiri atas-bawah. “Oomm, ke kamar Nita aja yuk biar nggak gerah..” Sahutnya mengajak ke kamarnya yang ber-AC. “Terserah Nita aja dehh..” balasku. Begitu Anita merebahkan tubuhnya ke spring bed, aku tidak mau menunggu terlalu lama untuk merasakan tubuh indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak ada yang kusia-siakan. Terutama di payudaranya yang aduhai. Tanganku seakan tak pernah lepas dari liang kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh Anita menggerinjal entah mengapa. Sementara itu batang kejantananku seperti akan meledak menahan tekanan yang demikian besarnya. Akhirnya kutuntun batang kejantananku ke arah liang kewanitaan Anita. Liang kewanitaan Anita yang telah kebanjiran sangat berguna sekali, bibir kemaluannya yang kencang memudahkan batang kejantananku menyelinap ke dalam. Sedikit-sedikit kudorong maju. Dan setiap dorongan membuat Anita meremas kain sprei. Kalau Anita merasa seperti kesakitan aku mundur sedikit, lalu maju lagi, mundur sedikit, maju lagi, mundur, maju, mundur, maju, “blesss…” Tak kusangka liang kewanitaan Anita mampu menerima batang kejantananku yang keterlaluan besarnya. Begitu amblas seluruh batang kejantananku, Anita menjerit kesakitan. Aku kurang menghiraukan jeritannya. Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku. Tapi aku tetap menjaga irama permainanku maju-mundur dengan perlahan. Menikmati setiap gesekan demi gesekan. Liang senggama Anita sempit sekali hingga setiap berdenyut membuatku melayang. Denyutan demi denyutan membuatku semakin tak mampu lagi menahan luapan gelora persetubuhan. Terasa beberapa kali Anita mengejankan liang kewanitaannya yang bagiku malah memabukkan karena liang kewanitaannya jadi semakin keras menjepit batang kejantananku. Erangan, rintihan, dan jeritan Anita terus menggema memenuhi ruangan. Rupanya Anita pun menikmati setiap gerakan batang kejantananku. Rintihannya mengeras setiap batang kejantananku melaju cepat ke dasar liang senggamanya. Dan mengerang lirih ketika kutarik batang kejantananku. Hingga akhirnya aku sudah tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Ketika batang kejantananku melaju dengan kecepatan tinggi, meledaklah muatan di dalamnya. batang kejantananku menghujam keras, dan kandas di dasar jurang. Anita pun melengking panjang sambil mendekap kencang tubuhku, lalu tubuhnya bergetar hebat. Sebuah kenikmatan tanpa cela, sempurna Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli. Perasaanku mendadak tegang dan kacau, kuatir beliau mengetahui skandalku dengan anaknya. Mulanya aku tidak berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli nanti ngomongin semua perbuatanku pada teman sekerjaku, terpaksa kuterima teleponnya dengan nada gemetar. “Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.” “Oh baik, terima kasih lho, parabola Ibu sekarang sudah bagus, dan sekalian Ibu mau nanyakan ongkos servisnya berapa.. ” “Ah. nggak usah deh, Bu.. Cuman rusak sedikit kok, hanya karena kena angin jadi arahnya berubah.” “Jangan begitu, nanti Ibu nggak mau nyervis ke tempatmu lagi lho.” “Wah.. tapi saya cuman sebentar saja kerjanya.” “Iya, bagaimanapun khan kamu sudah keluar keringat, jadi ibu mesti bayar. Nanti siang yach, kamu ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.” “Iya dech kalau Ibu maunya begitu, tapi sebelumnya terima kasih, Bu.” Begitulah akhirnya aku nongol lagi di rumah Ibu Yuli. Lagi-lagi Nita yang menerimaku. “Wah, terlambat Oom. Ibu dari tadi nungguin Oom datang. Barusan saja Ibu pergi arisan ke kantornya. Tapi masuk saja Oom, soalnya ada titipan dari ibu.” Sampai di dalam, kelihatannya Nita tengah belajar bersama dengan teman-temannya. Ada 3 orang cewek sebayanya lagi asyik membahas soal Fisika. Dan kedatanganku sedikit memecah konsentrasi mereka. Kuamati sekilas teman Nita kok cakep-cakep yach. Aku membalas sapaan mereka yang ramah. “Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa Tengah.” Kaget juga aku dikerjain Nita. Satu persatu kusalami mereka, Lusi, Ita, dan Indra. Senyum mereka ceria sekali. Di usia mereka memang belum mengenal kepahitan hidup. Semuanya serba mudah, mau ini tinggal bilang ke mama, mau itu tinggal bilang ke papa. Dasar anak keju. Ketiganya memang jelas kelihatan anak orang kaya. Penampilan, gaya, dan kulit mulus mereka yang membedakan dari orang miskin. Lusi punya lesung pipit seperti aktris Italy. Ita wajahnya mengingatkanku pada seorang aktris sinetron yang lemah lembut, tapi yang ini agak genit. Indra yang berbadan paling besar mirip seorang aktris Mandarin. Persis aktris-aktris lagi makan rujak bareng. Habis aku paling bingung kalau mendeskripsikan wanita cantik, rasanya nggak cukup selembar folio. Aku menurut saja ketika tanganku di seret ke dalam oleh Nita sambil berpamitan pada temannya mau mengantar Oomnya ke kamar. Dan setelah mengunci pintu kamar, kekagetanku tambah satu lagi. Tubuhku langsung direbahkan ke kasur, lalu menindihku sambil mulutnya menciumiku. “Oom, Nita mau lagi.” rengeknya manja. Ya, ampun sungguh mati aku nggak bisa menolaknya. Aku pun segera membalas ciumannya. Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita yang masih mengenakan seragam SMP-nya terguling ke samping hingga giliranku yang di atas. Kancing bajunya satu demi satu kulepas. Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas dengan gemas. Dari leher hingga perutnya kutelusuri agak brutal. Dan Nita yang meronta-ronta tak kuberi ampun sedikitpun. Kakinya mengangkang lebar kala tanganku mulai merambat ke atas pahanya dan berhenti tepat di tengah selangkangan. Gundukan kemaluan yang empuk membuat tanganku gemetar kala meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel sebuah liang yang menganga di tengahnya. Celana dalam Nita mulai lembab kelihatannya tak tahan menghadapi serangan yang bertubi-tubi. Akupun sangat merindukan Nita, hingga rasanya tak sabar lagi untuk segera menancapkan batang kemaluanku. Segera kupeloroti celana dalamnya setelah roknya kusingkap ke atas. Kerinduan akan baunya yang khas membuat kepalaku tertarik ke arah kemaluan Nita, lalu kubenamkan di sela pahanya. Mulutku memperoleh kenikmatan yang tiada tara kala mengunyah dan memainkan bibirku pada bibir kemaluannya. Nita pun semakin menggila gerakannya apalagi bila lidahku mengorek-ngorek isi kemaluannya. Nikmat sekali rasanya. Klitorisnya yang menyembul kecil jadi sasaran bila Nita menghentak badannya ke atas. Sepertinya Nita sudah ‘out of control’ karena tangannya dengan kacau meremas segala yang dapat diraih. Demikian juga halnya denganku, entah berapa cc cairan memabukkan yang telah kureguk. Batang kemaluanku yang sudah ‘maximal’ kuarahkan ke liang senggama Nita. Sekilas kulihat Nita menggigit bibirnya sendiri menanti kedatangan punyaku. Akupun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Benar-benar kunikmati tiap tahapan batangku melesak ke dalam liang kemaluannya. Sedikit demi sedikit batang kemaluanku kutekan ke bawah. Indah sekali menyaksikan perubahan wajah Nita kala makin dalam kemaluanku menelusuri liang kemaluannnya. Akhirnya, “Blesss..” Habis sudah seluruh batang kemaluanku terbenam ke liang kenikmatannya. Selanjutnya dengan lancar kutarik dan kubenamkan lagi. Makin lama makin asyik saja. Memang luar biasa kemaluan Nita, begitu lembut dan mencengkeram. Ingin rasanya berlama-lama dalam liang kemaluannya. Semakin lama semakin dahsyat aku menghujamkan batangku sampai Nita menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang menjajahnya. Hingga akhirnya Nita berkelojotan sambil meremas ganas rambutku. Wajahnya tersapu warna merah seakan segenap pembuluh darahnya menegang kencang, hingga mulutnya meneriakkan jeritan yang panjang. Kiranya Nita tengah mengalami puncak orgasme yang merasuki segenap ujung syarafnya. Menyaksikan pemandangan seperti ini membuatku makin cepat mengayunkan batang kemaluanku. Dan rasanya aku tak bisa menahan lebih lama lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi. Secepatnya kucabut batang kemaluanku dan segera kuarahkan ke mulut Nita. Nita agak gugup menerima batang kemaluanku. Tapi nalurinya bekerja dengan baik, mulutnya segera menganga dan langsung mengulum batang kemaluanku. Dan kala aku meledakkan lahar, lidahnya menjilati sekujur batang kemaluanku. Tubuhku rasanya langsung luruh, tenagaku terkuras habis-habisan. Beberapa kali batang kemaluanku mengejut dan mengeluarkan lahar. Oh, my God.. Keasyikanku berdua dengan Nita membuat kami tidak merasakan jam yang terus berjalan. Tidak terasa hampir 3 jam kami meninggalkan teman-teman Nita di luar. Sekilas terdengar suara kasak-kusuk, seperti ada orang lagi mengintip perbuatan kami. Tapi saking asyiknya menikmati tubuh Nita, aku jadi tak mempedulikannya. Kulirik Nita masih tergolek tanpa penutup apa-apa dengan tubuh terlentang kelelahan. Wajahnya yang terlihat polos sangat indah dengan paduan tubuh kecil yang mulus. Kakinya masih membuka lebar, seperti sengaja memamerkan keindahan lekukan di selangkangannya. Gundukan kemaluannya memang belum berbulu sehingga jelas kelihatan bibir kemaluannya yang merah muda. “Nit, teman-temanmu kelihatannya lagi pada ngintip lho.” kataku berbisik di telinganya. “Hehhh..?” jawabnya sambil segera menutupi tubuhnya dengan selimut. “Teman-temanmu…” sekali lagi aku meyakinkannya sambil menunjuk ke pintu. “Wwaduhh, gimana nich.. Oom.” “Tenang aja, cepat pakai baju lagi dan seakan-akan nggak ada apa-apa, okey?” “Tapi Nita jadi malu sama mereka dong,” katanya manja dan wajahnya berubah merah sekali. “Sudah dech jangan dipikirin, anggap aja kita nggak tahu kalau mereka pada ngintip.” Akhirnya kami keluar kamar juga, dan teman-teman Nita kelihatan sekali pura-pura sibuk mengerjakan soal-soal. Terlebih wajah mereka bertiga tersapu rona merah, dan tampak menahan senyum. Wah agak grogi juga aku untuk menyapa mereka. Sekali lagi aku tertolong oleh usiaku yang jauh di atas mereka. Kata orang langkah awal memang sulit untuk dilakukan. “Hallo, belum selesai nich soal-soalnya?” kata awal yang akhirnya meluncur juga. “Iya Oomm..” seperti koor mereka menjawab serentak. Dan makin memperlihatkan kegugupan mereka. Boleh juga nich. Dan ide-ide cemerlang pun segera bermunculan, barangkali tidak terpikirkan oleh seorang Einstein. “Sebaiknya istirahat dulu biar fresh pikiran kita, jadi nanti kita akan dengan mudah mengerjakan soal-soal rumit kayak gitu,” Saranku menirukan seorang psikiater. Sebab menurut hematku mereka pasti juga turut terangsang mengintip perbuatan kami. Dengan kata lain mereka menyetujui perbuatan itu, kalau nggak setuju yach jelas nggak mau ngintip. Jadi kesimpulannya kalau mereka mau mengintip berarti juga mau untuk berbuat seperti itu. “Begini, Oom tahu kalau kalian tadi ngintip Oom di kamar. Tapi kalian tidak perlu kuatir sama Oom. Oom nggak marah kok. Malah senang bisa memberi kalian pelajaran baru. Tapi Oom juga kepingin lihat kalian telanjang juga dong, biar adil namanya. Iya, nggak.?” Seketika wajah mereka bertambah merah padam, antara malu dan takut. “Maaf Oom, tadi kami tidak sengaja mengintip.” kata Indra ketakutan sambil merapatkan pahanya. “Baiklah kalau begitu Oom tidak mau memaksa kalian, Oom juga sayang sama kalian. Kalian semua cantik-cantik. Sekarang daripada kalian ngintip, Oom nggak keberatan untuk nunjukin burung oom. Lihat yach dan kalian semua harus memegangnya. Yang nggak mau megang nanti Oom telanjangin!” Suaraku bertambah nada ancaman. Dan aku pun segera membuka reitsleting celana sekaligus memelorotkannya berikut celana dalam, hingga burungku yang ngaceng melihat kepolosan mereka langsung nyelonong keluar. Serempak Indra, Lusi, dan Ita menutup wajah mereka. Aku acuh saja mendekati mereka satu persatu dan menarik tangannya untuk memegang burungku. Mulanya tangan mereka kaku sekali tapi jadi mengendur kala menempel burungku. Nita yang sedari tadi hanya menonton langsung memprotes kelakuanku. “Sudahlah Oom jangan begitu, lebih baik kita semua telanjang bersama saja, itu memang yang paling adil. Lagian kita juga sudah biasa mandi bersama kok, iya khan teman-teman.” Indra, Lusi, dan Ita diam saja tampak malu-malu mempertimbangkan tawaran Nita. “Baiklah karena diam berarti kalian setuju. Ayo dong Lus, biasanya kamu yang paling suka membukakan bajuku.” Kata Nita sambil menghampiri lalu merangkul Lusi. “Iya dech saya setuju, tapi asal yang lain juga setuju lho.” Lusi mengumpan lampu kuning. “Oke, Saya juga setuju agar konsekuen dengan perbuatan kita.” Ita menimpalinya. “Demi kalian aku juga boleh-boleh saja.” Akhirnya Indra juga memberi keputusan yang melegakan hatiku. “Nach begitu baru kompak namanya. Yuk kita bareng-bareng ke kamar aja..” Sahut Nita. Jantungku bergerak kencang sekali, membuat langkahku limbung. Di depanku berjalan 4 cewek imut-imut alias ABG, Nita dan ketiga temannya, Indra, Lusi, dan Ita, menuju kamar Nita. Mulanya bingung harus bagaimana, tapi situasi yang memaksaku berbuat spontan saja. Mereka semua kusuruh duduk berjejer di tepi ranjang. “Begini, kalian semua nggak perlu takut sama Oom. Oom nggak mungkin menyakiti kalian, kita sekarang akan bermain dalam dunia yang baru, yang belum pernah kalian rasakan. Kalian tak perlu malu, kalian tinggal menuruti apa saja yang Oom perintahkan. Sekali lagi rileks saja, anggaplah kita sedang menjalani pengalaman yang luar biasa.” Banyak sekali sambutan pembukaan yang keluar begitu saja dari mulutku, untuk meyakinkan mereka dan agar nanti tidak kacau. Akhirnya mereka menganggukkan kepala satu persatu sebagai tanda setuju. Di wajah mereka mulai muncul senyum-senyum kecil, tetapi jelas tak bisa menyembunyikan rasa malunya. Wajah mereka memerah kala aku mengucapkan kata-kata yang berbau gituan. Singkat kata kusuruh mereka semua berdiri berhadapan, berpasangan. Nita memilih Indra sebagai pasangannya, sedang Lusi dengan Ita. Padahal batang kejantananku sudah gemetaran ingin segera melabrak mereka, tetapi nalarku yang melarangnya. “Sekarang kalian coba saling membukakan baju pasangan kalian sampai tinggal BH dan celana dalam saja. Biar nanti sisanya Oom yang bukain.” Mulanya mereka ragu bergerak, untunglah ada Nita yang berpengalaman dan Ita yang agresif sekaligus paling cantik dan menggiurkan. Ita memang lebih menonjol dari semuanya, badannya yang bagus tergambar dalam baju tipisnya, hingga BH-nya menerawang membentuk gundukan yang sempurna. Nita dan Ita tampak tertawa kecil membuka kancing baju temannya yang tak bisa mengelak lagi. Dan tentu saja Indra membalas perbuatan Nita, demikian pula Lusi. Wah, tak kusangka jadi meriah sekali persis seperti lomba makan krupuk. Hatiku bersorak girang melihat mereka saling berebut melepas baju pasangannya. Sementara itu otakku terus berputar mencari solusi terbaik untuk step berikutnya, selalu saja setiap cara ada kemungkinan terjadi penolakan. Sebaiknya harus selembut mungkin tindakanku. Pasangan Nita dan Indra kelihatan kompak, hingga tak banyak waktu mereka berdua telah telanjang, hanya BH dan celana dalam saja yang menempel di badannya. Untuk Nita tak perlu kuceritakan lagi, lagian para pembaca juga sudah pernah ikut menikmati keindahan tubuhnya pada episode yang lalu. Sedang Indra yang berbadan putih mulus masih malu-malu saja, sambil menutupi selangkangannya dengan tangan kanan ikut menonton Ita dan Lusi yang belum selesai. Sementara itu, Ita dan Lusi sampai bergulingan di lantai. Kelihatannya Lusi menolak dibuka rok bawahnya, tapi Ita tetap ngotot menelanjanginya. Nita dan Indra turut tertawa menonton pergulatan seru itu. Dan karena gemas melihat Ita kewalahan atas pemberontakan Lusi, Nita dan Indra segera bergerak membantu Ita dengan memegangi kaki Lusi yang tengah menendang-nendang. Secepat kilat Ita memelorotkan rok bawah Lusi sampai terlepas. “Heehhh.. kalian curanggg.. Nggak mau, Lusi nggak mau sama kalian lagi..” Lusi berteriak dengan sengit dan seperti mau menangis. “Tenang Lusi, kita kan lagi bersenang-senang sekarang, dan lagi kenapa kamu mesti seperti itu. Bukankah kamu sendiri tadi sudah ikut setuju. Dari tadi kan Oom nggak memaksa kamu. Yang penting kita tidak akan menceritakan kejadian ini pada siapa pun. Hanya kita-kita saja yang tahu. Kalau kamu malu itu salah. Percaya deh sama Oom.” Untunglah saranku kelihatannya dapat diterima, apalagi melihat Ita segera membuka bajunya sendiri yang kusut sekali. Satu persatu kancing bajunya dibuka, dan sekali melorot sekujur keindahan tubuhnya terpampang. Tak kusangka Ita terus melepas BH-nya, kemudian membungkuk dan melepas celana dalamnya. Seketika jantungku berhenti berdetak, seluruh susunan syarafku mengeras, sampai dada ini seperti mau meledak. Sebuah pemandangan yang menakjubkan terpampang begitu saja di depanku. “Luar biasa.. Hebat.. Nah dengan begini berarti Lusi nggak boleh ngambek lagi lho. Lihat Ita telah membayar kontan. Yuk kalian semua sekarang duduk lagi di ranjang sini.” Segera mereka sekali lagi menuruti perintahku. Aneh memang, selama ini aku nggak pernah kenal sama ilmu-ilmu gaib seperti di Mak Lampir, tetapi kenyataannya kok bisa mereka begitu saja patuh padaku. “Nah sekarang kalian semua berbaring,” Mereka patuh lagi. Dengan kaki terjuntai di lantai mereka semua membaringkan tubuhnya. “Sekarang kalian diam saja, Oom akan memberi sesuatu pengalaman baru seperti yang kalian tonton waktu Oom sama Nita. Kalian tinggal menikmati saja sambil menutup mata kalian biar lebih konsentrasi.” Sengaja aku menjatuhkan pilihan pertama pada Lusi. Perlahan-lahan kubuka celana dalamnya, kakinya agak menegang. Sedikit demi sedikit terus kutarik ke bawah. Segundukan daging mulai terlihat. Detak jantungku kembali berdegup cepat. Dan lepaslah celana dalamnya tanpa perlawanan lagi. Gundukan bukit kecil yang bersih, dengan bulu-bulu tipis yang mulai tumbuh di sekelilingnya, tampak berkilatan di depanku. Sedikit kurentang kedua kakinya hingga terlihat sebuah celah kecil di balik bukit itu. Lalu dengan kedua jempol kubuka sedikit celah itu hingga terlihat semua isinya. Aku sampai menelan air liurku sendiri demi melihat liang kewanitaan Lusi. Kudekatkan kepalaku agar pemandangannya lebih jelas. Dan memang indah sekali. Aku tak bisa menahan lagi, segera kudekatkan mulutku dan kulumat dengan bibir dan lidahku. Rakus sekali lidahku menjilati setiap bagian liang kewanitaan Lusi, rasanya tak ingin aku menyia-nyiakan kesempatan. Dan tiap lidahku menekan keras ke bagian yang menonjol di pangkal liang kewanitaannya, Lusi mendesis kegelian. Kombinasi lidah dan bibir kubuat harmonis sekali. Beberapa kali Lusi mengejangkan kakinya. Aku tak peduli akan semerbak bau yang khas memenuhi seputar mulutku. Malah membuat lidahku bergerak makin gila. Kutekankan lidahku ke lubang liang kewanitaan Lusi yang sedikit terbuka. Rasanya ingin masuk lebih dalam lagi tapi tak bisa, mungkin karena kurang keras lidahku. Hal ini membuat Lusi beberapa kali mengerang keenakan. “Aduhhh.. Oommm.. enakkk sekali.. terusss Oomm.. ohhh…” Mulut Lusi mendesis-desis keenakan. Dan setiap lidahku menerjang liang kewanitaannya, Lusi menghentakkan pinggulnya ke atas, seakan ingin menenggelamkan lidahku ke dalam liang kewanitaannya. Banyak sekali cairan kental mengalir dari liang kewanitaannya, dan seperti kelaparan aku menelan habis-habisan. Persis seperti orang sedang berciuman, cuma bedanya bibirku kali ini mengunyah bibir liang kewanitaan Lusi hingga mulutku berlepotan lendir. Ita yang berbaring di sebelah Lusi tampak gelisah, beberapa kali kulihat dia merapat-rapatkan pahanya sendiri. Rupanya dia ikut hanyut melihat permainanku. Diantara mereka berempat, dia memang yang tercantik. Karena itulah mungkin yang membuatnya sedikit genit, lebih matang, dan lebih ‘berbulu’. Hebat nian, anak SMP liang kewanitaannya sudah selebat itu. Sambil mulutku bermain di liang kewanitaan Lusi, sedari tadi mataku terus memperhatikan liang kewanitaan Ita. Beberapa kali tanganku ingin meremasnya tapi kuatir kelakuanku bisa mengecewakan Lusi. Habis kalau dia ngambek bisa berantakan. Sebagai kompensasinya tanganku meremasi kedua payudara Lusi yang kecil dan nyaris rata dengan dada. Putingnya yang lembut kugosok-gosok dan kupencet. “Lus, udah dulu yahh, nanti lain kali Oom lanjutin lagi, yahh.” kataku sambil megecup bibirnya. Yang diajak ngomong tidak menjawab, cuma wajahnya jadi merah seperti kepiting rebus. Sekali lagi kukecup di keningnya. Segera aku bergeser ke sebelah dan langsung menindih tubuh Ita. Ita yang cantik. Ita yang seksi. Walau tengah terlentang, payudaranya tetap tegak ke atas dan diperindah dengan puting yang besar. Kudekatkan bibirku ke bibirnya, langsung menghindar. Barangkali tak tahan mencium aroma liang kewanitaan Lusi. Wajarlah, memang mulutku seperti habis makan jengkol. Segera kuturunkan mulutku ke lehernya, kucumbui semesra mungkin. Ita kegelian. Lalu turun lagi. Sambil kuremasi, payudaranya segera masuk ke mulutku. Kuhisap dan kujilati putingnya. Karuan saja Ita meronta-ronta. Entah kegelian apa keenakan, aku tak peduli. Bergantian kedua payudaranya kujilati semua permukaannya. Nafsuku rasanya sudah di ujung ubun-ubun. Batang kejantananku telah mendongak perkasa sekali, beberapa kali berdenyut minta perhatian. Kalau saja memungkinkan ingin rasanya segera kumasukkan ke liang kewanitaan Ita. Sekali lagi nalarku terkontrol, karena memang aku sudah berjanji pada mereka. Tidak ada liang kewanitaan yang kumasuki batang kejantanan. Lagian memang aku benar-benar ingin semuanya berjalan mulus sesuai rencana. Coba kalau tiba-tiba ada yang menangis karena menyesal memberikan perawan mereka begitu saja padaku. Nggaklah. Kaki Ita kurenggangkan sedikit. Bukit Berbunganya indah sekali. Yang namanya labia mayora sebetulnya nggak karuan bentuknya tapi selalu memancarkan keajaiban magnetis bagi setiap pria yang memandangnya (tentu yang normal atau paling tidak seperti aku). Barangkali kalau aku yang bikin daftar keajaiban dunia, Labia Mayora menempati urutan teratas. Siapa setuju kirim email, nanti kubawa berkas dukungannya ke Majelis liang kewanitaan Nasional. Singkat kata segera mulutku kembali beroperasi di wilayah ajaib itu. Pelan-pelan kutarik dengan bibirku kedua labia mayora kepunyaan Ita secara bergantian. Kemudian, lidahku mencongkel keras ke pangkal pertemuan pasangan labia itu, dan berputar-putar di tonjolan daging kecilnya yang konon paling rawan sentuhan. Memang luar biasa efek sampingnya, seketika sekujur tubuh Ita bergoncang. Makin keras goncangannya, makin gila pula lidahku berayun-ayun. Aroma yang khas muncul lagi seiring mengalirnya lendir encer. Harta terpendam inilah yang kucari. Lidahku terus menyongsong ke dalam liang kewanitaan Ita. Ita yang meronta-ronta menahan gejolak penjarahan liang kewanitaannya, berinisiatif mengambil bantal dan meletakkan di bawah pantatnya. Aku sampai heran perawan kecil ini kok sudah punya insting yang baik. Sambil kedua kakinya nangkring di pundakku, Ita membiarkan aku dengan leluasa menjelajahi seisi liang kewanitaannya. Kali ini lidahku berhasil masuk semua ke dalam liang kewanitaan, enak sekali. Aku sudah tidak tahan lagi, segera tangan kananku mengocok batang kejantananku sambil segera berpindah ke sebelah lagi. Kali ini giliran Indra yang kelihatannya berdebar-debar menunggu giliran. Itu terlihat dari gerakan matanya yang gelisah. Tanpa basa-basi lagi kuraih sebuah bantal dan kuletakkan di bawah pantatnya, dan kurentangkan kedua kakinya menjepit badanku yang berlutut di lantai. Liang kewanitaannya merekah persis di depan hidungku. Sambil terus mengocok batang kejantanan, segera lidahku menerobos ke lubang senggamanya. Indra sempat berontak. Duilah aku sampai kesurupan, lupa sama teman bermain yang masih yunior. Oke, sofly and gently again maunya. Sambil menahan nafas yang sebetulnya sudah ngos-ngosan (nggak sempat minum extra joss) kucumbui liang kewanitaan Indra. Liang kewanitaan yang satu ini agak gemuk dan berbulu walau tak selebat milik Ita. Walau tak seindah milik Ita, tapi tetap punya daya tarik tersendiri. Belum lagi aromanya yang semerbak harumnya. Tetap pelan-pelan, kutelusuri tiap lekukan yang ada di liang kewanitaannya. Sedap juga lho bermain slowly seperti ini. Klitorisnya yang agak besar bergoyang mengikuti gerakan lidahku. Entah kata-kata apa saja yang keluar dari mulut Indra. Kurang jelas memang. Tapi kuyakini itu suara erangan dan rintihan wanita yang tengah enjoy dan penuh semangat. Membakar semangatku pula dalam memacu tanganku pada batang kejantanan sendiri. Kedengarannya tragis sekali. Bak peribahasa orang kelaparan dalam lumbung padi. Pantat Indra yang padat dan besar membuat lubang anusnya ikut terbuka waktu diganjal bantal. Tanpa rasa jijik sedikitpun kujilat-jilat anusnya. Indra makin mengaduh keenakan apalagi kala lidahku mencoba menerobos masuk ke anusnya. Indra pun menunjukkan kerja sama yang baik dengan mengangkat pinggulnya. Aku pun turut meningkatkan speed game-nya. Agak capai juga berlutut terus, aku naik ke atas dan menindih tubuh Indra. Kuciumi sekujur payudaranya yang tak kalah kencang dengan punya Ita. Dan walau kalah besar, keindahannya susah untuk dinilai. Sambil menciumi payudaranya, tanganku makin cepat mengocok batang kejantanan sendiri. Akhirnya aku tak dapat menahan lebih lama lagi, sekujur tubuhku tiba-tiba menegang. Seiring dengan semburan keras yang berapi-api di batang kejantananku, segera aku melumat habis mulut Indra yang mungil. Lidah Indra memberi sambutan hangat dengan mengais-ngais lidahku. Selepasnya kami bercengkarama, mereka semua kecuali Anita akhirnya minta pamit setelah sebelumnya mereka memakai pakaiannya kembali. Setelah mereka pergi, saya melakukan percintaan dengan Anita kembali hingga 1 jam sebelum jam 6 karena Ibu Yuli akan pulang ke rumah pada jam 6 tepat. Selesai kami bercinta, saya berpura-pura mengerjakan antena parabola itu sambil sekali-kali mengerlingkan mata kepada Anita walaupun ibunya sedang mengerjakan tugas kantor di sisinya.